Friday 3 July 2015

Shingeki No Kyojin : Chapter 3 [Bunga Liar / Wild Flower]

BY Unknown IN No comments



Shingeki No Kyojin Special : Levi’s  Romantic Love Story
“Wild Flower”

Cast   : Levi Ackerman x Minazuki
Genre : Romantic, Action, Mature

Chapter 3
Change
    
        Minazuki menyambut Eren yang telah datang untuk menjemputnya, ia telah berjanji pada Eren untuk bertemu hari itu sambil membicarakan perihal keputusannya masuk dalam squad trainee.

          Eren tersenyum lebar ketika melihat Minazuki muncul dari balik pintu. “Minazuki,” sapanya. “Lho.. wajahmu pucat sekali, kau kenapa?” tegurnya.

          Minazuki mendelikkan matanya kaget, dia sama sekali tak menyangka bahwa wajahnya akan sepucat itu setelah dia.. berciuman dengan Rivaille.

          “Ah? Masa sih?” serunya meyakinkan Eren sambil menepuk-nepuk keras pipinya.

          Eren menangkap kedua tangan Minazuki dengan maksud untuk menghentikannya. “Kau kenapa sih?” tanya Eren senyuman manis menghiasi wajahnya. “Jangan memukuli wajahmu begitu,”

          Terdengar suara batuk yang sangat keras dari dalam rumah. Seketika keduanya menatap ke dalam, mereka berdua bisa melihat Rivaille sedang bersandar pada sebuah tiang penyangga rumah dengan tangan terlipat diatas dada tanpa ekspresi di wajahnya. Dengan refleks Eren melepaskan tangannya dari tangan Minazuki dan mengepalkan tangan kanan di dada untuk menghormati kaptennya.

          “Apa yang kau lakukan di sini Kadet?” tanyanya dengan nada menyudutkan. Eren dapat merasakan bahwa kemunculannya sedang tidak diinginkan saat itu, sekilas ia menatap Minazuki yang sedang menatapnya.

          “Ah, aku ada sedikit urusan dengan Minazuki Kapten,” jawabnya jujur.

          “Kenapa tidak membicarakannya di dalam? Masuklah!” pinta Rivaille sembari mempersilakan Eren masuk.

          “Kupikir kau sendirian,” bisik Eren ketelinga Minazuki.

“Ah, kemarin dia pulang untuk mengecek keadaan rumah makanya... kau bisa lihat sendirikan gimana gayanya barusan?” jelas Minazuki, melihat sikap Minazuki yang sedang mengejek kapten nya membuatnya menahan tawa.

“Sepertinya sekarang bukan waktu tepat, kita pergi lain kali saja ya,” serunya. Minazuki tersenyum dan memberinya kode dengan gerakan kepala menyuruhnya agar segera masuk ke dalam rumah.

“Kurasa pembicaraan kalian berdua bisa menunggu sebentar Kadet karena gadis pemalas ini harus segera membuat makan siang untuk kita. Benarkan?” serunya lagi meminta persetujuan Minazuki.

          “Duduklah Eren, aku tinggal kalian sebentar ya,” Eren mengangguk dan Minazuki pun pergi ke dapur meninggalkan dirinya berdua saja dengan Kapten-nya. Keduanya terdiam sementara itu Rivaille masih sibuk dengan kegiatan bersih-bersihnya.

          “Kapten boleh aku membantu?” tanyanya. Rivaille berbalik menatapnya dengan wajah tertutup penutup hidung. Pemandangan ini sudah sering menghiasi hari-hari nya di benteng, jadi dia sudah terbiasa melihat Kapten yang dihormatinya bertransformasi  menjadi seorang pembersih rumah.

          “Tidak perlu Jeager, di sini kau adalah tamu Minazuki,”

          “Ah, tapi sepertinya anda membutuhkan bantuan,”

          “Tenang saja Jeager aku bisa mengatasinya, gadis itu memang tidak pernah bisa membereskan kekacauan yang sudah dibuatnya. Benar-benar merepotkan,”
         
          “Anda tak perlu segan Kapten,” seru Eren mulai membantu Rivaille. Rivaille tidak menolak bantuan itu kalau menyangkut masalah bersih-bersih rumah ia bisa dengan mudah melupakan rasa kesalnya pada Eren meskipun cuma sesaat.
         
          Ketiganya makan siang bersama dalam keheningan, Rivaille sama sekali tidak banyak bicara. Ia hanya mengomentari bagaimana rasa masakan Minazuki yang menurutnya tidak enak namun entah kenapa dia selalu memakan habis semua makanan itu tanpa sisa. Setelah selesai ia meninggalkan keduanya di meja makan dan beranjak menuju ruangannya.

          “Apa Kapten sakit?” tanya Eren dengan wajah bingung.

          “Tidak, dia baik-baik saja. Ada apa?”

          “Aku rasa dia tidak menyukai kehadiranku, dia memang orang yang tenang tapi aku merasa atmosfir kali ini sangat berbeda,”

          Minazuki kembali teringat kejadian yang menimpanya sebelum Eren datang. Ia mengerti sekali kenapa Rivaille terlihat tampak kesal pada Eren. Alasannya karena Eren telah mengacaukan kesempatan Rivaille untuk mengerjainya.

          Ia tersenyum berusaha menyemangati Eren. “Lupakan saja sikapnya barusan, dia menyukaimu kok. Buktinya dia pernah menendangmu hingga gigimu copot kan?” kata-kata Minazuki membuat Eren kembali teringat pada masa lalunya yang kelam sebelum bergabung dalam squad legion.

          “Kau pikir itu hal yang lucu ya?” sungut Eren. “Aku tau dia memang sudah membenciku sejak lama,”

          Minazuki tertawa mendengar kata-kata Eren. “Dia memang punya cara yang agak berbeda ketika berkomunikasi dengan orang lain. Kau sebenarnya sudah memahaminya kan? Jujur saja aku sedikit iri denganmu, kau beruntung Eren,”

          “Yah, kurasa kau bilang begitu karena dia tidak pernah memukulimu kan?”

          Minazuki kembali tertawa mendengar kalimat putus asa Eren. “Sebenarnya dia sering memukulku tapi menggunakan cara lain,” celetuk Minazuki. Yah setidaknya Rivaille tidak pernah memukulmu menggunakan busur biola kemudian memintamu menciumnya setelah dia selesai memainkan biola kan? Batinnya.

          “Apa kau sudah memberitahunya?”

          “Oh itu.. aku berencana akan mengatakannya tapi sebaiknya menunggu waktu yang lebih baik,”

          “Sebenarnya aku merasa kau tidak perlu mengikuti squad trainee itu. Lagi pula kau sudah seumuran denganku dan juga akan sangat berbahaya untukmu,”

          “Kau benar Eren,  tapi akan lebih baik kalau aku punya sedikit pengetahuan tentang Titan. Para Titan akan selalu muncul dan bagaimana jika disaat kalian tidak berada di benteng, setidaknya aku harus punya persiapan menghadapinya. Aku yang sekarang masih lemah.. tak mungkin aku mengharapkan Rivaille untuk terus berada disisiku dan melindungiku, dia sudah terlalu banyak mengemban tanggung jawab.. kupikir keputusanku untuk masuk squad trainee ini akan sedikit menolongnya,”

          Eren tau dia tak boleh mengatakan hal ini, tapi sejak mengenalnya setahun lalu dia sudah mulai menyukai Minazuki.

          “Bicaramu mulai ngawur, kalau Kapten tidak bisa menjagamu aku yang akan menggantikannya.”

          “Eren?”

          “Jeager, sepertinya sudah saatnya kau pergi. Saat ini aku sedang membutuhkan bantuan Mina,” suara Rivaille memecahkan keheningan diantara keduanya. Minazuki merasa jantungnya akan melompat keluar ketika ia melihat wajah Rivaille dengan mata hitamnya yang menatap tajam. Ia memutuskan untuk mengakhiri pembicaraan mereka.

          Eren menatap Rivaille lalu kembali menatap Minazuki. “Anda benar Kapten. Minazuki, terima kasih untuk makan siangnya mereka semua sangat enak,” seru Eren sembari tersenyum ia beranjak dari kursinya berjalan menuju Rivaille yang berdiri sambil bersandar pada tembok. “Terima kasih sudah mengijinkanku ikut makan siang bersama anda Kapten,”

          Rivaille tidak menjawab pernyataan Eren barusan. Minazuki berjalan melewatinya dengan maksud untuk mengantar kepergian Eren. Rivaille sadar bahwa Minazuki merasa kesal padanya karena sikapnya yang kurang bersahabat pada Eren. Gadis itu bahkan tidak memandangnya.

          Setelah Eren pergi Minazuki kembali keruang makan dan membereskan meja makan itu sampai bersih. Ia sedang tidak ingin mendengar omelan Rivaille tentang piring kotor, ia menumpukkan semua piring kotor itu ditempat cuci piring dan mulai mencucinya dalam diam.

          “Setelah pekerjaanmu selesai temui aku diruanganku,” pinta Rivaille.

          Ia bisa mendengar langkah kaki Rivaille menaiki tangga menuju ruang bacanya. “Uuuhh.. akhirnya dia pergi juga,” gumamnya lega. Ia tak bisa membayangkan apa yang akan di lakukan Rivaille padanya, pasti pria itu sudah mendengar semua obrolannya dengan Eren. Lagipula kenapa dia harus mengusir Eren sekasar itu?

          “Tampaknya kau tidak senang,” seru Rivaille ketika Minazuki masuk kedalam ruangannya. Rupanya ia telah menunggu gadis itu sambil bersandar pada pinggiran mejanya dengan tangan terlipat di dada. Kakinya yang masih mengenakan sepatu boots squad terjulur elegan.

          Minazuki membiarkan pintu dibelakangnya tetap terbuka.  “Tutup saja pintu itu, udara dari luar akan membuat ruangan ini kotor,” pintanya. Minazuki menutup pelan pintu itu. Ia masih diam tidak menjawab pertanyaan Rivaille sebelumnya.

          Rivaille berjalan mengitari mejanya sambil melepaskan sarung tangan, penutup kepala dan penutup hidungnya yang terjuntai dilehernya. “Duduk,” suruhnya. Minazuki berjalan perlahan mendekati kursi yang ada diseberang Rivaille. Tidak pernah ia merasa segugup ini. Rivaille membuka kancing bajunya dan melepaskan bajunya.

          Ini adalah pemandangan lain dari Rivaille yang baru pertama kali di lihatnya. Ia tidak pernah menyangka Rivaille memiliki tubuh yang sangat bagus. Tubuh Rivaille termasuk kecil, beratnya hanya 65kg dan tingginya hanya 160cm (ia tergolong pendek untuk ukuran seorang laki-laki) namun Minazuki bisa dengan jelas melihat otot-otot kuat yang ada di seluruh tubuh Rivaille. Meskipun dia pendek tapi siapapun akan mengakuinya bahwa tubuh itu memang cocok untuknya. Minazuki merutuk dalam hati.

          “Tak bisakah kau mengganti bajumu dikamarmu sendiri atau ditempat lain?” celetuk Minazuki. Rivaille menatapnya sambil memasang kembali kemejanya yang bersih.

          “Akhirnya kau bicara juga.. oh ya, jangan lupa bahwa ini adalah ruanganku, rumahku, dan terserah padaku ingin membuka baju dimana dan dihadapan siapa, mengerti?”

          Minazuki menatap Rivaille dengan tatapan tak percaya. Dalam hati ia terus merutuk Rivaille. “Baiklah Kapten, apa yang bisa ku bantu?” seru Minazuki mencoba tersenyum.

          “Jadi kau menjalin hubungan dengan Eren?”

          “He?” Pertanyaannya membuat Minazuki hampir tertawa terbahak-bahak, namun ia berusaha menahannya dan berusaha menjawab dengan santai.

          “Kenapa kau menanyakannya? Kau tidak sedang cemburu kan?” ejek Minazuki. Ia berusaha menahan senyum lebarnya. Namun Rivaille tidak tersenyum ia justru mengalihkan pandangannya dan kembali mengitari meja ia kembali duduk bersandar keposisi awal saat menunggu Minazuki masuk ke ruangannya. Tangannya kembali ia lipat didepan dada, mereka berdua sangat dekat.

          “Kami hanya berteman, maafkan perkataanku barusan.. aku hanya mencoba untuk bercanda” jawab Minazuki serius.

         “Lalu kenapa dia kemari? Aku bertanya sebagai orang yang bertanggung jawab menjagamu,”

          Kata-kata Rivaille seolah menusuk dada Minazuki. “Tidak ada apa-apa, ini urusan pribadiku dengannya, dan.. seharusnya kau tidak perlu mengusirnya seperti itu,” jawab Minazuki menatap wajah Rivaille yang masih tanpa ekspresi.

          “Hmm.. Apa ada sesuatu yang ingin kau bicarakan denganku?” tanya Rivaille lagi. Minazuki menatap pria itu ragu. Rivaille pasti telah mendengar pembicaraannya dengan Eren. Meskipun terlihat tenang namun dalam hatinya Minazuki benar-benar merasa panik. Kenapa tiba-tiba saja pria ini bersikap berbeda dari sebelumnya.

          “Entahlah..”

          “Entahlah?” ulangnya lagi.

          “Bisakah kau memberitahuku yang sejujurnya, bagaimana pendapat pribadimu tentang diriku ?”

          Rivaille diam menatap Minazuki, matanya menelusuri tubuh wanita yang ada didepannya. Minazuki mengenakan pakaian lama milik Rivaille dan ia tidak pernah menggunakan pakaian wanita. Singkatnya Minazuki hampir terlihat seperti anak laki-laki yang imut jika ia tidak menggerai rambut panjangnya.

          Rivaille berdiri tegak mengamati Minazuki, ia berjalan bolak-balik didepan gadis itu. “Kau itu.. cewek bodoh, pemalas, tidak bisa diandalkan, gampang menyerah, dan tidak cantik sama sekali..” Rivaille mengitari kursi Minazuki dan menghentikan langkahnya tepat dibelakang kursi gadis itu. “Kau lemah, dan juga cengeng.. mungkin Titan di luar sana tidak akan ingin memakanmu,”
         
          Jika orang lain yang menghadapi Rivaille, dia pasti sudah berdiri penuh amarah dan mencoba untuk menonjok kapten ini. Namun Minazuki memilih diam dan mendengarkan. Rivaille meletakkan tangan kanannya di bahu kanan Minazuki. “Kau bukan tipe orang yang akan bertahan lama hidup di dunia ini, tapi itu bukan hanya karena kebodohanmu.. kau pasti sudah mengerti sifatku, aku sangat tidak suka pengganggu dan kau itu adalah tipe pengganggu,”

          Rivaille meletakkan tangan kirinya lagi dibahu Minazuki, ia kembali memijat pelan bahu itu. “Apa kau sudah bisa menyimpulkan bagaimana pendapatku tentangmu..? Kau harus mengerti hanya dengan memiliki kebaikan saja tidak akan cukup untuk bertahan hidup di dunia ini,”

          Minazuki masih terdiam ia mencerna kata-kata Rivaille. Rivaille telah kehilangan banyak orang yang ia sayangi dan juga teman-temannya, kehidupannya tidak mudah seperti yang banyak prajurit pikir tentangnya, bahwa ia seorang monster yang sangat kuat, hal yang menyakitkan adalah Rivaille bahkan harus merelakan orang yang dicintainya tewas di tangan Titan dan mengubur perasaannya. Rivaille memiliki rasa sakit yang sama dengan yang dimilikinya. Ia juga memiliki kelemahan dan hanya manusia biasa.

Minazuki tahu seandainya setahun yang lalu bukan Rivaille yang menyambut tangannya pasti sekarang dia sudah tidak akan bisa melihat matahari, burung yang terbang bebas di langit, bunga, bintang-bintang, merasakan hujan, Eren dan..

          Rivaille memberinya pilihan yang sangat berat disaat dia sangat ingin meninggalkan dunia ini. Ia masih bisa mengingatnya, rasa sakit saat Rivaille menendangnya setahun yang lalu. Itu adalah saat dimana pertama kalinya ia sangat marah dan membenci Rivaille.

          “Kubiarkan kau memilih.. Kau bisa menyesali hidupmu, kemudian mati dan dilupakan atau..”

          “Hei kau tertidur ya?” Rivaille mengguncang keras tubuh Minazuki. Gadis itu membuka matanya dan ia bisa melihat Rivaille sedang berjongkok didepannya dengan wajah tanpa ekspresi. “Ku pikir kau menangis,” serunya lagi, jari-jarinya yang kuat menyentuh pipi Minazuki. “Kau hanya diam dan tak menjawabku..”

          Ia tidak menjawab Rivaille karena otaknya masih memikirkan kata-kata terakhir Rivaille. “Hei jangan melamun,” serunya lagi sembari mencubit pelan pipi Minazuki yang masih diam mendengarnya, ia mendesah pasrah. “Aku sudah tahu inilah yang akan terjadi jika aku mengatakan yang sebenarnya padamu,”

          “Rivaille.. apa itu memang kenyataannya?”

          “He?”

          “Aku memikirkan kata-katamu.. dari yang ku mengerti adalah.. aku ini bukan orang yang pantas hidup di dunia ini kan?”

          Rivaille menatapnya dengan wajah dingin dan tanpa ekspresi miliknya, namun ia mulai tersenyum sambil mengacak-acak pelan rambut Minazuki.

          “Aku yakin kau mengerti maksudku yang sebenarnya.. Aku juga yakin kau sudah punya jawaban dari pertanyaanmu barusan,” jawab Rivaille. “Kalau kau sudah tidak sanggup dan ingin menyerah, carilah aku,”

          Minazuki tersenyum mendengar kata-kata yang diucapkannya. Hei, kau ini Rivaille yang ku kenal kan?

          “Aaaahh akhirnya berakhir juga, kupikir aku bisa mati karena tadi kau memaki-maki ku. Aku memilih diam agar kau tidak memukuliku,” seru Minazuki tersenyum lega.

          Mendengar kata-kata Minazuki membuat Rivaille kembali memasang wajah dinginnya dan berdecak sebal. “Ckk.. dasar cewek idiot!” Rivaille berdiri kemudian membungkuk dan mengecup kening Minazuki, ia berjalan pelan menuju kursinya sementara Minazuki bangkit menuju pintu keluar dengan perasaan terkejut luar biasa.

          “Rivaille.. aku sudah memutuskannya..”

          “Apa yang kau putuskan?”

          “Aku sudah memutuskan untuk masuk akademi dan menjadi squad trainee, Sebenarnya Eren tidak setuju aku masuk akademi dia memintaku untuk berkonsultasi denganmu terlebih dahulu.. makanya hari ini dia datang menemuiku,”

          “Hmm, jadi itu masalahnya..” Rivaille menjadi sebal lagi kala mendengar nama Eren disebutkan.

          “Terima kasih.. karena sudah menjagaku,”

“Semoga saja kau lolos uji coba masuk nanti, aku yakin kau akan menangis di uji coba pertamamu, pastikan saja kau tidak ketiduran lagi,”

          “Hmm.. ku rasa aku akan mulai belajar dari sekarang,” serunya.

          Rivaille menatapnya dengan tatapan setajam pisau penyilet leher Titan. “Aku akan mencarikan metode belajar yang cocok untukmu,” Rivaille kembali tersenyum penuh arti ada kelicikan dalam tatapan matanya. Minazuki merasa dia telah mengatakan sesuatu yang bisa membuat Rivaille menjadi berbahaya hanya dengan mendengarnya saja.

          “Baiklah malam ini kita makan bubur saja!” pekik Minazuki, ia menutup pintu dibelakangnya dan berlari menuruni tangga menuju dapur.

“Hei! Aku kembali kesini bukan untuk makan bubur buatanmu..”

Setahun yang lalu Rivaille pernah mengayunkan pisau pengiris Titan miliknya dan berniat untuk memenggal kepala Minazuki. Namun sedetik kemudian ia justru menurunkan pisaunya dan memutuskan untuk tidak memenggal kepala gadis itu. Ia memutuskan  memberinya sebuah pilihan.. sebuah kesempatan.. untuk bangkit lagi.

“Kau boleh memilih... Kau bisa menyesali hidupmu, kemudian mati dan dilupakan... atau... Kau hidup untuk berjuang bersamaku dan membayar dosa-dosamu..”

Minazuki terisak keras di dapurnya sambil terus memasak. “Rivaille sialaaaaaannnn.. beraninya dia mencaci makiku seperti ituuu!” serunya sebal dengan wajah berlinang air mata sembari memasukkan irisan terakhir bawang bombay kedalam sayuran yang dimasaknya.

* * *

PS : Maaf kalau terdapat banyak kekurangan dalam cerita ini, karena ini pertama kalinya mencoba buat cerita dan ternyata ribet banget. Banyak ide yang keluar tapi kesulitan terbesarnya adalah menuangkan ide menjadi kalimat. Maunya sih cerita ini nanti ada action nya gitu melawan Titan, duh gak mutu ya plotnya kok hampir mirip komik. Tapi ini kan kisah cintanya Kapten termahsyur Levi Ackerman, bakal bagus kalo ada perang melawan Titan kali ya. Terima kasih buat yang sudah baca :))


0 comments:

Post a Comment