Wednesday 1 July 2015

Shingeki No Kyojin : Chapter 2 [Bunga Liar / Wild Flower]

BY Unknown IN No comments



Shingeki No Kyojin Special : Levi’s  Romantic Love Story
“Wild Flower”

 Cast   :Levi Ackerman x Minazuki
Genre :Romance, Action, Mature

Chapter 2
Violin & Clean Freak ?

Hari semakin siang dan matahari tidak segan-segan memperlihatkan kekuatan terbesarnya hingga berhasil membuat Minazuki terbangun karena sinar matahari itu tepat menerpa wajahnya. Ia menggeliat pelan dan memperbaiki posisi duduknya diatas sofa dengan mata setengah terpejam.

“Kau akan tidur sampai kapan?” Suara Rivaille membuat Minazuki sadar sepenuhnya.

“Se-sekarang jam berapa?” tanya Minazuki bergerak panik, ia langsung memperbaiki posisi duduk, pakaian dan rambutnya yang sedikit berantakan dan perhatiannya pun langsung teralihkan pada sosok Rivaille yang hari itu terlihat tidak biasa. Ia mengenakan penutup kepala dan penutup hidung lengkap dengan lap di tangannya. “Kau sedang apa Heichou?”

Rivaille menghentikan kegiatannnya ia langsung berjalan mendekati Minazuki dan membuka penutup wajahnya, menunjukkan wajah tanpa ekspresi kemudian meletakkan kaki kirinya diatas sofa tepat disebelah tubuh Minazuki.

“Hari ini kita bersih-bersih,”

“Haaahhh?!! Bukannya kemarin sudah?” protes Minazuki.

Rivaille mencolek meja kayu yang ada didekat sofa lalu menunjukkannya pada Minazuki. “Lihat debu ini? Kau tidak mengerjakannya dengan sungguh-sungguh, rumah ini masih kotor,” balas Rivaille tenang.

Bukannya memperhatikan jari telunjuk yang diarahkan padanya, Minazuki justru diam menatap wajah Rivaille yang kini sangat dekat dengan wajahnya.

Mana mungkin kotor lagi, batin Minazuki. Ia sangat yakin telah membersihkan setiap sudut rumah dengan seksama. Namun percuma saja membantah Rivaille karena hal ini sudah sering terjadi, setiap kali ia kembali dari invasinya dan pulang ke rumah Rivaille pasti akan menyuruhnya membersihkan “ini” dan “itu” lalu menjerumuskannya pada berbagai macam kesulitan.

Selalu. Setiap saat.

“Kau tidak akan pernah puas kalau tidak mengerjaiku kan Kapten?” Minazuki menurunkan jari Rivaille yang terarah padanya menggunakan tangan kanannya, ia terus memegangi tangan Rivaille dan tidak melepaskannya. Pemuda itu terkejut dan berusaha melepaskan tangannya dari tangan Minazuki. Ia memang sedang berusaha mengerjai Minazuki namun apabila gadis itu terus menyentuhnya, ia akan dengan mudah kehilangan sikap tegasnya.

“Kau benar-benar wanita yang membosankan! Lepaskan tangan kotormu dariku! Cepat bersihkan dirimu lalu segera bergabung denganku,” serunya dengan nada suara galak namun Minazuki tak mempermasalahkannya. Sebenarnya ia sangat senang melihat Rivaille tetap berada di rumah dan tidak kembali ke ruang kerjanya.

Rivaille menghindari Minazuki dan berjalan menuju sudut lain melanjutkan pekerjaan bersih-bersihnya, gadis itu masih mengamatinya. Rivaille sangat gila kebersihan dan dia adalah seorang clean freak sejati, Minazuki selalu merasa Rivaille menderita penyakit yang sangat berat. Tapi karena ia bisa dengan mudah menyentuh Rivaille, penyakit yang di derita Rivaille mungkin masih belum terlalu parah. Pencinta kebersihan biasanya tidak suka disentuh sembarangan kan?

“Sampai kapan kau akan menatapku seperti itu?” tanya Rivaille meskipun suaranya terdengar sama seperti biasanya, namun kali ini ia menambahkan tatapan mematikan hingga dahinya berkerut.

“Ka-kalau begitu aku mandi dulu! Aku akan segera turun untuk membantumu!” terburu-buru gadis itu beranjak dari sofanya, tak lupa ia membereskan barang-barang yang terhambur diatas sofa. Kalau tidak langsung dibawa pergi bisa-bisa Rivaille akan mengomel lagi seharian.

“Lima menit!”

“Hah?!”

“Lima menit setelah itu segera kesini,”

“Tapi-“

“Sudah berapa detik yang kau lewatkan?”

“Baiklah!”

“Hei, aku sudah membuat sarapan, jangan lupa dimakan” celetuk Rivaille. Minazuki menghentikan langkahnya dan berbalik menatap Rivaille dari atas anak tangga.

“Hontou?” Minazuki terpaku menatap punggung Rivaille, meminta jawaban. “Kau membuat sarapan? Untukku?”

Rivaille berbalik menatapnya dengan tatapan sedingin es. “Aku sudah sangat kelaparan sementara kau terus tertidur hingga siang hari, apa aku butuh alasan lain untuk membuat sarapan?

Bukannya ketakutan Minazuki justru tersenyum. “Oh begitu.. terima kasih.. sudah menyisakannya untukku,” seru Minazuki kalem.

“Satu menit berlalu..” serunya, Rivaille bisa mendengar suara derap kaki Minazuki yang berlari dengan terburu-buru menaiki tangga. Ia menyunggingkan senyuman diwajahnya lalu kembali berkutat dengan kaca jendela yang sedang ia bersihkan. Tanpa ampun ia menggosok-gosok tiap bagiannya.

Minazuki muncul lima menit lewat empat puluh lima detik kemudian setelah selesai membersihkan dirinya ia sedang mengunyah gigitan sandwich terakhirnya.

“Kau sangat terlambat!” protes Rivaille.

“Kau yang menyebabkannya kan? Bagaimana mungkin aku bisa membereskan semuanya hanya dalam waktu lima menit?”

“Jangan banyak protes, cepat ambil lap itu dan bantu aku,”

“Baiklah-baiklah..”

“Hei, coba kau periksa kotak yang ada di bawah tangga, aku ingin melihat isinya. Kalau isinya barang tak berharga, lebih baik dibuang saja,”

Minazuki menghampiri tangga dan melihat kotak yang dimaksud oleh Rivaille, kotak dari kayu itu tersembunyi dan sudah sangat berdebu. Minazuki menggeser kotak itu dan mencoba mengangkatnya kedekat Rivaille, namun tiba-tiba saja ia merasa pegangannya menjadi ringan dan kotak itu berpindah dari tangannya. Rivaille telah mengangkat kotak kayu itu.

“Coba dari tadi,” batin Minazuki.

Rivaille mencolek kotak yang penuh debu itu dan menunjukkan lagi jarinya kepada Minazuki. “Lihat debu ini?”

“Iya-iya gomeeen, nanti akan langsung kubersihkan, ayo sekarang cepat buka kotak ini!”
         
Namun Rivaille menatapnya tajam dengan pandangan mematikan. “Kenapa kau memerintahku? Sana bersihkan barang-barang yang ada disudut ruangan itu!” seru Rivaille dengan wajah tanpa ekspresinya. Minazuki mendengus bete tapi ia tetap mengikuti perintah Rivaille dan membersihkan barang-barang yang ada di sudut ruangan.

Rivaille mulai membersihkan debu yang ada di atas kotak dengan lap yang dipegangnya. Minazuki sangat pensaran dengan isi kotak itu, kalau isinya bangkai tikus bagaimana reaksi Rivaille nanti ya, dia pasti akan berteriak ketakutan karena sangat jijik, tanpa disadarinya ia terkekeh pelan membayangkan wajah Rivaille, tawanya membuat Rivaille mengalihkan sedikit perhatian kepadanya.

“Apa yang kau tertawakan, bodoh! Jangan banyak santai!”

Minazuki mengangguk-anggukkan kepalanya dengan gaya mengejek. “Baiklah kapten maniak pendek,” bisik Minazuki sangat pelan, ia tak ingin Rivaille mendengar kata-katanya.

Kotak itu dibuka perlahan dan ternyata isi kotaknya cukup mengesankan Rivaille. Banyak barang tak berguna dan sebuah tas biola tua. Rivaille mengeluarkan tas biola itu dan meletakkannya diatas kotak kayu. Ia membuka penutup tas dari kulit yang sedikit macet itu pelan-pelan agar tak merusak isinya.

Minazuki berusaha melihat isi kotak dari tempatnya berdiri. Namun ia bisa melihat dengan jelas barang yang dipegang Rivaille.

“Heichou, itu alat apa?” tanyanya polos.

Rivaille mengeluarkan alat musik itu dari tasnya dan mengeceknya dengan seksama. Lalu mencoba untuk menyetem senarnya,  ia ingin mencoba memainkannya sebentar.

“Ini biola,” jawab Rivaille. Tangannya sibuk memutar-mutar pasak yang ada pada kepala biola.

Minazuki mendekati Rivaille agar bisa melihat alat itu dengan jelas. “Biola? Apa ini bisa digunakan untuk menyerang Titan?” tanyanya, ia belum pernah melihat alat seperti ini makanya ia merasa sangat penasaran.

Rivaille melempar pandangannya pada Minazuki “Kucing bodoh!” Serunya sembari memukulkan bagian keras busur biola itu tepat ke kepala Minazuki.

“Ittaaiiiii!!” pekik Minazuki, ia langsung mengelus bagian kepalanya yang sakit.

Rivaille menarik tangan Minazuki hingga ia terduduk disebelahnya. Gadis itu meringis kesakitan dan masih mengelus-elus kepalanya. Rasa sakit itu seperti menyengat keseluruh tubuhnya.

“Kau bodoh sekali sih, jadi bikin kesal,” seru Rivaille. Ia menyentuh bagian kepala yang dipukulnya dan mengelusnya lembut dengan wajah khawatir. Tentu saja hal ini tak biasa meskipun Minazuki sering menyentuh Rivaille tapi Rivaille tak pernah menyentuhnya sekali pun. Ini adalah pertama kalinya Rivaille menyentuhnya! Tentu saja hal ini membuatnya malu hingga ia dapat merasakan wajahnya memanas.

“Masih sakit?” tanya Rivaille lagi, tangannya masih mengelus bagian yang di pukulnya tadi.

“Tentu saja bodoh,”

Rivaille tidak membalas makian Minazuki ia terdiam dan menjauhkan tangannya dari kepala Minazuki. Ia kembali menyetem senar biola dengan wajah serius. Setelah merasa sudah pas ia menatap Minazuki yang terus mengamatinya sejak tadi.

“Apa kau akan memainkannya?” tanya Minazuki membalas tatapan Rivaille.

“Kau sangat ingin aku memainkannya?” tanya Rivaille, Minazuki mengangguk kuat dengan senyum terkembang di wajahnya.

“Kalau aku memainkannya untukmu, aku akan dapat hadiah apa?” tanya Rivaille dengan wajah serius. Hal ini membuat Minazuki bingung menjawabnya.

“Hmm.. apa?” tanyanya balik. Membuat Rivaille tidak sabar.

“Pikirkan!”

“Aku tidak punya uang untuk membayarmu, hmm.. mungkin aku akan terus memasak dan membersihkan rumah untukmu?” jawaban yang Minazuki lontarkan membuat Rivaille menggeram tak sabar.

“Bukankah itu bayaran untukku karena aku telah memungutmu dan mengijinkanmu tinggal disini? Ayo pikirkan sesuatu yang berbeda, aku yakin kau tidak sebodoh itu,” serunya sebal.

Minazuki menatap mata Rivaille tangan kirinya masih terlipat di dadanya namun tangan kanannya menyentuh bibirnya ketika ia masih memikirkan jawaban yang tepat untuk Rivaille.

“Meskipun bodoh tapi kau cukup berani mengambil resiko itu. Baiklah aku akan memainkannya untukmu,” seru Rivaille semangat.

Minazuki terlihat kebingungan karena dia belum memberitahu Rivaille jawabannya. “Tapi aku belum memberitahumu akan membayarnya pakai apa kan?”

“Oh ya.. kau sudah memberitahuku,”

“Freak!”

“Just Shut up brat and listen clearly!”
(Lho kok???)

Minazuki mengabaikan kebingungannya dan menatap Rivaille yang mencoba memainkan biola tua itu. Alunan nada yang tinggi dan lembut terdengar indah ketika Rivaille menggesekkan busur biola pada senarnya, saat itu Minazuki sama sekali tidak tahu musik apa yang sedang dimainkan oleh Rivaille. Ia terus mengamati permainan Rivaille yang terlihat sangat profesional, tiba-tiba saja dia akan bermain di nada tinggi dengan tempo yang sangat cepat lalu tiba-tiba ia melambatkan temponya dan memainkannya dengan lembut.

Minazuki menyadari bahwa dia sangat terpesona pada sosok Rivaille yang tengah memainkan musik seindah ini. Pria ini benar-benar jenius, selain kuat dan mahir menggunakan peralatan manuver tiga dimensional ia juga bisa memainkan alat musik ini dengan sangat baik! Untuk sesaat Minazuki melupakan sisi negatif dari pria yang sedang dipujanya saat ini.

“Bagaimana? Apa kau menyukainya?”

Pertanyaan Rivaille membuyarkan lamunan Minazuki, ia tak menyadari bahwa Rivaille sudah berhenti memainkan biolanya dan parahnya lagi ia tidak tahu sudah berapa lama ia terkesima menatap Rivaille dengan pandangan terpesona. Tiba-tiba saja ia merasa panik.

“Hmm.. lumayan juga, musik apa yang kau mainkan barusan?”

“Kau terlihat sangat tertarik dengan benda ini?” tanya Rivaille iseng.

“Tidak,”

“Jadi kau tertarik padaku?”

“Betsu ni!!!” pekik Minazuki, ia ingin memastikan pada Rivaille bahwa dia tidak tertarik secara khusus padanya.

“Hooo..” Rivaille menyunggingkan senyum licik diwajahnya.

Minazuki merasa malu dan sebal pada pria yang ada disebelahnya. Rivaille sangat suka mempermainkannya. “Baiklah aku akan melanjutkan pekerjaanku saja,” Minazuki berdiri dengan perasaan sebal.

Namun Rivaille menarik tangannya lagi hingga ia kembali terduduk disebelahnya. Rivaille meletakkan tangannya dipinggang Minazuki agar gadis itu tidak melarikan diri.

“Apa lagi?”

Rivaille masih tersenyum licik, tatapannya setajam pisau pengiris Titan. “Mana bayaranku?

Minazuki mendelik bingung. “Aku tidak punya uang untuk membayarmu, lagi pula semua uang yang kudapat berasal darimu kan?”

“Ckk,” decak Rivaille. “Bukannya kau harus membayarku dengan sebuah ciuman?”

“Ciuman? Kapan aku mengatakannya?” protes Minazuki panik.

Rivaille mengernyitkan dahinya dengan tatapan dingin. “Jadi kau tidak mau membayarku?”

“Betsu ni,” tolak Minazuki.

“Hmm.. kau ingin ku tagih melalui cara kekerasan atau cara yang lebih lembut?”

“Let me go!”

“A,a,a.. tidak, sebelum aku mendapatkan bayaranku,” jawabnya dengan tatapan dingin dan wajah tanpa ekspresi.

“Oke, kalau ku cium kau akan melepaskanku kan?”

“Mochiron!”

Minazuki kembali menelan ludahnya, ia masih memikirkan bagaimana caranya akan mencium Rivaille. Meskipun ia pernah mencium pria itu di keningnya tapi situasinya sangat berbeda dengan saat ini. Rivaille tidak pernah bersikap seperti ini sebelumnya. Hal ini membuatnya jadi sangat panik.

“Aku masih menunggu, ku beri kau waktu sepuluh detik. Jika tidak kau lakukan dengan benar aku akan menunjukkan hal yang lebih buruk daripada kematian.”

Minazuki menelan ludahnya dengan susah payah.

“Tutup matamu,” pintanya.

Rivaille mendengus sebal. “Akhirnya.. setelah menunggu seratus tahun, apa kau ini Titan?”

Rivaille menutup matanya mengikuti instruksi Minazuki. Ia menunggu dengan penasaran apa yang akan dilakukan gadis itu padanya. Akhirnya kini ia bisa membalas gadis itu. Rivaille merasakan sebuah kecupan lembut dan hangat mendarat di pipinya. Dalam sedetik ia langsung merasa kesabarannya memuncak.

Ia mendorong tubuh Minazuki kepunggung sofa, tangan kirinya memegangi tangan kanan Minazuki dan menahannya kuat sementara tangan kirinya menahan tubuh gadis itu agar tidak memberontak.

Rivaille mengecup langsung bibir Minazuki, gadis itu bisa merasakan dengan jelas sentuhan bibir Rivaille di bibirnya. Dadanya bergemuruh karena terlonjak kaget. Ia bisa merasakan napas hangat Rivaille di telinga dan juga tengkuknya. Bahkan tangannya yang sedang menyentuh dada Rivaille dapat merasakan detak jantung Rivaille yang semakin cepat. Ia merasakan bibir Rivaille mengecup bibir bawahnya dengan lembut sebelum akhirnya menghentikan ciuman itu.

“Kau memang lebih suka jika aku menagihnya dengan cara kasar kan?”

Minazuki terdiam tidak bisa membalas Rivaille. Sensasi itu masih tertinggal dalam benaknya. Rivaille menatapnya penuh kemenangan sementara Minazuki merasa wajahnya sudah semerah tomat. Ia tak bisa membalas kata-kata Rivaille.

“Kau ingin melanjutkannya lagi?” seru Rivaille tersenyum licik sembari menyentuh dagu Minazuki dan mengangkatnya sedikit sehingga wajah mereka berdua kembali bertatapan.

Tok-Tok-Tok!

Terdengar suara ketukan pelan dipintu depan dan tak lama kemudian keduanya mendengar suara Eren sedang memanggil nama Minazuki.

“Ckk, kenapa anak itu muncul disaat kita sedang santai sih,” seru Rivaille sebal namun Minazuki masih terdiam dia masih belum melupakan sensasi yang baru saja dirasakannya. Rivaille melepaskan pelukannya di tubuh Minazuki dan menarik gadis itu agar segera berdiri. Ia juga merapikan rambut dan baju gadis itu, kali ini dia tidak tersenyum lagi hanya memasang wajah tanpa ekpresinya yang dingin.

Rivaille mengecup lagi bagian kepala Minazuki yang tadi dipukulnya dengan busur biola. “Pergilah temui dia,” bisik Rivaille ketelinga Minazuki.

“Awas kalau kau melakukannya lagi!” ancam Minazuki sambil menunjuknya dengan jari telunjuknya. Rivaille tersenyum tipis lalu memutar tubuh Minazuki dan mendorongnya menuju pintu.


* * *

0 comments:

Post a Comment