Sunday 5 July 2015

Shingeki No Kyojin : Chapter 4 [Bunga Liar / Wild Flower]

BY Unknown IN No comments



Shingeki No Kyojin Special : Levi’s  Romantic Love Story
“Wild Flower”

Cast     : Levi Ackerman x Rhein Forester
Genre  : Romance, Action, Mature

Chapter 4
Marry me stupid brat!

Tiga bulan berlalu sejak Minazuki lolos ujian masuk scout trainee. Kehidupannya berubah dan dia sekarang harus tinggal di asrama bersama teman-temannya, meskipun sekarang dia tinggal di asarama disaat luang dia akan pulang kerumah Rivaille dan melakukan bersih-bersih kilat. Setidaknya lelaki itu akan bisa bersantai jika ia pulang kerumah.

          Namun sudah tiga bulan ini juga ia sama sekali tidak bertemu Rivaille. Kebiasaaannya mengantar makanan masih terus berlanjut, tapi ia selalu ditahan oleh prajurit scouting legion dan tidak diperbolehkan masuk ke ruangan Rivaille dan makanan yang dibuatnya hanya bisa disampaikan melalui prajurit tersebut. Tidak bisa melihat Rivaille membuatnya sangat frustrasi. Ia pun berpikir bahwa Rivaille sedang menjauhinya.

          Perubahan terjadi sekitar seminggu belakangan ini, Minazuki sudah diperbolehkan lagi mengunjungi ruangan Kapten muda itu. namun sama saja seperti kejadian sebelumnya, Rivaille selalu tidak ada ditempatnya. Ia pun semakin frustrasi. Hari itu pun dia sengaja berlama-lama dalam ruangan Rivaille setelah menaruh makanan yang dibawanya diatas meja kerja. Meskipun tahu Rivaille tak akan muncul ia tetap menunggu, lima belas menit berlalu ia memutuskan untuk pergi dan segera kembali ke akademi. Kerena akan ada latihan manuver three dimensional, jadi ia tak ingin melewatkan latihan sepenting itu.

          Dengan wajah muram ia pergi meninggalkan ruangan Rivaille, kakinya bergerak cepat menuruni tangga hingga ia tidak memperhatikan sekelilingnya dan menabrak Eren yang menaiki tangga dijalur yang sama dengannya.

          “Minazuki, daijoubu?” sapa Eren, dia mengulurkan tangannya untuk membantu Minazuki berdiri. Gadis itu menyambut tangan Eren dan mendorong tubuhnya.

          “Terima kasih, Eren,” serunya sambil membersihkan dirinya dari debu. “Kau mau kemana?”

          “Ah, ada yang harus kukerjakan, kau masih mengantar makanan untuknya?” tanya Eren, ada nada sebal dalam suaranya.

          Minazuki menunjukkan wajah sendunya, ia sudah tak bisa menyembunyikannya lagi. “Hmm.. iya begitulah, kalau begitu aku pergi dulu ya. Hari ini ada latihan manuver three dimensional, jadi aku harus segera kembali ke akademi,”

          “Baiklah. Hati-hati dijalan,”

          “Makasih, kau juga Eren,” Minazuki berlari menuruni tangga meninggalkan Eren. Namun langkahnya terhenti ketika mendengar Eren memanggil namanya.

          “Kalau kau... ingin bertemu Kapten, sekarang dia sedang berada di lapangan berkuda,”

          Minazuki membulatkan matanya. Sebenarnya ini adalah informasi berharga. Namun ia memutuskan untuk mengabaikannya.

          “Sepertinya aku tak bisa menemuinya Eren, sudah tak ada waktu lagi,”

          “Baiklah, atau kalau mau aku bisa menyampaikan pesanmu untuknya?”

          Minazuki menggelengkan kepalanya. “Tidak usah, aku pergi dulu ya. Bye Eren!”

          Minazuki terus berlari disepanjang koridor, tiba-tiba saja dalam hati ia merasa tidak ingin melihat Rivaille. Tapi tubuhnya menginginkan hal yang berbeda, kakinya terus membawanya berlari sepanjang koridor menuju lapangan berkuda. Ia menemukan sebuah tempat mengawasi yang sempurna dibalik salah satu dinding.

          Ia bisa dengan jelas melihat sosok Rivaille yang sedang sibuk membantu teman-temannya membersihkan kuda. Lama tak melihat lelaki itu, dia justru terlihat semakin tampan saja.

“Apa yang kau lihat Minazuki?” Suara Komandan Erwin yang keras mengagetkan Minazuki dan membuatnya semakin menempel ke dinding persembunyiannya. Ia merasa sangat malu.

“Komandan Erwin!” bisiknya.

“Kau sedang mengamati Ackerman ya? Kenapa tidak menyapa..”

“Ssstttt... kecilkan suara anda, kumohoooonnn,”

Erwin kebingungan melihat tingkah Minazuki, namun ia tersenyum mengikuti permintaan gadis itu.

“Kau ingin aku menyampaikan pesan untuknya?” Minazuki menggeleng kan kepalanya.

“Komohon jangan katakan padanya kau bertemu denganku komandan!” pinta Minazuki yang masih bersembunyi dibalik tembok.

Erwin menoleh kearah Rivaille dan berjengit kaget. Kini Rivaille sedang mengamati dirinya.

“Ah, baiklah.. aku tidak akan bilang apa-apa..” serunya sambil mengamati seragam Minazuki. “Hei, kau ikut akademi?”

Minazuki menepuk dahinya kuat-kuat. Ia lupa bahwa ia harus segera kembali ke akademi. “Maaf Komandan aku pergi dulu!” serunya sambil memberi salute pada komandan Erwin. Minazuki berlari disepanjang koridor kaca itu meninggalkan Erwin yang masih mengamati kepergiannya.

“Sedang apa dia disini?” Suara Rivaille mengagetkan Erwin, kini ia telah berdiri disebelahnya sambil bersandar pada tembok.

Ia tahu tak ada gunanya berbohong. “Seperti yang kau lihat, dia sedang mengintaimu,” jawab Erwin lalu berjalan menuju lapangan. Rivaille masih mengamati sosok Minazuki yang berlari hingga sosok gadis itu hilang dari pandangan. Ia berbalik mendekati Erwin yang tengah asyik memeriksa kudanya.

“Apa kau masih belum mau menemuinya?” tegur Erwin ketika Rivaille duduk dikursi kayunya.

“Hm..”
         
“Bukankah kau memiliki hubungan dengannya?”
         
“Entahlah...”

“Apa tadi kau melihatnya? Dia sangat manis memakai seragam itu, kurasa kau harus melihatnya secara langsung,”

“Aku tak akan menuruti perkataanmu Erwin,”

“Sebentar lagi kita akan pergi melakukan ekspedisi, kuharap hal ini tidak mengganggu performamu,”

Rivaille berdiri dan berjalan meninggalkan Erwin. “Tak perlu khawatir aku bisa mengatasinya..”

Setelah melakukan latihan Fisik, scouting trainee melakukan latihan menggunakan manuver three dimensional. Mungkin Minazuki tidak cukup kuat ketika berlari sambil menggendong ranselnya namun ketika menggunakan manuver three dimensional, ia melesat dengan sangat cepat. Karena tubuhnya sangat ringan dengan tingginya yang hanya 158cm dan berat 45kg membuatnya mampu melesat sangat ringan diudara dan ia mampu menyeimbangkan gerakannya dengan Kris (sahabatnya) ketika mereka membuat sebuah formasi kombinasi serangan, dan ia sering mengajukan diri sebagai umpan. Meskipun dalam hal fisik dan memanah dia masih belum cukup kuat tapi dia memiliki keseimbangan yang sangat bagus dalam manuver three dimensional.         
         
“Minazuki!” panggil Kris yang sedang berlari menghampirinya. Kristina Burnhild, salah satu yang terbaik diangkatan mereka. Memiliki kepekaan menyerang, tehnik memanah yang sangat baik, singkatnya dia sangat kuat. Kris memiliki tubuh tinggi ramping, pertama kali mengenalnya orang-orang akan menyangka dia seorang anak lelaki imut, karena dia tidak suka memiliki rambut panjang ia memangkas rambutnya seperti anak laki-laki. Meskipun tomboy, Kris sangat digandrungi para anak laki-laki. “Hari ini kau sangat bagus, pelatih menyukai strategi kombinasi kita,”. Serunya girang.
         
“Benarkah?” Minazuki mengeluarkan tas berisi pakaian dan busurnya dari dalam loker. “Syukurlah, kupikir aku membuat formasi khusus itu terlihat jelek, aku grogi sekali.” Ia membersihkan tubuhnya yang dipenuhi kotoran dengan sebuah sapu tangan, baju dan wajahnya juga telah dipenuhi tanah.
         
“Hei, bagaimana kalau setelah ini kita bersantai keliling kota?” ajak Kris, dia merangkul Minazuki dengan semangat. “Aku ingin sekali makan sesuatu yang maniiss,” pekiknya girang.
         
Minazuki tertawa melihat sahabatnya yang girang setengah mati setelah mereka berdua berhasil melakukan formasi itu. Tanpa mereka sadari kehebohan itu juga menyerang murid trainee lainnya, tiba-tiba saja seseorang menarik lengan Kris dari atas bahu Minazuki. Dengan penuh kebingungan keduanya menatap orang itu.

          Tanpa sempat bereaksi lagi, ia telah ditarik pergi oleh seorang pria bertudung dan berjubah hijau dengan tanda survey corps. Orang itu menyeret Minazuki menuju seekor kuda yang terikat dihalaman akademi.

          “Tunggu,” Minazuki menarik jubah itu hingga tudungnya terlepas. Pria berambut hitam kelam dengan mata kegelapannya itu menatap tajam wajah kotor Minazuki.

          “Naik!” perintahnya. Minazuki melihat Kris yang berlari menyusulnya.

          “Tak apa, aku baik-baik saja! Kau tidak perlu menungguku, Kris” pekiknya membuat Kris menghentikan langkahnya.

          Minazuki menaiki kuda itu dengan sukarela, tanpa disadarinya ia masih memegang tas berisi busur yang tadi di ambilnya. Padahal ia telah berencana akan berlatih memanah lagi. Rivaille naik ke atas kuda dan duduk dibelakangnya setelah menutup wajahnya lagi.

Rivaille membawa Minazuki menuju kekastilnya, mereka berdua berjalan dalam diam disepanjang koridor kastil. Hingga akhirnya keduanya masuk kedalam ruangan Rivaille. Rivaille melepaskan jubah dan jaketnya kemudian menaruhnya digantungan baju. Ia menggulung lengan bajunya setengah tangan dan melepaskan tiga kancing teratas kemejanya.

          “Baumu seperti seekor kuda, kadet” protes Rivaille wajahnya terlihat semakin kusut, ia bersandar pada tembok didekat jendela sambil menyilangkan kedua tangannya didada, mendengar kata-katanya membuat Minazuki merasa sedikit sebal.

          “Hmm.. bukankah ini salahmu sendiri, kau baru saja menculikku tepat disaat aku selesai latihan manuver,”

          “Menculikmu?” ulang Rivaille.

          “Ya, dan kau melakukannya didepan teman-temanku. Oh ya kenapa kau menatap Kris dengan pandangan tak sopanmu itu?”

          “Hoo.. jadi namanya Kris? Apa dia kekasihmu?”

          “Ap- Hah?!”

          “Sebaiknya kau mandi kadet, aku tak suka melihatnya.. kau terlihat seperti seonggok kotoran,”

          “Hmm, saran yang pintar. Seharusnya kau membiarkanku mandi di asrama, pulangkan aku sekarang juga,”

          “Hmm... kau boleh... menggunakan kamar mandiku,” serunya santai dengan tangan menunjuk pintu ke arah kamar mandi namun ia sibuk menatap pemandangan diluar jendela.

          Minazuki menghela napas panjang.

          “Oh, kalau kau tidak bawa baju ganti. Gunakan saja handuk milikku, aku akan menyuruh seseorang mencucikan bajumu, kita bisa menunggunya disini hingga kering,”

          “Rencana yang cerdas, tuan Ackerman. Baiklah, Aku akan mandi,”

          Minazuki mengikuti saran Rivaille untuk mandi namun ia sama sekali tidak tahu kalau sekarang Rivaille sedang berusaha keras menahan tawanya.

          Rivaille sudah menunggu selama setengah jam, ia sangat ingin melihat wajah Minazuki yang berubah semerah tomat. Sudah lama ia tak mengerjai gadis itu, jadi hari  ini adalah hari yang sangat ditunggunya. Menurutnya wajah Minazuki yang semerah tomat terlihat sangat manis.

Ia dapat mendengar suara langkah kaki Minazuki keluar dari kamar mandi. “Aku sudah selesai, Kapten,” lapornya.

Rivaille berbalik menatap Minazuki, ia sudah berusaha mati-matian untuk menyembunyikan senyuman liciknya. Namun sepertinya ia tak bisa mencegah senyuman itu, ketika matanya menatap Minazuki secepat kilat ia kembali memasang wajah tanpa ekspresinya.
         
“Kau tidak pakai handuk?” tanyanya dengan nada tidak percaya.
         
“Sepertinya ini bukan hari keberuntungan untukmu Kapten, aku memakainya untuk mengeringkan rambut,” seru Minazuki sembari menyentuh rambut panjangnya.
         
Rivaille menyandarkan dirinya pada kusen jendela ia melipat lagi kedua tangannya didada, menatap diam dengan wajah tanpa ekspresi.
         
Ia melihat Minazuki sudah tidak lagi mengenakan pakaian lamanya. Gadis itu mengenakan sepatu boots pasukan scout, celana ketat warna coklat, dengan atasan feminim yang terlihat santai namun formal dengan warna coklat putih. Tak lupa sabuk manuver three dimensional terlilit ditubuhnya. Rambut hitam panjangnya yang setengah kering ia biarkan tergerai dipunggungnya.
         
Rivaille bergerak mendekati Minazuki yang sedang memasukkan seragam kotornya kedalam tas.
         
“Kau terlihat sangat berbeda,”
         
“Apa?”
         
Rivaille meraih dua tali yang terjuntai dibagian dada Minazuki. Ia menarik tali baju itu dan mengikatnya rapi.
         
“Kau terlihat... hmmm.. cantik,”
         
“Lalu?”
         
“Kau... terlihat... seksi.. dan elegan, tapi jangan pernah lupa mengikat tali ini,” serunya lagi sembari menunjuk tali yang baru saja diikatnya.
         
Minazuki kebingungan melihat sikap Rivaille yang tiba-tiba berubah. Ia menyentuh dahi Rivaille untuk memeriksanya.
         
“Kau sakit ya?” tanyanya dengan wajah khawatir. Rivaille menepis tangan Minazuki dari dahinya.
         
“Idiot,” seru Rivaille sambil menjitak pelan kepala Minazuki. Gadis itu mengelus kepalanya sendiri.
         
“Hmm.. terdengar lebih baik,” balas Minazuki tersenyum lembut. Rivaille ikut menaruh tangan kuatnya dikepala Minazuki dan mengelus lembut kepala gadis itu. ia merasa bersalah telah menjitaknya.

“Ayo kita pergi,” ajak Rivaille sambil menarik tangan Minazuki.

“Jadi sekarang kau punya banyak waktu luang, Kapten?” tanya gadis itu sebal. Rivaille tahu ia sedang disindir. Ia menatap wajah gadis yang berdiri di depannya dengan tatapan dingin kemudian menyentuh pipinya dan berbisik ditelinga gadis itu.

“Atau.. kita bisa berduaan di dalam sini saja? Aku bisa membantumu belajar sesuatu yang menyenangkan dan menguncikan pintu itu untukmu,” serunya.

Minazuki tersenyum menatap wajah Rivaille. “Baiklah, ayo kita pergi.. maniak,” ajaknya. Namun Rivaille menarik tangannya lagi hingga ia berbalik dan mendekat ketubuh Rivaille.

“Kau yakin tidak mau mencoba rencana kedua tadi? Menurutku rencana itu terdengar lebih bagus,” seru Rivaille dengan wajah serius.

          Minazuki tersenyum. “Sakitmu sudah sangat parah Rivaille, ayo kita jalan-jalan,” Rivaille berjalan menuju gantungan baju ia memakai jaket dan jubahnya lalu menggandeng tangan Minazuki. Menariknya keluar dari ruang kerja itu.

          “Apa tidak apa-apa melakukan ini?” tanya Minazuki sambil mengangkat gandengan tangan mereka.

          “Aku sedang menculikmu, kalau ku lepas kau akan kabur,” jawabnya santai.

          Rivaille membawa Minazuki berjalan menuju distrik perbelanjaan, ada sebuah toko tempat menjual teh yang sangat ingin didatanginya. Hari itu keduanya menjadi pusat perhatian banyak orang. Itu adalah pertama kalinya mereka melihat kapten dari pasukan pengintai menggandeng tangan seorang gadis.

          “Kenapa kita kesini?” tanya Minazuki sambil melihat botol-botol yang terjejer rapi di etalase. Didalamnya ada berbagai macam jenis teh.

          “Kau tidak tahu?” tanya Rivaille sambil mengamati gadis yang berdiri disebelahnya sedang asyik melihat-lihat.

“Aku sering melihatmu memilah-milah daun teh, dan kau melakukannya sambil tersenyum cerah sama ketika kau melakukan pembersihan rumah secara berkala, bagiku itu sedikit aneh,”

“Beraninya kau meledekku,” serunya dingin. “Aku akan membuatkanmu sesuatu dengan daun-daun ini, kau mau?” tawarnya.

“Dimana kau akan membuatnya?”

“A.. tunggu sebentar..” Rivaille melepas gandengan mereka dan menemui pemilik toko teh. Minazuki melihat mereka berbicara panjang lebar dan tak lama kemudian Rivaille telah berada disisi bagian penjualan.

“Hei, apa yang kau lakukan? Kau akan mengacaukan toko ini,”

“Duduk,” titah Rivaille. Minazuki refleks duduk ia tak ingin ribut dengan Rivaille di tempat umum seperti ini.

Ia melihat Rivaille sedang memilih dan mencampur beberapa daun teh dengan sangat serius (baca: dengan wajah tanpa ekspresi) lalu menyeduhnya. Pekerjaannya sangat rapi dan elegan. Ia benar-benar manusia klasik, semua yang dilakukannya tertata dan penuh kedisiplinan. Ia bisa merasakan perbedaan besar antara dirinya dan Rivaille, wajar saja jika selama ini Rivaille menyebutnya bodoh.

“Kau terlihat seperti seorang profesional,” puji Minazuki.

“Hoo, benarkah? Apa kau semakin terpesona padaku?” balasnya.

Minazuki tertawa. “Aku akan mengatakan ya jika kau menyeduhkan teh untukku setiap hari,”

Rivaille melemparkan tatapan kilat padanya.

“Apa?” tanya Minazuki ingin tahu, dia takut telah mengatakan sesuatu yang salah.

          “Apa barusan kau melamarku? Bisa kau ulangi lagi? Aku tidak jelas mendengarnya,”

          “Baka! Itu hanya kiasan.. kata kiasan,” jelas Minazuki panik. Rivaille kembali menyibukkan dirinya pada proses penyeduhan teh yang sedang dikerjakannya. Beberapa menit kemudian ia telah selesai menyeduh tehnya. Minazuki memperhatikan setiap gerak tubuh Rivaille yang sangat lembut memperlakukan peralatan teh itu.

          Rivaille menyajikan dua cangkir teh buatannya dan sepiring kue berbentuk bulat dan tengahnya berlubang. Lalu ia kembali duduk disebelah Minazuki.

          “Boleh ku coba?” tanya Minazuki meminta ijin, Rivaille memberinya anggukan elegan. Ia pun meminumnya dengan hati-hati. Teh itu terasa sangat segar dan efek yang dirasakan setelahnya membuat perasaan jadi lebih bersemangat dan gembira. Minazuki tersenyum. “Ini enak sekali,” pujinya sambil meminum teh itu lagi.

          Rivaille kembali memegang tangan Minazuki dan menaruhnya diatas lututnya mengelus tangan Minazuki lembut. Ia meminum tehnya dalam diam, Minazuki merasa ada yang berbeda dari sikap Rivaille.

          “Apa kau baik-baik saja?” tanya gadis itu dengan wajah khawatir.

          “Tentu saja, jangan memasang wajah seperti itu,” serunya sambil mengelus lembut pipi Minazuki.

          “Setelah ini kita akan kemana?”

          “Kau masih ingin jalan? Padahal kakimu kecil tapi ternyata cukup bersemangat juga,” ledek Rivaille.

          “Tentu saja, sejak aku masuk akademi ini pertama kalinya kita bertemu lagi.. jadi.. aku masih ingin berlama-lama denganmu,” pinta Minazuki. Ia tahu kata-katanya terdengar hopeless, tiba-tiba ia merasa sangat khawatir pada Rivaille.

          “Baiklah, kucing cerewet!” Rivaille mencubit pipi Minazuki. Ia hanya bisa meringis dan memukul pelan lengan Rivaille. Ia ingin memegang tangan kuat ini selamanya.

          Mereka berdua berjalan hingga sampai disebuah taman yang pinggirannya terdapat sungai panjang. Ada sebuah pohon besar dan dibawahnya bertaburan batu-batu besar. Mereka memutuskan untuk berhenti disitu dan menikmati air sungai yang jernih sambil mendengarkan bunyi gesekan daun pada pepohonan.

          Minazuki melepas sepatu boots-nya dan memainkan kakinya di air yang jernih. Rivaille duduk direrumputan mengamatinya.

          “Bagaimana pelatihanmu?” tanya Rivaille.

          “Aku cukup bagus dalam praktek manuver three dimensional tapi sangat bodoh dalam pelajaran memanah, jadi Jacob sering menghukumku,”

          “Kau memang pantas dihukum, kucing idiot,”

          “Siapa yang kau sebut bodoh, hah?!” seru Minazuki, ia memercikkan air kearah Rivaille dengan tangannya.

          “Hentikan! Kau membuatku basah!” protesnya.

          “Sepertinya ada suatu hal yang mengganggumu, apa kau ingin cerita?” tanya Minazuki.

          Rivaille diam sejenak sebelum menjawab pertanyaan Minazuki. “Besok kami akan melakukan ekspedisi, tidak tahu kapan akan kembali,”

          “Hontou?” Minazuki bangkit dan berjalan mendekati Rivaille lalu duduk disebelahnya.

“Kami hampir mendapatkan informasi yang kami butuhkan akan lebih baik kalau selama sebulan mencari informasi lanjutan dan meneruskan misi sejauh mungkin, mungkin aku tidak akan bisa memikirkan hal lain saat menjalankan misi,”

          “Kurasa kau bisa meluangkan waktu sejenak untuk memikirkan kebodohanku,” celetuk Minazuki. Rivaille menatap Minazuki dengan tatapan dingin tanpa ekspresi. Namun Minazuki membalasnya dengan senyuman ia meletakkan kepalanya dibahu Rivaille. Mereka berdua terdiam menikmati suara air sungai mengalir dan hembusan angin yang berebutan melalui celah dedaunan. Sangat tenang.

“Aku memahami satu hal penting tentangmu..”celetuk Minazuki.

“Apa..?”

“Kau.. tidak boleh jatuh cinta, kan?”

Rivaille terhenyak mendengar kata-kata Minazuki, seketika ia merasa dadanya perih seolah tertusuk pisau secara bertubi-tubi. Rivaille Ackerman tidak boleh jatuh cinta?

“Hhh.. idiot, jangan berkata seolah kau tau segalanya tentangku,” jawab Rivaille dingin.

Minazuki tersenyum dan menggandeng lengan Rivaille.

“Daijoubu, pergilah dengan tenang selama ekspedisi. Aku akan merawat rumah itu untukmu, mungkin tidak akan sebersih ketika kau berada dirumah sih. Dan aku juga akan berusaha sebaik mungkin dalam reguku sendiri..”

Rivaille menatap Minazuki dan memperhatikannya lama.

“Nani?” tanya Minazuki jengah.

“Kau membuatku ingin segera menarikmu pulang kerumah dan mengunci pintu kamar,”

“Geez, hentikan pikiranmu itu,” serunya sebal. Minazuki kembali menyandarkan kepalanya dibahu Rivaille dan mereka berdua kembali terdiam.

“Ayo kita menikah,”

“Ap_hah?!” Minazuki tersentak dan menatap Rivaille. “Kau keterlaluan.. aku mengerti kalau kau suka bercanda dengan gaya yang aneh, tapi kali ini bercandamu keterlaluan,” serunya dengan wajah kesal. Rivaille bangkit dan mengambil sepatu boots Minazuki, ia memasangkannya dikaki gadis itu. Menikah tidak semudah mengucapkannya.


“Kau pikir aku bercanda?”

“Apa kau serius?”

“Ayo, ikut aku..” Rivaille mengulurkan tangannya pada Minazuki dan gadis itu meraih tangannya lalu menariknya pergi.

* * *


PS : Sorry untuk alur cerita yang masih nggak bagus karena ini pertama kalinya aku membuat sebuah cerita yang berhasil hingga sejauh ini, selama proses mengerjakan ini aku terganggu dengan beberapa plot baru untuk cerita SnK Special Levi Rivaille, aku ingin mengerjakan cerita baru itu padahal untuk SnK ini saja yang terpost baru sampai chapter 4, cerita ini tidak ada sangkut pautnya dengan cerita asli SnK, jadi sekali lagi gomeeen kalau banyak keurangan. Aku akan terus mencoba untuk memperbaiki gaya penulisan dan alur yang kubawakan. Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk membaca. Have a nice day : )

0 comments:

Post a Comment