Shingeki
No Kyojin Special : Levi’s Romantic Love Story
“Wild
Flower”
Genre : Romance, Action, Mature
Chapter
4
Marry me stupid brat!
Tiga
bulan berlalu sejak Minazuki lolos ujian masuk scout trainee. Kehidupannya
berubah dan dia sekarang harus tinggal di asrama bersama teman-temannya,
meskipun sekarang dia tinggal di asarama disaat luang dia akan pulang kerumah
Rivaille dan melakukan bersih-bersih kilat. Setidaknya lelaki itu akan bisa
bersantai jika ia pulang kerumah.
Namun sudah tiga bulan ini juga ia
sama sekali tidak bertemu Rivaille. Kebiasaaannya mengantar makanan masih terus
berlanjut, tapi ia selalu ditahan oleh prajurit scouting legion dan tidak
diperbolehkan masuk ke ruangan Rivaille dan makanan yang dibuatnya hanya bisa
disampaikan melalui prajurit tersebut. Tidak bisa melihat Rivaille membuatnya
sangat frustrasi. Ia pun berpikir bahwa Rivaille sedang menjauhinya.
Perubahan terjadi sekitar seminggu
belakangan ini, Minazuki sudah diperbolehkan lagi mengunjungi ruangan Kapten
muda itu. namun sama saja seperti kejadian sebelumnya, Rivaille selalu tidak
ada ditempatnya. Ia pun semakin frustrasi. Hari itu pun dia sengaja
berlama-lama dalam ruangan Rivaille setelah menaruh makanan yang dibawanya
diatas meja kerja. Meskipun tahu Rivaille tak akan muncul ia tetap menunggu,
lima belas menit berlalu ia memutuskan untuk pergi dan segera kembali ke
akademi. Kerena akan ada latihan manuver three dimensional, jadi ia tak ingin
melewatkan latihan sepenting itu.
Dengan wajah muram ia pergi
meninggalkan ruangan Rivaille, kakinya bergerak cepat menuruni tangga hingga ia
tidak memperhatikan sekelilingnya dan menabrak Eren yang menaiki tangga dijalur
yang sama dengannya.
“Minazuki, daijoubu?” sapa Eren, dia
mengulurkan tangannya untuk membantu Minazuki berdiri. Gadis itu menyambut
tangan Eren dan mendorong tubuhnya.
“Terima kasih, Eren,” serunya sambil
membersihkan dirinya dari debu. “Kau mau kemana?”
“Ah, ada yang harus kukerjakan, kau
masih mengantar makanan untuknya?” tanya Eren, ada nada sebal dalam suaranya.
Minazuki menunjukkan wajah sendunya,
ia sudah tak bisa menyembunyikannya lagi. “Hmm.. iya begitulah, kalau begitu
aku pergi dulu ya. Hari ini ada latihan manuver three dimensional, jadi aku
harus segera kembali ke akademi,”
“Baiklah. Hati-hati dijalan,”
“Makasih, kau juga Eren,” Minazuki
berlari menuruni tangga meninggalkan Eren. Namun langkahnya terhenti ketika
mendengar Eren memanggil namanya.
“Kalau kau... ingin bertemu Kapten,
sekarang dia sedang berada di lapangan berkuda,”
Minazuki membulatkan matanya.
Sebenarnya ini adalah informasi berharga. Namun ia memutuskan untuk mengabaikannya.
“Sepertinya aku tak bisa menemuinya
Eren, sudah tak ada waktu lagi,”
“Baiklah, atau kalau mau aku bisa
menyampaikan pesanmu untuknya?”
Minazuki menggelengkan kepalanya.
“Tidak usah, aku pergi dulu ya. Bye Eren!”
Minazuki terus berlari disepanjang
koridor, tiba-tiba saja dalam hati ia merasa tidak ingin melihat Rivaille. Tapi
tubuhnya menginginkan hal yang berbeda, kakinya terus membawanya berlari
sepanjang koridor menuju lapangan berkuda. Ia menemukan sebuah tempat mengawasi
yang sempurna dibalik salah satu dinding.
Ia bisa dengan jelas melihat sosok
Rivaille yang sedang sibuk membantu teman-temannya membersihkan kuda. Lama tak
melihat lelaki itu, dia justru terlihat semakin tampan saja.
“Apa yang kau lihat Minazuki?” Suara Komandan Erwin yang keras
mengagetkan Minazuki dan membuatnya semakin menempel ke dinding
persembunyiannya. Ia merasa sangat malu.
“Komandan Erwin!” bisiknya.
“Kau sedang mengamati Ackerman ya? Kenapa tidak menyapa..”
“Ssstttt... kecilkan suara anda, kumohoooonnn,”
Erwin kebingungan melihat tingkah Minazuki, namun ia tersenyum
mengikuti permintaan gadis itu.
“Kau ingin aku menyampaikan pesan untuknya?” Minazuki menggeleng kan
kepalanya.
“Komohon jangan katakan padanya kau bertemu denganku komandan!” pinta
Minazuki yang masih bersembunyi dibalik tembok.
Erwin menoleh kearah Rivaille dan berjengit kaget. Kini Rivaille
sedang mengamati dirinya.
“Ah, baiklah.. aku tidak akan bilang apa-apa..” serunya sambil
mengamati seragam Minazuki. “Hei, kau ikut akademi?”
Minazuki menepuk dahinya kuat-kuat. Ia lupa bahwa ia harus segera
kembali ke akademi. “Maaf Komandan aku pergi dulu!” serunya sambil memberi
salute pada komandan Erwin. Minazuki berlari disepanjang koridor kaca itu
meninggalkan Erwin yang masih mengamati kepergiannya.
“Sedang apa dia disini?” Suara Rivaille mengagetkan Erwin, kini ia
telah berdiri disebelahnya sambil bersandar pada tembok.
Ia tahu tak ada gunanya berbohong. “Seperti yang kau lihat, dia
sedang mengintaimu,” jawab Erwin lalu berjalan menuju lapangan. Rivaille masih
mengamati sosok Minazuki yang berlari hingga sosok gadis itu hilang dari
pandangan. Ia berbalik mendekati Erwin yang tengah asyik memeriksa kudanya.
“Apa kau masih belum mau menemuinya?” tegur Erwin ketika Rivaille
duduk dikursi kayunya.
“Hm..”
“Bukankah
kau memiliki hubungan dengannya?”
“Entahlah...”
“Apa tadi kau melihatnya? Dia sangat manis
memakai seragam itu, kurasa kau harus melihatnya secara langsung,”
“Aku tak akan menuruti perkataanmu Erwin,”
“Sebentar lagi kita akan pergi melakukan ekspedisi, kuharap hal ini
tidak mengganggu performamu,”
Rivaille berdiri dan berjalan meninggalkan Erwin. “Tak perlu khawatir
aku bisa mengatasinya..”
Setelah
melakukan latihan Fisik, scouting trainee melakukan latihan menggunakan manuver
three dimensional. Mungkin Minazuki tidak cukup kuat ketika berlari sambil
menggendong ranselnya namun ketika menggunakan manuver three dimensional, ia
melesat dengan sangat cepat. Karena tubuhnya sangat ringan dengan tingginya
yang hanya 158cm dan berat 45kg membuatnya mampu melesat sangat ringan diudara
dan ia mampu menyeimbangkan gerakannya dengan Kris (sahabatnya) ketika mereka
membuat sebuah formasi kombinasi serangan, dan ia sering mengajukan diri
sebagai umpan. Meskipun dalam hal fisik dan memanah dia masih belum cukup kuat
tapi dia memiliki keseimbangan yang sangat bagus dalam manuver three
dimensional.
“Minazuki!”
panggil Kris yang sedang berlari menghampirinya. Kristina Burnhild, salah satu
yang terbaik diangkatan mereka. Memiliki kepekaan menyerang, tehnik memanah
yang sangat baik, singkatnya dia sangat kuat. Kris memiliki tubuh tinggi
ramping, pertama kali mengenalnya orang-orang akan menyangka dia seorang anak
lelaki imut, karena dia tidak suka memiliki rambut panjang ia memangkas
rambutnya seperti anak laki-laki. Meskipun tomboy, Kris sangat digandrungi para
anak laki-laki. “Hari ini kau sangat bagus, pelatih menyukai strategi kombinasi
kita,”. Serunya girang.
“Benarkah?”
Minazuki mengeluarkan tas berisi pakaian dan busurnya dari dalam loker.
“Syukurlah, kupikir aku membuat formasi khusus itu terlihat jelek, aku grogi
sekali.” Ia membersihkan tubuhnya yang dipenuhi kotoran dengan sebuah sapu
tangan, baju dan wajahnya juga telah dipenuhi tanah.
“Hei,
bagaimana kalau setelah ini kita bersantai keliling kota?” ajak Kris, dia
merangkul Minazuki dengan semangat. “Aku ingin sekali makan sesuatu yang
maniiss,” pekiknya girang.
Minazuki
tertawa melihat sahabatnya yang girang setengah mati setelah mereka berdua
berhasil melakukan formasi itu. Tanpa mereka sadari kehebohan itu juga
menyerang murid trainee lainnya, tiba-tiba saja seseorang menarik lengan Kris
dari atas bahu Minazuki. Dengan penuh kebingungan keduanya menatap orang itu.
Tanpa sempat bereaksi lagi, ia telah
ditarik pergi oleh seorang pria bertudung dan berjubah hijau dengan tanda
survey corps. Orang itu menyeret Minazuki menuju seekor kuda yang terikat
dihalaman akademi.
“Tunggu,” Minazuki menarik jubah itu
hingga tudungnya terlepas. Pria berambut hitam kelam dengan mata kegelapannya
itu menatap tajam wajah kotor Minazuki.
“Naik!” perintahnya. Minazuki melihat
Kris yang berlari menyusulnya.
“Tak apa, aku baik-baik saja! Kau
tidak perlu menungguku, Kris” pekiknya membuat Kris menghentikan langkahnya.
Minazuki menaiki kuda itu dengan
sukarela, tanpa disadarinya ia masih memegang tas berisi busur yang tadi di
ambilnya. Padahal ia telah berencana akan berlatih memanah lagi. Rivaille naik
ke atas kuda dan duduk dibelakangnya setelah menutup wajahnya lagi.
Rivaille
membawa Minazuki menuju kekastilnya, mereka berdua berjalan dalam diam
disepanjang koridor kastil. Hingga akhirnya keduanya masuk kedalam ruangan
Rivaille. Rivaille melepaskan jubah dan jaketnya kemudian menaruhnya digantungan
baju. Ia menggulung lengan bajunya setengah tangan dan melepaskan tiga kancing
teratas kemejanya.
“Baumu seperti seekor kuda, kadet”
protes Rivaille wajahnya terlihat semakin kusut, ia bersandar pada tembok
didekat jendela sambil menyilangkan kedua tangannya didada, mendengar
kata-katanya membuat Minazuki merasa sedikit sebal.
“Hmm.. bukankah ini salahmu sendiri,
kau baru saja menculikku tepat disaat aku selesai latihan manuver,”
“Menculikmu?” ulang Rivaille.
“Ya, dan kau melakukannya didepan teman-temanku.
Oh ya kenapa kau menatap Kris dengan pandangan tak sopanmu itu?”
“Hoo.. jadi namanya Kris? Apa dia
kekasihmu?”
“Ap- Hah?!”
“Sebaiknya kau mandi kadet, aku tak
suka melihatnya.. kau terlihat seperti seonggok kotoran,”
“Hmm, saran yang pintar. Seharusnya
kau membiarkanku mandi di asrama, pulangkan aku sekarang juga,”
“Hmm... kau boleh... menggunakan kamar
mandiku,” serunya santai dengan tangan menunjuk pintu ke arah kamar mandi namun
ia sibuk menatap pemandangan diluar jendela.
Minazuki menghela napas panjang.
“Oh, kalau kau tidak bawa baju ganti.
Gunakan saja handuk milikku, aku akan menyuruh seseorang mencucikan bajumu,
kita bisa menunggunya disini hingga kering,”
“Rencana yang cerdas, tuan Ackerman. Baiklah,
Aku akan mandi,”
Minazuki mengikuti saran Rivaille
untuk mandi namun ia sama sekali tidak tahu kalau sekarang Rivaille sedang
berusaha keras menahan tawanya.
Rivaille sudah menunggu selama
setengah jam, ia sangat ingin melihat wajah Minazuki yang berubah semerah
tomat. Sudah lama ia tak mengerjai gadis itu, jadi hari ini adalah hari yang sangat ditunggunya.
Menurutnya wajah Minazuki yang semerah tomat terlihat sangat manis.
Ia
dapat mendengar suara langkah kaki Minazuki keluar dari kamar mandi. “Aku sudah
selesai, Kapten,” lapornya.
Rivaille
berbalik menatap Minazuki, ia sudah berusaha mati-matian untuk menyembunyikan
senyuman liciknya. Namun sepertinya ia tak bisa mencegah senyuman itu, ketika
matanya menatap Minazuki secepat kilat ia kembali memasang wajah tanpa ekspresinya.
“Kau
tidak pakai handuk?” tanyanya dengan nada tidak percaya.
“Sepertinya
ini bukan hari keberuntungan untukmu Kapten, aku memakainya untuk mengeringkan
rambut,” seru Minazuki sembari menyentuh rambut panjangnya.
Rivaille
menyandarkan dirinya pada kusen jendela ia melipat lagi kedua tangannya didada,
menatap diam dengan wajah tanpa ekspresi.
Ia
melihat Minazuki sudah tidak lagi mengenakan pakaian lamanya. Gadis itu mengenakan
sepatu boots pasukan scout, celana ketat warna coklat, dengan atasan feminim
yang terlihat santai namun formal dengan warna coklat putih. Tak lupa sabuk
manuver three dimensional terlilit ditubuhnya. Rambut hitam panjangnya yang
setengah kering ia biarkan tergerai dipunggungnya.
Rivaille
bergerak mendekati Minazuki yang sedang memasukkan seragam kotornya kedalam
tas.
“Kau
terlihat sangat berbeda,”
“Apa?”
Rivaille
meraih dua tali yang terjuntai dibagian dada Minazuki. Ia menarik tali baju itu
dan mengikatnya rapi.
“Kau
terlihat... hmmm.. cantik,”
“Lalu?”
“Kau...
terlihat... seksi.. dan elegan, tapi jangan pernah lupa mengikat tali ini,”
serunya lagi sembari menunjuk tali yang baru saja diikatnya.
Minazuki
kebingungan melihat sikap Rivaille yang tiba-tiba berubah. Ia menyentuh dahi
Rivaille untuk memeriksanya.
“Kau
sakit ya?” tanyanya dengan wajah khawatir. Rivaille menepis tangan Minazuki
dari dahinya.
“Idiot,”
seru Rivaille sambil menjitak pelan kepala Minazuki. Gadis itu mengelus
kepalanya sendiri.
“Hmm..
terdengar lebih baik,” balas Minazuki tersenyum lembut. Rivaille ikut menaruh
tangan kuatnya dikepala Minazuki dan mengelus lembut kepala gadis itu. ia
merasa bersalah telah menjitaknya.
“Ayo
kita pergi,” ajak Rivaille sambil menarik tangan Minazuki.
“Jadi
sekarang kau punya banyak waktu luang, Kapten?” tanya gadis itu sebal. Rivaille
tahu ia sedang disindir. Ia menatap wajah gadis yang berdiri di depannya dengan
tatapan dingin kemudian menyentuh pipinya dan berbisik ditelinga gadis itu.
“Atau..
kita bisa berduaan di dalam sini saja? Aku bisa membantumu belajar sesuatu yang
menyenangkan dan menguncikan pintu itu untukmu,” serunya.
Minazuki
tersenyum menatap wajah Rivaille. “Baiklah, ayo kita pergi.. maniak,” ajaknya.
Namun Rivaille menarik tangannya lagi hingga ia berbalik dan mendekat ketubuh
Rivaille.
“Kau
yakin tidak mau mencoba rencana kedua tadi? Menurutku rencana itu terdengar
lebih bagus,” seru Rivaille dengan wajah serius.
Minazuki tersenyum. “Sakitmu sudah
sangat parah Rivaille, ayo kita jalan-jalan,” Rivaille berjalan menuju
gantungan baju ia memakai jaket dan jubahnya lalu menggandeng tangan Minazuki.
Menariknya keluar dari ruang kerja itu.
“Apa tidak apa-apa melakukan ini?”
tanya Minazuki sambil mengangkat gandengan tangan mereka.
“Aku sedang menculikmu, kalau ku lepas
kau akan kabur,” jawabnya santai.
Rivaille membawa Minazuki berjalan
menuju distrik perbelanjaan, ada sebuah toko tempat menjual teh yang sangat
ingin didatanginya. Hari itu keduanya menjadi pusat perhatian banyak orang. Itu
adalah pertama kalinya mereka melihat kapten dari pasukan pengintai menggandeng
tangan seorang gadis.
“Kenapa kita kesini?” tanya Minazuki
sambil melihat botol-botol yang terjejer rapi di etalase. Didalamnya ada
berbagai macam jenis teh.
“Kau tidak tahu?” tanya Rivaille
sambil mengamati gadis yang berdiri disebelahnya sedang asyik melihat-lihat.
“Aku
sering melihatmu memilah-milah daun teh, dan kau melakukannya sambil tersenyum
cerah sama ketika kau melakukan pembersihan rumah secara berkala, bagiku itu
sedikit aneh,”
“Beraninya
kau meledekku,” serunya dingin. “Aku akan membuatkanmu sesuatu dengan daun-daun
ini, kau mau?” tawarnya.
“Dimana
kau akan membuatnya?”
“A..
tunggu sebentar..” Rivaille melepas gandengan mereka dan menemui pemilik toko
teh. Minazuki melihat mereka berbicara panjang lebar dan tak lama kemudian
Rivaille telah berada disisi bagian penjualan.
“Hei,
apa yang kau lakukan? Kau akan mengacaukan toko ini,”
“Duduk,”
titah Rivaille. Minazuki refleks duduk ia tak ingin ribut dengan Rivaille di
tempat umum seperti ini.
Ia
melihat Rivaille sedang memilih dan mencampur beberapa daun teh dengan sangat
serius (baca: dengan wajah tanpa ekspresi) lalu menyeduhnya. Pekerjaannya
sangat rapi dan elegan. Ia benar-benar manusia klasik, semua yang dilakukannya
tertata dan penuh kedisiplinan. Ia bisa merasakan perbedaan besar antara
dirinya dan Rivaille, wajar saja jika selama ini Rivaille menyebutnya bodoh.
“Kau
terlihat seperti seorang profesional,” puji Minazuki.
“Hoo,
benarkah? Apa kau semakin terpesona padaku?” balasnya.
Minazuki
tertawa. “Aku akan mengatakan ya jika kau menyeduhkan teh untukku setiap hari,”
Rivaille
melemparkan tatapan kilat padanya.
“Apa?”
tanya Minazuki ingin tahu, dia takut telah mengatakan sesuatu yang salah.
“Apa barusan kau melamarku? Bisa kau
ulangi lagi? Aku tidak jelas mendengarnya,”
“Baka! Itu hanya kiasan.. kata
kiasan,” jelas Minazuki panik. Rivaille kembali menyibukkan dirinya pada proses
penyeduhan teh yang sedang dikerjakannya. Beberapa menit kemudian ia telah
selesai menyeduh tehnya. Minazuki memperhatikan setiap gerak tubuh Rivaille
yang sangat lembut memperlakukan peralatan teh itu.
Rivaille menyajikan dua cangkir teh buatannya
dan sepiring kue berbentuk bulat dan tengahnya berlubang. Lalu ia kembali duduk
disebelah Minazuki.
“Boleh ku coba?” tanya Minazuki
meminta ijin, Rivaille memberinya anggukan elegan. Ia pun meminumnya dengan
hati-hati. Teh itu terasa sangat segar dan efek yang dirasakan setelahnya
membuat perasaan jadi lebih bersemangat dan gembira. Minazuki tersenyum. “Ini
enak sekali,” pujinya sambil meminum teh itu lagi.
Rivaille kembali memegang tangan
Minazuki dan menaruhnya diatas lututnya mengelus tangan Minazuki lembut. Ia
meminum tehnya dalam diam, Minazuki merasa ada yang berbeda dari sikap
Rivaille.
“Apa kau baik-baik saja?” tanya gadis
itu dengan wajah khawatir.
“Tentu saja, jangan memasang wajah
seperti itu,” serunya sambil mengelus lembut pipi Minazuki.
“Setelah ini kita akan kemana?”
“Kau masih ingin jalan? Padahal kakimu
kecil tapi ternyata cukup bersemangat juga,” ledek Rivaille.
“Tentu saja, sejak aku masuk akademi
ini pertama kalinya kita bertemu lagi.. jadi.. aku masih ingin berlama-lama
denganmu,” pinta Minazuki. Ia tahu kata-katanya terdengar hopeless, tiba-tiba
ia merasa sangat khawatir pada Rivaille.
“Baiklah, kucing cerewet!” Rivaille
mencubit pipi Minazuki. Ia hanya bisa meringis dan memukul pelan lengan
Rivaille. Ia ingin memegang tangan kuat ini selamanya.
Mereka berdua berjalan hingga sampai
disebuah taman yang pinggirannya terdapat sungai panjang. Ada sebuah pohon
besar dan dibawahnya bertaburan batu-batu besar. Mereka memutuskan untuk
berhenti disitu dan menikmati air sungai yang jernih sambil mendengarkan bunyi
gesekan daun pada pepohonan.
Minazuki melepas sepatu boots-nya dan
memainkan kakinya di air yang jernih. Rivaille duduk direrumputan mengamatinya.
“Bagaimana pelatihanmu?” tanya
Rivaille.
“Aku cukup bagus dalam praktek manuver
three dimensional tapi sangat bodoh dalam pelajaran memanah, jadi Jacob sering
menghukumku,”
“Kau memang pantas dihukum, kucing
idiot,”
“Siapa yang kau sebut bodoh, hah?!”
seru Minazuki, ia memercikkan air kearah Rivaille dengan tangannya.
“Hentikan! Kau membuatku basah!”
protesnya.
“Sepertinya ada suatu hal yang
mengganggumu, apa kau ingin cerita?” tanya Minazuki.
Rivaille diam sejenak sebelum menjawab
pertanyaan Minazuki. “Besok kami akan melakukan ekspedisi, tidak tahu kapan
akan kembali,”
“Hontou?” Minazuki bangkit dan
berjalan mendekati Rivaille lalu duduk disebelahnya.
“Kami
hampir mendapatkan informasi yang kami butuhkan akan lebih baik kalau selama
sebulan mencari informasi lanjutan dan meneruskan misi sejauh mungkin, mungkin aku
tidak akan bisa memikirkan hal lain saat menjalankan misi,”
“Kurasa kau bisa meluangkan waktu
sejenak untuk memikirkan kebodohanku,” celetuk Minazuki. Rivaille menatap
Minazuki dengan tatapan dingin tanpa ekspresi. Namun Minazuki membalasnya
dengan senyuman ia meletakkan kepalanya dibahu Rivaille. Mereka berdua terdiam
menikmati suara air sungai mengalir dan hembusan angin yang berebutan melalui
celah dedaunan. Sangat tenang.
“Aku
memahami satu hal penting tentangmu..”celetuk Minazuki.
“Apa..?”
“Kau..
tidak boleh jatuh cinta, kan?”
Rivaille
terhenyak mendengar kata-kata Minazuki, seketika ia merasa dadanya perih seolah
tertusuk pisau secara bertubi-tubi. Rivaille Ackerman tidak boleh jatuh cinta?
“Hhh..
idiot, jangan berkata seolah kau tau segalanya tentangku,” jawab Rivaille
dingin.
Minazuki
tersenyum dan menggandeng lengan Rivaille.
“Daijoubu,
pergilah dengan tenang selama ekspedisi. Aku akan merawat rumah itu untukmu,
mungkin tidak akan sebersih ketika kau berada dirumah sih. Dan aku juga akan
berusaha sebaik mungkin dalam reguku sendiri..”
Rivaille
menatap Minazuki dan memperhatikannya lama.
“Nani?”
tanya Minazuki jengah.
“Kau
membuatku ingin segera menarikmu pulang kerumah dan mengunci pintu kamar,”
“Geez,
hentikan pikiranmu itu,” serunya sebal. Minazuki kembali menyandarkan kepalanya
dibahu Rivaille dan mereka berdua kembali terdiam.
“Ayo
kita menikah,”
“Ap_hah?!”
Minazuki tersentak dan menatap Rivaille. “Kau keterlaluan.. aku mengerti kalau
kau suka bercanda dengan gaya yang aneh, tapi kali ini bercandamu keterlaluan,”
serunya dengan wajah kesal. Rivaille bangkit dan mengambil sepatu boots
Minazuki, ia memasangkannya dikaki gadis itu. Menikah tidak semudah
mengucapkannya.
“Kau pikir aku bercanda?”
“Apa kau serius?”
“Ayo, ikut aku..” Rivaille mengulurkan tangannya pada Minazuki dan gadis itu meraih tangannya lalu menariknya pergi.
*
* *
PS : Sorry untuk alur cerita yang masih nggak bagus karena ini pertama kalinya aku membuat sebuah cerita yang berhasil hingga sejauh ini, selama proses mengerjakan ini aku terganggu dengan beberapa plot baru untuk cerita SnK Special Levi Rivaille, aku ingin mengerjakan cerita baru itu padahal untuk SnK ini saja yang terpost baru sampai chapter 4, cerita ini tidak ada sangkut pautnya dengan cerita asli SnK, jadi sekali lagi gomeeen kalau banyak keurangan. Aku akan terus mencoba untuk memperbaiki gaya penulisan dan alur yang kubawakan. Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk membaca. Have a nice day : )
0 comments:
Post a Comment