Saturday 18 July 2015

Shingeki No Kyojin : Chapter 7 [Bunga Liar / Wild Flower]

BY Unknown IN No comments



Shingeki No Kyojin Special : Levi’s  Romantic Love Story
“Wild Flower”
 
Cast     : Levi Ackerman x Rhein Forester
Genre  : Romance, Action, Mature
            
Chapter 7
Can I See You Again?

          Seminggu kemudian, survey corps kembali dari ekspedisi..

Rivaille keluar dari dalam pintu ruangan pemimpin akademi, ia berjalan pelan di sepanjang koridor akademi itu, tak ada ekpresi di wajahnya ia hanya terus berjalan dilorong sepi itu dan langkahnya terhenti dideretan loker panjang. Ia menatap koridor lain dan berbelok di koridor itu menuju jalan lain yang mengarah ke asrama dimana kamar Minazuki dan Kris berada.

Perlahan ia membuka pintu kamar itu, tak ada yang berubah dalam kamar itu. Rivaille menutup pintu dan mendekati salah satu kasur dimana sebuah baju yang sangat dikenalnya terlipat diatas kasur. Ia mengambil baju itu dan duduk.

Tak ada kata-kata.

Hanya keheningan.
* * *

Satu tahun kemudian... bell besar itu berdentang lagi...

Sekali lagi penyerangan oleh para Titan terjadi, meskipun pintu telah tertutup dan umat manusia telah mendapat kemenangan, namun tak bisa dipungkiri dinding-dinding itu masih bisa di jebol oleh Titan, hanya dalam sekejap saja beberapa Titan telah muncul dan mengamuk dibeberapa desa dan hanya tinggal masalah waktu sebelum muncul di dalam kota. Namun bagaimana dinding sekokoh itu bisa jebol lagi? hal ini tidak pernah terjadi sebelumnya, bahkan setengah tahun lalu saat mereka memperkirakan kepastian tentang adanya Titan didalam dinding yang melindungi mereka, hari itu mereka beranggapan bahwa harus secepat mungkin mereka harus menutup lubang yang terbuka itu.

          “Semuanya tetap fokus menghabisi Titan sebelum mereka mencapai kota,” perintah Rivaille menggaung di udara. Ia berputar, melesat dan berpindah dari satu tempat ketempat lain hanya dengan kedipan mata. “Tiga Titan kelas 12 meter diarah kanan, dua Titan kelas 8 dan 5 meter diarah kiri, dua Titan kelas 12 meter mendekat dari arah Timur,”

          “Kapten! Terlalu banyak yang datang mendekat dengan kecepatan maksimal!” teriak salah satu kadet.

          “Hanji! Kau dan timmu bereskan dua titan kelas 12 meter! Margo! Kau dan timmu bereskan titan berukuran kelas 8 dan 5 meter, berpencar dan perhatikan formasi penyerangan,”

          “Kapten bagaimana dengan tiga titan kelas 12 meter  yang tersisa?!”

          “Aku yang akan membereskannya,”

         Semuanya berpencar menuju kesegala arah yang telah diperintahkan. Rivaille mengerti sekali bagaimana menghabisi mereka hanya dalam satu tebasan atau beberapa tebasan? Dia tampak membencinya namun perasaannya akan terasa sangat baik ketika dia berputar di udara dan menghunus pisau-pisau tajamnya kearah leher para Titan.

          Ia berhasil menyilet satu Titan dan berputar mengitarinya. Oh ya, dia memang berniat untuk tidak memberikan kematian yang sangat mudah untuk para Titan itu. kematian yang pantas adalah kematian yang tercabik-cabik hingga darah menguap disekitarnya.

          “Rivaille kelihatan tidak baik hari ini!” pekik Hanji selagi ia dan timnya berusaha menghabisi jatah Titan mereka.

          “Kenapa Hanji? Dia terlihat sangat bersemangat mengiris-iris Titan-Titan itu, tak ada yang perlu dikhawatirkan!” teriak Aldo salah satu anak buah Hanji.

          “Justru karena itu, seharusnya ia tidak melakukannya didepan begitu banyak Titan. Dia harus mengakhirnya dengan satu serangan, Semuanya cepat selesaikan misi kita agar bisa segera membantunya, dia benar-benar menggila beberapa bulan ini,”

          Rivaille tidak perduli, dia ingin mengiris iris Titan-Titan itu sesuka hatinya. Penyerangan itu sama.. seperti setahun yang lalu. Rivaille membelas bagian tengkuk salah satu Titan yang sudah ia cincang tubuhnya dan menghindar kesalah satu atap.

          Ia masih menyimpan beberapa penyesalan yang terus menghantuinya sejak setahun yang lalu, hal itu terkadang menyulitkannya karena dia akan menjadi begitu terobsesi menyakiti para Titan. Rivaille menggunakan terlalu banyak tenaganya, namun dia terlihat masih sangat stabil ketika melayangkan sabetan pisaunya ke arah dua Titan yang tersisa.

          Terdengar suara tembakan yang sangat nyaring diiringi suara ledakan pada salah satu Titan yang sedang berusaha ditaklukkan Rivaille. Titan itu meraung sambil menutupi sebelah matanya yang hancur. Ia berjalan sempoyongan.

          Dalam hatinya, ia merasa kesal ketika ada kadet yang berusaha melanggar perintahnya. Kedua Titan itu telah ia tandai tapi mengapa kadet itu menggunakan serangan tak berguna dengan menggunakan sebuah pistol bom? Titan itu tak akan mati hanya karena ditembaki saja.
         
          Sekali lagi bom itu meledak dan mengenai kepala sang Titan. Rivaille segera menebas Titan yang sedang disiksanya dengan maksud agar ia dapat menghabisi Titan terakhirnya. Gerakannya sangat cepat, ia berputar diudara seperti sebuah mainan gasing yang hebat dan hanya sekali tebas berhasil membunuh Titan ke tiganya. Ia berdiri diatas salah satu atap bangunan tinggi dan melihat pemandangan berbeda di seberangnya.

          Seseorang melesat menggunakan manuver three dimensional dengan sangat cepat, tidak! Tubuhnya pasti terlalu ringan, ia bahkan sama sekali tidak menyentuh pisau pemotong miliknya, dengan sangat yakin ia bergerak secepat itu tanpa senjata? Di belakangnya ia menggiring dua Titan berukuran delapan meter, ia menjadikan dirinya umpan dan bermain-main sejenak dengan dua Titan itu. Hanji dan timnya mendarat di sisi Rivaille.

          Suara tembakan kembali terdengar kali ini satu Titan berukuran 5 meter hampir menangkap kadet itu namun ia berhasil berkelit dengan sempurna.

          “Wow, aku suka kadet itu,” seru Hanji bahagia. “Ia tidak membunuh Titan-titan ini,”

          “Hanji, cepat bereskan dua Titan yang mengikutinya,”

          “Hhh.. kau selalu menghancurkan kesenanganku,” seru Hanji.   

Hanji dan timnya mulai menghabisi dua Titan yang sedang berlari mengikuti umpan mereka. Sementara Rivaille memutuskan untuk membantu kadet yang tengah menari diudara diantara para Titan itu. Rivaille menebas satu Titan berukuran 5 meter yang baru saja ditembaki oleh kadet itu. Tanpa sempat disadarinya, kadet itu telah melesat lebih tinggi bahkan terlalu tinggi melayang di udara seolah ia adalah bagian dari udara itu dan kini didepannya telah menghadang Titan berukuran 12 meter.

          Rivaille akan menghabisi Titan itu namun tembakan kembali terdengar, kepala Titan itu hancur dan kadet itu berputar diudara sebelum akhirnya menyabet tengkuk sang Titan. Ia menghentikan langkahnya diatas sebuah atap bangunan saat Titan terakhirnya roboh dan menguap, Rivaille menghentikan langkahnya di atap yang sama. Hanya dengan melihat jaket yang dikenakannya Rivaille langsung menyadari kadet ini bukan berasal dari survey corps, ia mengenakan jaket garrison corps yang dipimpin komandan Pixis. Dengan kemahirannya barusan, kadet itu sangat cocok menjadi anggota survey corps.

          Kadet itu berbalik dan menatapnya. Angin bertiup sangat kencang sore itu, menyebabkan tudung kepala yang menutupi kepala si kadet terlepas dan Rivaille bisa melihat seorang gadis berambut keemasan yang memiliki mata biru laut tengah memandangnya. Gadis itu tersenyum padanya sebelum akhirnya kembali melesat pergi dengan manuver three dimensionalnya.

          Margo beralih ke sisi Rivaille. “Rivaille! Semua Titan yang muncul di kota telah berhasil di habisi!”
         
          “Perintahkan agar semuanya mundur, dan segera bersiap memberi bantuan pada tim Eren,” serunya sembari melesat bersama yang lain menuju kantor pusat pertahanan.
* * *

Dua hari berlalu sejak penyerangan Titan, butuh waktu cukup lama untuk mengidentifikasi mayat-mayat yang bertebaran di jalan kota. Hanji dan Rivaille berkuda santai menuju benteng.

          “Menurutmu siapa gadis itu?” tanya Hanji, setelah ia mendengar cerita Rivaille mengenai seorang kadet yang kemarin membantu mereka menggiring Titan. “Aku sudah bertanya pada temanku yang bekerja di scout Garrison, tidak ada gadis berambut pendek keemasan dan bermata biru dalam legiun mereka.”

          “Bagaimana mungkin bisa orang dengan kemampuan seperti itu tidak ada dalam scout mereka? Aku melihatnya dengan sangat jelas, gadis itu mengenakan jaket Garrison corps,” jelas Rivaille dengan penuh ketenangan namun dalam hatinya dia masih sangat penasaran. “Aku akan bertanya langsung pada komandan Pixis, saat ini dia sedang berada di benteng,”

          “Sebaiknya kau tidak terobsesi padanya Rivaille, lebih baik kau tidak mengenal gadis itu,”

          “Ini tidak ada sangkut pautnya dengan masalah personalku Hanji,”

          “Haah, baiklah terserah kau saja. Kalau begitu kita berpisah disini karena aku akan pergi ke kamp penelitian,”

       Keduanya berpisah dan Rivaille meneruskan derap kudanya menuju benteng. Ia akan langsung menanyakannya pada komandan Pixis. Satu hal yang juga menarik perhatiannya, gadis itu telah menggunakan jenis pistol baru yang membantunya dengan sangat baik ketika menghadapi banyak Titan.

          Rivaille memberikan salutenya ketika ia bertemu dengan komandan Pixis. Ia menyatakan secara langsung maksud kedatangannya menemui Pixis. Bahwa ia sedang mencari gadis berambut keemasan bermata biru yang ada dalam Garrison corps, seorang gadis dengan keahlian menembak jarak jauh dan mahir menggunakan manuver three dimensional.

         Tanpa disangkanya sama sekali Pixis mengarahkan jarinya pada seseorang yang tidak berada jauh dari sekitar mereka. Rivaille mengikuti arah telunjuk komandan Pixis dan ia bisa melihatnya. Seorang gadis berambut panjang keemasan sedang tertawa bersama teman-temannya. Ia tidak mengenakan seragam resmi hanya mengenakan baju biasa yang sering dipakai tuan putri dibalik peralatan manuver three dimensionalnya.
         
          Sepatu boots, celana ketat dengan bahan yang sama seperti celana yang dipakai para pasukan hanya saja warnanya lebih gelap, dan ia mengenakan pakaian feminin yang simple. Jaketnya? Ternyata ia hanya meminjam jaket temannya.

          “Kau mencarinya kan?” tanya Komandan Pixis lagi. Rivaille tidak menjawab hanya terus menatap gadis itu dalam diam. “Rivaille, dia bukan bagian dari pasukan scout garrison wajar saja kalau mereka bilang padamu mereka tidak mengetahuinya, lagipula putriku bergerak dengan instingnya, dia tidak akan pernah mau bergabung secara resmi dengan timku,”

          “Jadi.. dia.. Putri anda?” ulang Rivaille tak percaya.

          “Tentu saja, kau terlihat tidak percaya, tapi dia sungguh putriku,”
         
          “Anda tidak khawatir pada keselamatannya?”

         “Kurasa kau bisa menilai bagaimana gilanya putriku, mengingat seperti apa sifatku tentunya. Aku tidak bisa mencegahnya, dia sudah menentukan keinginannya sejak awal,”

        “Akan lebih aman jika dia masuk dalam military corps kan, daripada harus bermain-main menggunakan peralatan manuver dan pistol mainan itu, komandan?”

          Komandan Pixis tertawa mendengar kata-kata Rivaille. “Jangan salah menilainya, Rivaille, dia juga memiliki hal yang sangat ingin dia lindungi,”

          “Lagi pula, kenapa anda mengijinkannya memakai pakaian seperti itu,” tambahnya sewot membuat Pixis mengerutkan keningnya sambil menatap penampilan anak gadisnya.

          Pembicaraannya dengan komandan Pixis telah membuatnya berpikir panjang lebar tentang gadis itu. Masalahnya adalah.. bagaimana seseorang bisa terlihat begitu sama namun juga berbeda. Ia juga terus memikirkan alasan gadis itu tersenyum padanya sebelum pergi.

         Empat hari berlalu sejak serangan para Titan, kini para trainee corps telah dikumpulkan untuk hari penentuan kelulusan mereka. Seperti tahun-tahun sebelumnya, kali ini pun komandan Irvin kembali memberikan komando pada seluruh murid trainee yang ingin bergabung dalam scout legion. Agak berbeda dari tahun sebelumnya, jumlah murid trainee yang ingin menyerahkan nyawanya pada squad legiun mengalami sedikit peningkatan, hal ini disebabkan oleh faktor masuknya Eren dalam squad legiun.

          Rivaille kembali lebih dulu keruangannya namun ia mendapati seseorang tengah berada disana. Ia menatap dingin sosok yang sedang tertidur dengan kepala berada dimejanya. Melihat situasi itu Rivaille pun memilih untuk duduk di sofanya sehingga dia bisa dengan mudah memperhatikan sosok yang tertidur sangat nyenyak itu.

          Ia mengeluarkan sebuah pistol kecil dari dalam sakunya dan mulai membersihkan pistol kecil yang dimilikinya dengan seksama lalu ia pun mengarahkan pistol itu pada sosok yang sedang tertidur. Tiba-tiba saja pintu terbuka Irvin Smith memasuki ruangan diikuti beberapa prajurit survey corps lainnya. mereka terkesima menatap Kapten Rivaille sedang menodongkan senjata pada Sasha yang sedang tertidur.

          “Oi Rivaille, apa yang terjadi?” tanya Irvin panik.

          “Aku akan menembak orang bodoh ini, dia tertidur dengan liur menetes diatas mejaku,” jawab Rivaille kalem.

          Irvin membangunkan Sasha yang langsung tersentak kaget saat melihat Rivaille masih menodongkan pistol padanya. Gadis itu gemetaran dari ujung rambut hingga ujung kaki, ia segera membersihkan bekas liurnya dengan lap bersih-bersih yang sedang dia pegang. Rivaille tampak semakin tak senang.

          “Hentikan Sasha, akan kukerjakan sendiri nanti,” seru Rivaille tenang, ia kembali memasukkan pistol  kecil itu kedalam saku celananya. Irvin menaruh pantatnya diatas sofa disebelah Rivaille, ia sedang memegang beberapa kertas. “Bagaimana pasukan baru kita Irvin?”

          “Hmm.. kita mendapat semacam peningkatan, semua ini disebabkan Eren.. semoga saja tahun depan tidak banyak prajurit yang tewas seperti sebelumnya. Kita benar-benar masih kekurangan prajurit,”

          Irvin kembali membaca kertas-kertas itu dengan seksama. Rivaille pun teringat tentang  hubungan dekat yang terjalin diantara kedua komandan itu.

          “Irvin, mengenai Pixis..”

          “Ah, untung saja kau menyinggungnya..” kata-kata Rivaille tak sempat terselesaikan. Irvin tengah sibuk membongkar kertas-kertas yang sedang dipegangnya lalu menyerahkan sebuah kertas kepada Rivaille. Ia mengambil kertas itu dan mulai membacanya.

          “Omong kosong apa ini?” tanyanya dengan dahi semakin berkerut.

          “Kita akan pergi mengunjungi ‘omong kosong’ ini nanti malam,” Rivaille menatap Irvin tak percaya. Ia menyerahkan kertas itu lagi kepada Irvin.

          “Aku tak akan pergi,” tolak Rivaille. Irvin seolah tak memperdulikannya.

          “Ya, kau memang harus pergi tak ada penolakan. Ini perintah! Persiapkan dirimu dan jangan lupakan setelan jas terbaikmu,”

         “Setidaknya kau harus menjelaskan rencanamu padaku,” seru Rivaille berusaha mendapatkan penjelasan dari Irvin. Namun Komandan-nya justru bangkit berdiri dan tidak menghiraukannya. Ia berjalan tenang menuju pintu.

          “Lebih baik kau mulai membersihkan liur Sasha di mejamu sebelum mengering dan membuatmu stress setengah mati, kutunggu kau dibawah.. tiga puluh menit seharusnya cukup?”

          Rivaille menatapnya dengan tatapan dinginnya seperti biasa, ia membiarkan Komandan Irvin pergi meninggalkannya sendirian. Rivaille mulai melepas jaket dan menggulung setengah lengan bajunya. Kini ia telah siap dengan tansformasi barunya sebagai seorang clean freak.

          Rivaille muncul tepat tiga puluh menit kemudian, ia dan Irvin berangkat ke tengah kota menggunakan kuda masing-masing. Mereka berhenti disebuah gedung squad legion yang lainnya. Irvin memerintahkan Rivaille untuk mengganti baju yang ia kenakan dengan sebuah setelan. Sementara Irvin juga akan mengenakan sebuah setelan resmi.

          Tepat sebelum matahari terbenam keduanya berangkat menuju tempat ‘omong kosong’ yang dimaksud Rivaille dengan menggunakan sebuah kereta kuda. Irvin menjelaskan rencana yang ada dalam pikirannya selama perjalanan. Beberapa menit kemudian kereta mereka telah sampai ditempat tujuan. Irvin turun lebih dulu dari dalam kereta diikuti sosok Rivaille.

          Beberapa orang terkesima saat melihat sosok kapten pembunuh yang baru ini. Rivaille tidak memperdulikan pandangan seperti apapun yang dilemparkan orang padanya, ia tetap berjalan penuh percaya diri dengan wajah tanpa ekspresi. Malam itu Rivaille tampak berbeda dengan suit yang dipakainya. Ia terlihat sangat elegan bagai seorang bangsawan muda kerajaan. Dia tahu bagaimana harus berpenampilan rapi dan.. tampan. Ia menyisir rambutnya dan menatanya kebelakang ia juga telah memberi suatu bahan untuk mengeraskan rambutnya agar tetap berada ditempatnya.

          Beberapa gadis terkesima melihat perubahan baru Kapten Rivaille. Mereka sibuk membicarakannya ketika sedang melewatinya.

          “Sepertinya ada seseorang yang mendapat banyak penggemar malam ini,” gumam Irvin. Namun Rivaille menerima pujian itu dengan tenang.

          “Hmmm.. seandainya mereka bisa berhenti melakukan omong kosong itu,”

          Langkah mereka berhenti didepan sebuah pintu besar. Pintu itu terbuka dan keduanya melangkah masuk. Sebuah lampu mewah besar menyambut mereka dengan dua tangga disisi kiri dan kanan bangunan. Seorang pelayan membawa mereka ke salah satu pintu lain dan mempersilakan mereka masuk. Ruangan itu berisi banyak orang Terdengar bunyi bising obrolan manusia disegala arah, bunyi musik dengan suasana yang sangat mewah. Makanan enak tersaji diatas meja dan inilah omong kosong yang dimaksud Rivaille. Sebuah pesta.

          Sekali lagi ia menangkap perhatian orang-orang yang berada di pesta.
         
          “Hanya dengan berjalan disebelahmu membuatku merasa terintimidasi, bukankah sudah kukatakan agar kau tidak menarik perhatian orang lain,”

          “Aku sedang berusaha Irvin,” balas Rivaille masih dengan ekspresi datarnya yang biasa. Keduanya berjalan menuju salah satu meja teramai di pesta, selain Irvin dan Rivaille  beberapa orang penting seperti komandan dari squad lain juga datang, militari squad membawa lebih banyak menteri bersama mereka.

          “Kau ingat rencananya kan?” tanya Irvin kembali mengingatkan.

          “Tentu saja, semoga saja ‘omong kosong’ ini segera berakhir. Aku merasakan rasa muak dalam diriku,” serunya.

          “Setidaknya berpura-puralah kau menikmati pesta ini dan cobalah untuk berbaur,” pinta Irvin. Tentu saja permintaan ini membuat Rivaille kesal, namun ia tetap menjalankannya dengan tenang.

          Pintu masuk terus terbuka, kali ini orang yang masuk lebih banyak. Rivaille bisa melihat komandan Pixis yang muncul dari pintu dan disebelahnya berjalan seorang gadis berambut pirang, gadis itu tidak membiarkan rambutnya terjuntai ia telah menatanya dengan cantik dan memakai gaun yang sangat elegan. Gadis itu tertawa mendengar lelucon yang dilontarkan Pixis padanya.

          Rivaille merasa dadanya sesak dan entah kenapa beberapa hari ini ia terus memikirkan gadis itu. Melihatnya berada dipesta ini sungguh merupakan sebuah gangguan dalam misinya.

          Pixis dan gadis itu berjalan melewati meja tempat Irvin dan Rivaille duduk bersama beberapa orang menteri lainnya. Rivaille terus mengamati gadis itu tanpa berkedip. Hingga ia menangkap pemandangan yang sama untuknya, tiba-tiba gadis itu menoleh kepadanya dan ia yakin gadis itu sedikit membuat ekspresi terkejut di wajahnya. Rivaille merasa menang.
         
          Pixis mengajak putrinya duduk di sebuah meja yang ada di seberang meja Irvin, jarak antar kedua meja ini cukup jauh namun kedua manusia itu dapat saling menatap jika saja si gadis tidak berusaha mati-matian untuk tidak memperdulikan sosok Rivaille. Seorang pria dari military squad mengajak bicara gadis itu. Rivaille melihat gadis itu tersenyum mendengar lelucon pria disebelahnya, namun ia juga menangkap momen saat gadis itu sedang mencuri pandang padanya.

          Sebuah dentingan kecil mengalihkan perhatian semua orang. Raja muncul dan memberikan ceramah yang isinya menyangkut kemanusiaan, kematian dan kebanggaan, Rivaille merasa jenuh mendengarnya, Jika saja ia tidak sedang dalam mode penyamaran ia akan berusaha mengacaukan pesta ini.

          Akhirnya sampai kebagian penting dari pesta, yaitu berdansa dan menikmati hidangan. Rivaille dan Irvin sama sekali tidak bergerak menyentuh makanan, Rivaille teringat pada teman-temannya di barack ketika melihat semua makanan itu. Sehingga membuatnya tidak nafsu makan sama sekali, ia hanya meminum segelas anggur yang belum dihabiskannya sejak awal.

          Rivaille dapat melihat Pixis meminta gadis itu berdiri dan mengajaknya berdansa. Gadis itu mengangguk senang dan mengikuti ayahnya ketempat yang luas untuk bergabung dengan pasangan lain yang sudah siap berdansa. Sebuah alunan musik yang ceria mengalun indah.

          “Aku merasa sakit menyaksikan omong kosong ini,” gumamnya.

          “Bertahanlah Rivaille,”

          “Irvin, kau lihat gadis yang datang bersama Pixis?”

          “Hmm.. ya, menurut informasi yang beredar dia adalah anak Pixis. Baru sebulan yang lalu ia muncul di distrik shiganshina, dia tidak masuk dalam scouting manapun namun aku mendengar ia telah mendapat pelatihan khusus dari Pixis yang sifatnya sangat rahasia,”

          “Sepertinya kau cukup tahu banyak tentang rahasia Pixis,” celetuk Rivaille, Irvin terkekeh namun ia tidak menyanggah kata-kata Rivaille.

          “Dia adalah salah satu yang harus diawasi, berbaur atau berdansalah tapi jaga pandanganmu Kapten jangan sampai fokusmu terpecah,” seru Irvin, ia bangkit dan berjalan menuju keramaian entah apa yang dilakukannya tapi Rivaille juga memutuskan untuk berdiri dan mencari tempat lain dimana dia bisa memperhatikan semua orang dengan tenang tanpa seorang gadis pun akan mencoba mengajaknya berdansa.

          Namun ditengah perjalanannya ia masih mengawasi gadis itu dan memutuskan hal lain saat musik berganti. Rivaille menarik tangan gadis itu hingga membuat tubuh mereka saling menempel. Gadis itu tampak terkejut melihat Rivaille yang memandangnya dengan tatapan dingin. Namun ia menyunggingkan senyum sopannya kepada Rivaille.

          “Maaf tuan, tapi gadis ini sedang bersamaku..” seorang lelaki dari military corps datang mendekati keduanya. Tubuhnya yang tinggi besar sama sekali tidak membuat Rivaille gentar.

          “Kau..”

          “Luke, bolehkah aku berdansa dengannya? Aku ingin berdansa bersama tuan ini,” Rivaille menghentikan kata-katanya saat gadis itu memotong kata-katanya. Pria bernama Luke ini menatap Rivaille lalu beranjak pergi. “Apa kau mau berdansa?” tanya gadis itu lembut.

          “Maaf, tapi aku tidak tertarik..”

          Rivaille meninggalkan gadis itu dan kembali keposisi yang diinginkannya. Entah kenapa sesaat dia merasa akan mengatakan ‘iya’ pada gadis itu, namun pikirannya kembali dipenuhi oleh tugas.

          Pandangannya kembali terfokus pada misi dan matanya menangkap sesuatu yang ganjil. Ia tidak melihat gadis yang tadi ditinggalkannya ditengah dansa, namun dengan cepat ia melihat gadis itu keluar melalui pintu depan. Ia ditemani seorang pelayan dan.. Luke.

          Rivaille masih mengamati sekitarnya dan ia melihat Irvin. Dengan cepat ia menghampiri Komandannya. “Ada apa Rivaille?”

          “Aku akan kekamar mandi sebentar,” serunya lalu pergi meninggalkan Irvin. Ia mempercepat langkahnya dan keluar dari ruangan itu. Perlahan ia menutup pintu dibelakangnya dan ia dapat melihat ketiga orang itu sedang menaiki tangga.

          Rivaille segera mencari tempat teraman untuk mengintai, ia mengikuti ketiganya Luke menemani pelayan dan gadis itu masuk kesebuah ruangan. Beberapa saat kemudian Luke keluar dari ruangan itu meninggalkan sang pelayan dan si gadis berdua. Ia pun kembali kedalam ruang pesta. Rivaille ingin tahu apa yang sedang terjadi namun ia tak mungkin lama meninggalkan Irvin sendirian.
         
Ditengah kegalauannya ia mendengar suara pintu terbuka, pandangannya teralih pada gadis yang keluar dari ruangan itu. Ia berjalan sepanjang koridor menjauh dari tempat Rivaille bersembunyi. Dengan perlahan Rivaille mencoba untuk tidak terlihat, ia mengikuti gadis itu, koridor terlihat sangat sepi namun ternyata ada seorang petugas yang menghampiri gadis itu, tiba-tiba saja gerakannya menjadi aneh dan dia menghempaskan dirinya pada petugas itu.

Percakapan terjadi dan si petugas membawa gadis itu kekoridor lebih dalam, Rivaille terus mengikuti sambil bersembunyi. Petugas itu mengantar si gadis kesebuah lorong kamar mandi, tak lama kemudian si petugas keluar dan kembali memeriksa koridor. Lima menit berlalu Rivaille melihat gadis itu muncul dan ia memeriksa koridor yang masih tampak sepi, dengan segera ia menghilang dibelokan koridor selanjutnya. Terburu-buru Rivaille mengikuti gadis itu dan berbelok dikoridor yang sama.

Tak ada, gadis itu sudah tidak ada di lorong panjang itu. Rivaille berusaha mengecek koridor sepi itu dengan hati-hati, ia tidak ingin penjaga menemukannya sedang berkeliaran dikoridor selama pesta berlangsung. Ia membutuhkan sebuah pentunjuk untuk menemukan gadis itu. seorang petugas kembali melewati koridor itu delapan menit berlalu sejak kemunculan petugas yang pertama.

Rivaille mencoba bersembunyi diantara tirai-tirai besar. Petugas itu melewatinya tanpa merasa curiga ia harus menunggu sampai petugas itu berbelok di koridor selanjutnya, ia telah menghabiskan waktu sepuluh menit hanya untuk pergi kekamar mandi.

Mata Rivaille menangkap sesuatu yang terjatuh di lantai koridor. Sebuah korsase berwarna biru dan berukuran kecil. Ia mengingatnya.. gadis itu mengenakan korsase untuk menyempurnakan penampilannya. Tak disangka ia telah melakukan sebuah keteledoran besar dengan menjatuhkan barang penting miliknya. Rivaille memeriksa dinding didepannya dan ia menemukan sebuah pintu tersembunyi dibalik dinding, ia memutuskan untuk memasuki ruangan itu apapun yang akan terjadi nanti akan menjadi masalah belakangan.

Ia masuk kedalam sebuah ruang baca yang sangat luas, tak ada seorang pun disana. Rivaille melihat pintu lain yang bukan pintu rahasia. Ia berjalan mendekati jendela dan memeriksa keadaan diluar jendela.

“Kurasa kau menjatuhkan barang milikmu, nona,” serunya tenang. Gadis itu keluar dari persembunyiannya diantara tirai-tirai besar, ia menodongkan pistol miliknya kearah Rivaille. “Bukankah ini milik anda?” serunya sembari menunjukkan korsase yang dipungutnya.

“Terima kasih tuan, tapi itu bukan milikku,” balas si gadis sambil menunjukkan korsase ditangannya. Mereka berdua berjalan pelan mengitari ruangan saling berhadapan dengan jarak yang cukup jauh.

“Sepertinya kau sudah menemukan barang yang kau cari, kucing pencuri?”

Gadis itu terkekeh, Rivaille tahu ia pernah melihat senyuman itu sebelum bertemu gadis ini. “Kau mengejutkanku Kapten, kau bahkan bisa menemukan pintu rahasia itu,”

“Aku juga tidak menyangkanya. Aku merasa seperti seorang detektif namun aku memiliki komentar pribadi untukmu.. kau.. terlihat sangat cocok memakai gaun itu,” puji Rivaille.

Gadis itu tersenyum lembut. “Terima kasih tuan, anda juga terlihat sangat tampan mengenakan setelan itu,”

“Apa kau sudah mendapatkannya?” tanya Rivaille mengacuhkan pujian si gadis kucing.

“Hmm, seharusnya kau tidak mengikutiku tuan.. apa ini karena kau tertarik padaku?”

Pertanyaan itu membuat Rivaille menghentikan langkahnya dan mengamati gadis itu secara langsung. “Pertanyaanmu barusan..”

“Kau memandangiku sepanjang malam.. tuan, hingga membuatku menyimpulkan seperti itu,”

“Aku juga melihat hal sebaliknya, kupikir kaulah yang tertarik padaku,” Gadis itu menghilangkan senyum dari wajahnya kini ia tampak serius. “Wow.. jika kau menarik pelatuknya sekarang kau akan membuat kita berdua ketahuan,”

“Aku tidak punya banyak waktu Kapten,”

“Kau bisa melakukan tugasmu sebelum aku mengeksekusimu,”

Terdengar bunyi pemberitahuan, bel yang berbunyi membuat keduanya kembali fokus pada keadaan disekitar mereka.

“Kalau kau ingin keluar dari ruangan ini sebaiknya bekerjasamalah denganku,” tawar gadis itu.

Rivaille tahu dia tidak punya pilihan lain. “Hmmm, sebenarnya aku juga ingin menawarkan kerjasama yang sama denganmu.. nona,”

Gadis itu berjalan cepat menuju sebuah pintu sembari memberi isyarat pada Rivaille untuk mengikutinya. Ia pun membiarkan gadis itu membawanya keluar dari ruangan melalui pintu rahasia lainnya.

Rivaille melihat gadis itu menyimpan pistolnya dibawah gaun panjangnya, ada sesuatu seperti sabuk yang melingkar dibagian paha gadis itu. “Mana pistolmu? kau membiarkan dirimu tanpa perlindungan, kucing,”

“Sebaiknya kau tutup mulut tuan,”

“Aku tidak akan membiarkanmu lari dariku,”

“Shhh.. Aku tahu kau memang tertarik padaku, sebaiknya ikuti aku dengan tenang,”

Beberapa petugas berlarian dikoridor memeriksa ruangan, akan ada kemungkinan penyusup bergerak saat situasi sedang genting seperti ini, dan itu memang benar. Gadis itu mengeluarkan mereka berdua dari koridor, kini mereka berdua berada diteras luar istana, ia terus mengikuti langkah kaki gadis itu hingga mereka berada cukup jauh dari ruangan yang telah mereka masuki. Ada sebuah pintu untuk masuk kekoridor yang akan langsung mengarahkan mereka keaula.

Gadis kucing itu mengintip dari balik pintu. Ia melihat beberapa prajurit military corps dan penjaga kastil berjalan sepanjang koridor menuju kearah mereka.

“Sepertinya pistol akan berguna saat ini,” Gadis kucing berbalik menatap Rivaille. “dan sepertinya seseorang akan menggagalkan rencana Pixis, benar begitu kucing?” seringai dingin menghiasi wajah Rivaille.

“Cium aku,” pinta gadis itu.

Rivaille terkejut mendengarnya. “Apa_”

“Sekarang!”

Rivaille tak sempat lagi memikirkan apa yang akan terjadi setelahnya. Yang ia tahu gadis itu menarik pinggulnya dan bibir mereka saling bersentuhan, gadis itu melumat bibirnya lembut. Rivaille mengikuti skenario si kucing, ia merengkuh tubuh gadis itu dan membalas ciumannya. Dalam hati ia mengakui itu adalah ciuman terbaik yang didapatnya setelah setahun ia menutup diri.

Terdengar suara langkah kaki mendekat dan ciuman mereka pun semakin menjadi-jadi.

“Rhein?” sapa orang itu. keduanya menghentikan ciuman mereka sembari menarik napas dalam-dalam dan sesaat saling bertatapan. Gadis yang dipanggil Rhein itu menoleh pada Luke dan beberapa prajurit military corps lainnya. Rhein menjauh dari Rivaille dan mendekati Luke. Pemuda itu melempar tatapan marah pada Rivaille yang terlihat sangat tenang dan santai. Ia sangat siap untuk memukul pria yang ada didepannya ini namun ia justru memutuskan untuk mengajak Rhein pergi dari teras itu.

Sesaat sebelum pintu koridor tertutup, Rivaille bisa melihat Rhein menoleh kearahnya.

* * *

0 comments:

Post a Comment