Shingeki No Kyojin Special
: Levi’s Romantic Love Story
“Wild Flower”
Cast : Levi Ackerman x
Rhein Forester
Genre : Romance, Action, Mature
Chapter 7
Can I See You Again?
Seminggu kemudian, survey corps kembali dari
ekspedisi..
Rivaille keluar dari dalam pintu
ruangan pemimpin akademi, ia berjalan pelan di sepanjang koridor akademi itu,
tak ada ekpresi di wajahnya ia hanya terus berjalan dilorong sepi itu dan
langkahnya terhenti dideretan loker panjang. Ia menatap koridor lain dan
berbelok di koridor itu menuju jalan lain yang mengarah ke asrama dimana kamar
Minazuki dan Kris berada.
Perlahan ia membuka pintu kamar itu, tak
ada yang berubah dalam kamar itu. Rivaille menutup pintu dan mendekati salah
satu kasur dimana sebuah baju yang sangat dikenalnya terlipat diatas kasur. Ia mengambil
baju itu dan duduk.
Tak ada kata-kata.
Hanya keheningan.
*
* *
Satu
tahun kemudian... bell besar itu berdentang lagi...
Sekali lagi penyerangan oleh para
Titan terjadi, meskipun pintu telah tertutup dan umat manusia telah mendapat
kemenangan, namun tak bisa dipungkiri dinding-dinding itu masih bisa di jebol
oleh Titan, hanya dalam sekejap saja beberapa Titan telah muncul dan mengamuk
dibeberapa desa dan hanya tinggal masalah waktu sebelum muncul di dalam kota.
Namun bagaimana dinding sekokoh itu bisa jebol lagi? hal ini tidak pernah
terjadi sebelumnya, bahkan setengah tahun lalu saat mereka memperkirakan
kepastian tentang adanya Titan didalam dinding yang melindungi mereka, hari itu
mereka beranggapan bahwa harus secepat mungkin mereka harus menutup lubang yang
terbuka itu.
“Semuanya
tetap fokus menghabisi Titan sebelum mereka mencapai kota,”
perintah Rivaille menggaung di udara. Ia berputar, melesat dan berpindah dari
satu tempat ketempat lain hanya dengan kedipan mata. “Tiga Titan kelas 12 meter
diarah kanan, dua Titan kelas 8 dan 5 meter diarah kiri, dua Titan kelas 12
meter mendekat dari arah Timur,”
“Kapten!
Terlalu banyak yang datang mendekat dengan kecepatan maksimal!” teriak salah
satu kadet.
“Hanji!
Kau dan timmu bereskan dua titan kelas 12 meter! Margo! Kau dan timmu bereskan
titan berukuran kelas 8 dan 5 meter, berpencar dan perhatikan formasi
penyerangan,”
“Kapten
bagaimana dengan tiga titan kelas 12 meter
yang tersisa?!”
“Aku
yang akan membereskannya,”
Semuanya
berpencar menuju kesegala arah yang telah diperintahkan. Rivaille mengerti
sekali bagaimana menghabisi mereka hanya dalam satu tebasan atau beberapa
tebasan? Dia tampak membencinya namun perasaannya akan terasa sangat baik
ketika dia berputar di udara dan menghunus pisau-pisau tajamnya kearah leher
para Titan.
Ia
berhasil menyilet satu Titan dan berputar mengitarinya. Oh ya, dia memang
berniat untuk tidak memberikan kematian yang sangat mudah untuk para Titan itu.
kematian yang pantas adalah kematian yang tercabik-cabik hingga darah menguap
disekitarnya.
“Rivaille
kelihatan tidak baik hari ini!” pekik Hanji selagi ia dan timnya berusaha
menghabisi jatah Titan mereka.
“Kenapa
Hanji? Dia terlihat sangat bersemangat mengiris-iris Titan-Titan itu, tak ada
yang perlu dikhawatirkan!” teriak Aldo salah satu anak buah Hanji.
“Justru
karena itu, seharusnya ia tidak melakukannya didepan begitu banyak Titan. Dia
harus mengakhirnya dengan satu serangan, Semuanya cepat selesaikan misi kita
agar bisa segera membantunya, dia benar-benar menggila beberapa bulan ini,”
Rivaille
tidak perduli, dia ingin mengiris iris Titan-Titan itu sesuka hatinya.
Penyerangan itu sama.. seperti setahun yang lalu. Rivaille membelas bagian
tengkuk salah satu Titan yang sudah ia cincang tubuhnya dan menghindar kesalah
satu atap.
Ia masih
menyimpan beberapa penyesalan yang terus menghantuinya sejak setahun yang lalu,
hal itu terkadang menyulitkannya karena dia akan menjadi begitu terobsesi
menyakiti para Titan. Rivaille menggunakan terlalu banyak tenaganya, namun dia
terlihat masih sangat stabil ketika melayangkan sabetan pisaunya ke arah dua
Titan yang tersisa.
Terdengar
suara tembakan yang sangat nyaring diiringi suara ledakan pada salah satu Titan
yang sedang berusaha ditaklukkan Rivaille. Titan itu meraung sambil menutupi
sebelah matanya yang hancur. Ia berjalan sempoyongan.
Dalam
hatinya, ia merasa kesal ketika ada kadet yang berusaha melanggar perintahnya.
Kedua Titan itu telah ia tandai tapi mengapa kadet itu menggunakan serangan tak
berguna dengan menggunakan sebuah pistol bom? Titan itu tak akan mati hanya
karena ditembaki saja.
Sekali
lagi bom itu meledak dan mengenai kepala sang Titan. Rivaille segera menebas
Titan yang sedang disiksanya dengan maksud agar ia dapat menghabisi Titan
terakhirnya. Gerakannya sangat cepat, ia berputar diudara seperti sebuah mainan
gasing yang hebat dan hanya sekali tebas berhasil membunuh Titan ke tiganya. Ia
berdiri diatas salah satu atap bangunan tinggi dan melihat pemandangan berbeda
di seberangnya.
Seseorang
melesat menggunakan manuver three dimensional dengan sangat cepat, tidak!
Tubuhnya pasti terlalu ringan, ia bahkan sama sekali tidak menyentuh pisau
pemotong miliknya, dengan sangat yakin ia bergerak secepat itu tanpa senjata?
Di belakangnya ia menggiring dua Titan berukuran delapan meter, ia menjadikan
dirinya umpan dan bermain-main sejenak dengan dua Titan itu. Hanji dan timnya
mendarat di sisi Rivaille.
Suara
tembakan kembali terdengar kali ini satu Titan berukuran 5 meter hampir
menangkap kadet itu namun ia berhasil berkelit dengan sempurna.
“Wow,
aku suka kadet itu,” seru Hanji bahagia. “Ia tidak membunuh Titan-titan ini,”
“Hanji,
cepat bereskan dua Titan yang mengikutinya,”
“Hhh..
kau selalu menghancurkan kesenanganku,” seru Hanji.
Hanji dan timnya mulai menghabisi dua
Titan yang sedang berlari mengikuti umpan mereka. Sementara Rivaille memutuskan
untuk membantu kadet yang tengah menari diudara diantara para Titan itu. Rivaille
menebas satu Titan berukuran 5 meter yang baru saja ditembaki oleh kadet itu.
Tanpa sempat disadarinya, kadet itu telah melesat lebih tinggi bahkan terlalu
tinggi melayang di udara seolah ia adalah bagian dari udara itu dan kini didepannya
telah menghadang Titan berukuran 12 meter.
Rivaille
akan menghabisi Titan itu namun tembakan kembali terdengar, kepala Titan itu
hancur dan kadet itu berputar diudara sebelum akhirnya menyabet tengkuk sang
Titan. Ia menghentikan langkahnya diatas sebuah atap bangunan saat Titan
terakhirnya roboh dan menguap, Rivaille menghentikan langkahnya di atap yang
sama. Hanya dengan melihat jaket yang dikenakannya Rivaille langsung menyadari
kadet ini bukan berasal dari survey corps, ia mengenakan jaket garrison corps yang
dipimpin komandan Pixis. Dengan kemahirannya barusan, kadet itu sangat cocok
menjadi anggota survey corps.
Kadet
itu berbalik dan menatapnya. Angin bertiup sangat kencang sore itu, menyebabkan
tudung kepala yang menutupi kepala si kadet terlepas dan Rivaille bisa melihat
seorang gadis berambut keemasan yang memiliki mata biru laut tengah
memandangnya. Gadis itu tersenyum padanya sebelum akhirnya kembali melesat
pergi dengan manuver three dimensionalnya.
Margo beralih
ke sisi Rivaille. “Rivaille! Semua Titan yang muncul di kota telah berhasil di
habisi!”
“Perintahkan
agar semuanya mundur, dan segera bersiap memberi bantuan pada tim Eren,”
serunya sembari melesat bersama yang lain menuju kantor pusat pertahanan.
*
* *
Dua hari berlalu sejak penyerangan
Titan, butuh waktu cukup lama untuk mengidentifikasi mayat-mayat yang
bertebaran di jalan kota. Hanji dan Rivaille berkuda santai menuju benteng.
“Menurutmu
siapa gadis itu?” tanya Hanji, setelah ia mendengar cerita Rivaille mengenai
seorang kadet yang kemarin membantu mereka menggiring Titan. “Aku sudah
bertanya pada temanku yang bekerja di scout Garrison, tidak ada gadis berambut
pendek keemasan dan bermata biru dalam legiun mereka.”
“Bagaimana
mungkin bisa orang dengan kemampuan seperti itu tidak ada dalam scout mereka? Aku
melihatnya dengan sangat jelas, gadis itu mengenakan jaket Garrison corps,”
jelas Rivaille dengan penuh ketenangan namun dalam hatinya dia masih sangat
penasaran. “Aku akan bertanya langsung pada komandan Pixis, saat ini dia sedang
berada di benteng,”
“Sebaiknya
kau tidak terobsesi padanya Rivaille, lebih baik kau tidak mengenal gadis itu,”
“Ini
tidak ada sangkut pautnya dengan masalah personalku Hanji,”
“Haah,
baiklah terserah kau saja. Kalau begitu kita berpisah disini karena aku akan
pergi ke kamp penelitian,”
Keduanya
berpisah dan Rivaille meneruskan derap kudanya menuju benteng. Ia akan langsung
menanyakannya pada komandan Pixis. Satu hal yang juga menarik perhatiannya,
gadis itu telah menggunakan jenis pistol baru yang membantunya dengan sangat
baik ketika menghadapi banyak Titan.
Rivaille
memberikan salutenya ketika ia bertemu dengan komandan Pixis. Ia menyatakan
secara langsung maksud kedatangannya menemui Pixis. Bahwa ia sedang mencari
gadis berambut keemasan bermata biru yang ada dalam Garrison corps, seorang
gadis dengan keahlian menembak jarak jauh dan mahir menggunakan manuver three
dimensional.
Tanpa
disangkanya sama sekali Pixis mengarahkan jarinya pada seseorang yang tidak
berada jauh dari sekitar mereka. Rivaille mengikuti arah telunjuk komandan
Pixis dan ia bisa melihatnya. Seorang gadis berambut panjang keemasan sedang
tertawa bersama teman-temannya. Ia tidak mengenakan seragam resmi hanya
mengenakan baju biasa yang sering dipakai tuan putri dibalik peralatan manuver
three dimensionalnya.
Sepatu
boots, celana ketat dengan bahan yang sama seperti celana yang dipakai para
pasukan hanya saja warnanya lebih gelap, dan ia mengenakan pakaian feminin yang
simple. Jaketnya? Ternyata ia hanya meminjam jaket temannya.
“Kau
mencarinya kan?” tanya Komandan Pixis lagi. Rivaille tidak menjawab hanya terus
menatap gadis itu dalam diam. “Rivaille, dia bukan bagian dari pasukan scout
garrison wajar saja kalau mereka bilang padamu mereka tidak mengetahuinya,
lagipula putriku bergerak dengan instingnya, dia tidak akan pernah mau bergabung
secara resmi dengan timku,”
“Jadi..
dia.. Putri anda?” ulang Rivaille tak percaya.
“Tentu saja,
kau terlihat tidak percaya, tapi dia sungguh putriku,”
“Anda
tidak khawatir pada keselamatannya?”
“Kurasa
kau bisa menilai bagaimana gilanya putriku, mengingat seperti apa sifatku
tentunya. Aku tidak bisa mencegahnya, dia sudah menentukan keinginannya sejak
awal,”
“Akan
lebih aman jika dia masuk dalam military corps kan, daripada harus bermain-main
menggunakan peralatan manuver dan pistol mainan itu, komandan?”
Komandan
Pixis tertawa mendengar kata-kata Rivaille. “Jangan salah menilainya, Rivaille,
dia juga memiliki hal yang sangat ingin dia lindungi,”
“Lagi
pula, kenapa anda mengijinkannya memakai pakaian seperti itu,” tambahnya sewot
membuat Pixis mengerutkan keningnya sambil menatap penampilan anak gadisnya.
Pembicaraannya
dengan komandan Pixis telah membuatnya berpikir panjang lebar tentang gadis
itu. Masalahnya adalah.. bagaimana seseorang bisa terlihat begitu sama namun
juga berbeda. Ia juga terus memikirkan alasan gadis itu tersenyum padanya
sebelum pergi.
Empat
hari berlalu sejak serangan para Titan, kini para trainee corps telah
dikumpulkan untuk hari penentuan kelulusan mereka. Seperti tahun-tahun
sebelumnya, kali ini pun komandan Irvin kembali memberikan komando pada seluruh
murid trainee yang ingin bergabung dalam scout legion. Agak berbeda dari tahun
sebelumnya, jumlah murid trainee yang ingin menyerahkan nyawanya pada squad
legiun mengalami sedikit peningkatan, hal ini disebabkan oleh faktor masuknya
Eren dalam squad legiun.
Rivaille
kembali lebih dulu keruangannya namun ia mendapati seseorang tengah berada
disana. Ia menatap dingin sosok yang sedang tertidur dengan kepala berada
dimejanya. Melihat situasi itu Rivaille pun memilih untuk duduk di sofanya
sehingga dia bisa dengan mudah memperhatikan sosok yang tertidur sangat nyenyak
itu.
Ia
mengeluarkan sebuah pistol kecil dari dalam sakunya dan mulai membersihkan
pistol kecil yang dimilikinya dengan seksama lalu ia pun mengarahkan pistol itu
pada sosok yang sedang tertidur. Tiba-tiba saja pintu terbuka Irvin Smith
memasuki ruangan diikuti beberapa prajurit survey corps lainnya. mereka
terkesima menatap Kapten Rivaille sedang menodongkan senjata pada Sasha yang
sedang tertidur.
“Oi
Rivaille, apa yang terjadi?” tanya Irvin panik.
“Aku
akan menembak orang bodoh ini, dia tertidur dengan liur menetes diatas mejaku,”
jawab Rivaille kalem.
Irvin
membangunkan Sasha yang langsung tersentak kaget saat melihat Rivaille masih
menodongkan pistol padanya. Gadis itu gemetaran dari ujung rambut hingga ujung
kaki, ia segera membersihkan bekas liurnya dengan lap bersih-bersih yang sedang
dia pegang. Rivaille tampak semakin tak senang.
“Hentikan
Sasha, akan kukerjakan sendiri nanti,” seru Rivaille tenang, ia kembali
memasukkan pistol kecil itu kedalam saku
celananya. Irvin menaruh pantatnya diatas sofa disebelah Rivaille, ia sedang
memegang beberapa kertas. “Bagaimana pasukan baru kita Irvin?”
“Hmm..
kita mendapat semacam peningkatan, semua ini disebabkan Eren.. semoga saja
tahun depan tidak banyak prajurit yang tewas seperti sebelumnya. Kita
benar-benar masih kekurangan prajurit,”
Irvin
kembali membaca kertas-kertas itu dengan seksama. Rivaille pun teringat
tentang hubungan dekat yang terjalin
diantara kedua komandan itu.
“Irvin,
mengenai Pixis..”
“Ah,
untung saja kau menyinggungnya..” kata-kata Rivaille tak sempat terselesaikan.
Irvin tengah sibuk membongkar kertas-kertas yang sedang dipegangnya lalu
menyerahkan sebuah kertas kepada Rivaille. Ia mengambil kertas itu dan mulai
membacanya.
“Omong
kosong apa ini?” tanyanya dengan dahi semakin berkerut.
“Kita
akan pergi mengunjungi ‘omong kosong’ ini nanti malam,” Rivaille menatap Irvin
tak percaya. Ia menyerahkan kertas itu lagi kepada Irvin.
“Aku tak
akan pergi,” tolak Rivaille. Irvin seolah tak memperdulikannya.
“Ya, kau
memang harus pergi tak ada penolakan. Ini perintah! Persiapkan dirimu dan
jangan lupakan setelan jas terbaikmu,”
“Setidaknya
kau harus menjelaskan rencanamu padaku,” seru Rivaille berusaha mendapatkan
penjelasan dari Irvin. Namun Komandan-nya justru bangkit berdiri dan tidak
menghiraukannya. Ia berjalan tenang menuju pintu.
“Lebih
baik kau mulai membersihkan liur Sasha di mejamu sebelum mengering dan
membuatmu stress setengah mati, kutunggu kau dibawah.. tiga puluh menit seharusnya
cukup?”
Rivaille
menatapnya dengan tatapan dinginnya seperti biasa, ia membiarkan Komandan Irvin
pergi meninggalkannya sendirian. Rivaille mulai melepas jaket dan menggulung
setengah lengan bajunya. Kini ia telah siap dengan tansformasi barunya sebagai
seorang clean freak.
Rivaille
muncul tepat tiga puluh menit kemudian, ia dan Irvin berangkat ke tengah kota
menggunakan kuda masing-masing. Mereka berhenti disebuah gedung squad legion
yang lainnya. Irvin memerintahkan Rivaille untuk mengganti baju yang ia kenakan
dengan sebuah setelan. Sementara Irvin juga akan mengenakan sebuah setelan
resmi.
Tepat
sebelum matahari terbenam keduanya berangkat menuju tempat ‘omong kosong’ yang
dimaksud Rivaille dengan menggunakan sebuah kereta kuda. Irvin menjelaskan
rencana yang ada dalam pikirannya selama perjalanan. Beberapa menit kemudian
kereta mereka telah sampai ditempat tujuan. Irvin turun lebih dulu dari dalam
kereta diikuti sosok Rivaille.
Beberapa
orang terkesima saat melihat sosok kapten pembunuh yang baru ini. Rivaille
tidak memperdulikan pandangan seperti apapun yang dilemparkan orang padanya, ia
tetap berjalan penuh percaya diri dengan wajah tanpa ekspresi. Malam itu
Rivaille tampak berbeda dengan suit yang dipakainya. Ia terlihat sangat elegan bagai
seorang bangsawan muda kerajaan. Dia tahu bagaimana harus berpenampilan rapi
dan.. tampan. Ia menyisir rambutnya dan menatanya kebelakang ia juga telah
memberi suatu bahan untuk mengeraskan rambutnya agar tetap berada ditempatnya.
Beberapa
gadis terkesima melihat perubahan baru Kapten Rivaille. Mereka sibuk
membicarakannya ketika sedang melewatinya.
“Sepertinya
ada seseorang yang mendapat banyak penggemar malam ini,” gumam Irvin. Namun
Rivaille menerima pujian itu dengan tenang.
“Hmmm..
seandainya mereka bisa berhenti melakukan omong kosong itu,”
Langkah
mereka berhenti didepan sebuah pintu besar. Pintu itu terbuka dan keduanya
melangkah masuk. Sebuah lampu mewah besar menyambut mereka dengan dua tangga
disisi kiri dan kanan bangunan. Seorang pelayan membawa mereka ke salah satu
pintu lain dan mempersilakan mereka masuk. Ruangan itu berisi banyak orang
Terdengar bunyi bising obrolan manusia disegala arah, bunyi musik dengan
suasana yang sangat mewah. Makanan enak tersaji diatas meja dan inilah omong
kosong yang dimaksud Rivaille. Sebuah pesta.
Sekali
lagi ia menangkap perhatian orang-orang yang berada di pesta.
“Hanya
dengan berjalan disebelahmu membuatku merasa terintimidasi, bukankah sudah
kukatakan agar kau tidak menarik perhatian orang lain,”
“Aku
sedang berusaha Irvin,” balas Rivaille masih dengan ekspresi datarnya yang
biasa. Keduanya berjalan menuju salah satu meja teramai di pesta, selain Irvin
dan Rivaille beberapa orang penting
seperti komandan dari squad lain juga datang, militari squad membawa lebih
banyak menteri bersama mereka.
“Kau
ingat rencananya kan?” tanya Irvin kembali mengingatkan.
“Tentu
saja, semoga saja ‘omong kosong’ ini segera berakhir. Aku merasakan rasa muak
dalam diriku,” serunya.
“Setidaknya
berpura-puralah kau menikmati pesta ini dan cobalah untuk berbaur,” pinta
Irvin. Tentu saja permintaan ini membuat Rivaille kesal, namun ia tetap
menjalankannya dengan tenang.
Pintu
masuk terus terbuka, kali ini orang yang masuk lebih banyak. Rivaille bisa
melihat komandan Pixis yang muncul dari pintu dan disebelahnya berjalan seorang
gadis berambut pirang, gadis itu tidak membiarkan rambutnya terjuntai ia telah
menatanya dengan cantik dan memakai gaun yang sangat elegan. Gadis itu tertawa
mendengar lelucon yang dilontarkan Pixis padanya.
Rivaille
merasa dadanya sesak dan entah kenapa beberapa hari ini ia terus memikirkan
gadis itu. Melihatnya berada dipesta ini sungguh merupakan sebuah gangguan
dalam misinya.
Pixis
dan gadis itu berjalan melewati meja tempat Irvin dan Rivaille duduk bersama
beberapa orang menteri lainnya. Rivaille terus mengamati gadis itu tanpa
berkedip. Hingga ia menangkap pemandangan yang sama untuknya, tiba-tiba gadis
itu menoleh kepadanya dan ia yakin gadis itu sedikit membuat ekspresi terkejut
di wajahnya. Rivaille merasa menang.
Pixis
mengajak putrinya duduk di sebuah meja yang ada di seberang meja Irvin, jarak
antar kedua meja ini cukup jauh namun kedua manusia itu dapat saling menatap
jika saja si gadis tidak berusaha mati-matian untuk tidak memperdulikan sosok
Rivaille. Seorang pria dari military squad mengajak bicara gadis itu. Rivaille
melihat gadis itu tersenyum mendengar lelucon pria disebelahnya, namun ia juga
menangkap momen saat gadis itu sedang mencuri pandang padanya.
Sebuah
dentingan kecil mengalihkan perhatian semua orang. Raja muncul dan memberikan
ceramah yang isinya menyangkut kemanusiaan, kematian dan kebanggaan, Rivaille
merasa jenuh mendengarnya, Jika saja ia tidak sedang dalam mode penyamaran ia
akan berusaha mengacaukan pesta ini.
Akhirnya
sampai kebagian penting dari pesta, yaitu berdansa dan menikmati hidangan.
Rivaille dan Irvin sama sekali tidak bergerak menyentuh makanan, Rivaille
teringat pada teman-temannya di barack ketika melihat semua makanan itu.
Sehingga membuatnya tidak nafsu makan sama sekali, ia hanya meminum segelas
anggur yang belum dihabiskannya sejak awal.
Rivaille
dapat melihat Pixis meminta gadis itu berdiri dan mengajaknya berdansa. Gadis
itu mengangguk senang dan mengikuti ayahnya ketempat yang luas untuk bergabung
dengan pasangan lain yang sudah siap berdansa. Sebuah alunan musik yang ceria
mengalun indah.
“Aku
merasa sakit menyaksikan omong kosong ini,” gumamnya.
“Bertahanlah
Rivaille,”
“Irvin,
kau lihat gadis yang datang bersama Pixis?”
“Hmm..
ya, menurut informasi yang beredar dia adalah anak Pixis. Baru sebulan yang
lalu ia muncul di distrik shiganshina, dia tidak masuk dalam scouting manapun
namun aku mendengar ia telah mendapat pelatihan khusus dari Pixis yang sifatnya
sangat rahasia,”
“Sepertinya
kau cukup tahu banyak tentang rahasia Pixis,” celetuk Rivaille, Irvin terkekeh
namun ia tidak menyanggah kata-kata Rivaille.
“Dia
adalah salah satu yang harus diawasi, berbaur atau berdansalah tapi jaga
pandanganmu Kapten jangan sampai fokusmu terpecah,” seru Irvin, ia bangkit dan
berjalan menuju keramaian entah apa yang dilakukannya tapi Rivaille juga
memutuskan untuk berdiri dan mencari tempat lain dimana dia bisa memperhatikan
semua orang dengan tenang tanpa seorang gadis pun akan mencoba mengajaknya
berdansa.
Namun
ditengah perjalanannya ia masih mengawasi gadis itu dan memutuskan hal lain
saat musik berganti. Rivaille menarik tangan gadis itu hingga membuat tubuh
mereka saling menempel. Gadis itu tampak terkejut melihat Rivaille yang
memandangnya dengan tatapan dingin. Namun ia menyunggingkan senyum sopannya
kepada Rivaille.
“Maaf
tuan, tapi gadis ini sedang bersamaku..” seorang lelaki dari military corps
datang mendekati keduanya. Tubuhnya yang tinggi besar sama sekali tidak membuat
Rivaille gentar.
“Kau..”
“Luke,
bolehkah aku berdansa dengannya? Aku ingin berdansa bersama tuan ini,” Rivaille
menghentikan kata-katanya saat gadis itu memotong kata-katanya. Pria bernama
Luke ini menatap Rivaille lalu beranjak pergi. “Apa kau mau berdansa?” tanya
gadis itu lembut.
“Maaf,
tapi aku tidak tertarik..”
Rivaille
meninggalkan gadis itu dan kembali keposisi yang diinginkannya. Entah kenapa sesaat
dia merasa akan mengatakan ‘iya’ pada gadis itu, namun pikirannya kembali
dipenuhi oleh tugas.
Pandangannya
kembali terfokus pada misi dan matanya menangkap sesuatu yang ganjil. Ia tidak
melihat gadis yang tadi ditinggalkannya ditengah dansa, namun dengan cepat ia
melihat gadis itu keluar melalui pintu depan. Ia ditemani seorang pelayan dan..
Luke.
Rivaille
masih mengamati sekitarnya dan ia melihat Irvin. Dengan cepat ia menghampiri
Komandannya. “Ada apa Rivaille?”
“Aku
akan kekamar mandi sebentar,” serunya lalu pergi meninggalkan Irvin. Ia
mempercepat langkahnya dan keluar dari ruangan itu. Perlahan ia menutup pintu
dibelakangnya dan ia dapat melihat ketiga orang itu sedang menaiki tangga.
Rivaille
segera mencari tempat teraman untuk mengintai, ia mengikuti ketiganya Luke
menemani pelayan dan gadis itu masuk kesebuah ruangan. Beberapa saat kemudian
Luke keluar dari ruangan itu meninggalkan sang pelayan dan si gadis berdua. Ia
pun kembali kedalam ruang pesta. Rivaille ingin tahu apa yang sedang terjadi
namun ia tak mungkin lama meninggalkan Irvin sendirian.
Ditengah kegalauannya ia mendengar
suara pintu terbuka, pandangannya teralih pada gadis yang keluar dari ruangan
itu. Ia berjalan sepanjang koridor menjauh dari tempat Rivaille bersembunyi.
Dengan perlahan Rivaille mencoba untuk tidak terlihat, ia mengikuti gadis itu,
koridor terlihat sangat sepi namun ternyata ada seorang petugas yang
menghampiri gadis itu, tiba-tiba saja gerakannya menjadi aneh dan dia
menghempaskan dirinya pada petugas itu.
Percakapan terjadi dan si petugas
membawa gadis itu kekoridor lebih dalam, Rivaille terus mengikuti sambil
bersembunyi. Petugas itu mengantar si gadis kesebuah lorong kamar mandi, tak
lama kemudian si petugas keluar dan kembali memeriksa koridor. Lima menit
berlalu Rivaille melihat gadis itu muncul dan ia memeriksa koridor yang masih
tampak sepi, dengan segera ia menghilang dibelokan koridor selanjutnya.
Terburu-buru Rivaille mengikuti gadis itu dan berbelok dikoridor yang sama.
Tak ada, gadis itu sudah tidak ada di
lorong panjang itu. Rivaille berusaha mengecek koridor sepi itu dengan
hati-hati, ia tidak ingin penjaga menemukannya sedang berkeliaran dikoridor
selama pesta berlangsung. Ia membutuhkan sebuah pentunjuk untuk menemukan gadis
itu. seorang petugas kembali melewati koridor itu delapan menit berlalu sejak kemunculan
petugas yang pertama.
Rivaille mencoba bersembunyi diantara
tirai-tirai besar. Petugas itu melewatinya tanpa merasa curiga ia harus
menunggu sampai petugas itu berbelok di koridor selanjutnya, ia telah
menghabiskan waktu sepuluh menit hanya untuk pergi kekamar mandi.
Mata Rivaille menangkap sesuatu yang
terjatuh di lantai koridor. Sebuah korsase berwarna biru dan berukuran kecil.
Ia mengingatnya.. gadis itu mengenakan korsase untuk menyempurnakan
penampilannya. Tak disangka ia telah melakukan sebuah keteledoran besar dengan
menjatuhkan barang penting miliknya. Rivaille memeriksa dinding didepannya dan
ia menemukan sebuah pintu tersembunyi dibalik dinding, ia memutuskan untuk
memasuki ruangan itu apapun yang akan terjadi nanti akan menjadi masalah
belakangan.
Ia masuk kedalam sebuah ruang baca
yang sangat luas, tak ada seorang pun disana. Rivaille melihat pintu lain yang
bukan pintu rahasia. Ia berjalan mendekati jendela dan memeriksa keadaan diluar
jendela.
“Kurasa kau menjatuhkan barang milikmu,
nona,” serunya tenang. Gadis itu keluar dari persembunyiannya diantara
tirai-tirai besar, ia menodongkan pistol miliknya kearah Rivaille. “Bukankah
ini milik anda?” serunya sembari menunjukkan korsase yang dipungutnya.
“Terima kasih tuan, tapi itu bukan
milikku,” balas si gadis sambil menunjukkan korsase ditangannya. Mereka berdua
berjalan pelan mengitari ruangan saling berhadapan dengan jarak yang cukup
jauh.
“Sepertinya kau sudah menemukan barang
yang kau cari, kucing pencuri?”
Gadis itu terkekeh, Rivaille tahu ia
pernah melihat senyuman itu sebelum bertemu gadis ini. “Kau mengejutkanku Kapten,
kau bahkan bisa menemukan pintu rahasia itu,”
“Aku juga tidak menyangkanya. Aku merasa
seperti seorang detektif namun aku memiliki komentar pribadi untukmu.. kau..
terlihat sangat cocok memakai gaun itu,” puji Rivaille.
Gadis itu tersenyum lembut. “Terima
kasih tuan, anda juga terlihat sangat tampan mengenakan setelan itu,”
“Apa kau sudah mendapatkannya?” tanya
Rivaille mengacuhkan pujian si gadis kucing.
“Hmm, seharusnya kau tidak mengikutiku
tuan.. apa ini karena kau tertarik padaku?”
Pertanyaan itu membuat Rivaille
menghentikan langkahnya dan mengamati gadis itu secara langsung. “Pertanyaanmu
barusan..”
“Kau memandangiku sepanjang malam.. tuan, hingga membuatku menyimpulkan seperti itu,”
“Aku juga melihat hal sebaliknya,
kupikir kaulah yang tertarik padaku,” Gadis itu menghilangkan senyum dari
wajahnya kini ia tampak serius. “Wow.. jika kau menarik pelatuknya sekarang kau
akan membuat kita berdua ketahuan,”
“Aku tidak punya banyak waktu Kapten,”
“Kau bisa melakukan tugasmu sebelum
aku mengeksekusimu,”
Terdengar bunyi pemberitahuan, bel
yang berbunyi membuat keduanya kembali fokus pada keadaan disekitar mereka.
“Kalau kau ingin keluar dari ruangan
ini sebaiknya bekerjasamalah denganku,” tawar gadis itu.
Rivaille tahu dia tidak punya pilihan
lain. “Hmmm, sebenarnya aku juga ingin menawarkan kerjasama yang sama
denganmu.. nona,”
Gadis itu berjalan cepat menuju sebuah
pintu sembari memberi isyarat pada Rivaille untuk mengikutinya. Ia pun membiarkan
gadis itu membawanya keluar dari ruangan melalui pintu rahasia lainnya.
Rivaille melihat gadis itu menyimpan
pistolnya dibawah gaun panjangnya, ada sesuatu seperti sabuk yang melingkar
dibagian paha gadis itu. “Mana pistolmu? kau membiarkan dirimu tanpa
perlindungan, kucing,”
“Sebaiknya kau tutup mulut tuan,”
“Aku tidak akan membiarkanmu lari
dariku,”
“Shhh.. Aku tahu kau memang tertarik
padaku, sebaiknya ikuti aku dengan tenang,”
Beberapa petugas berlarian dikoridor
memeriksa ruangan, akan ada kemungkinan penyusup bergerak saat situasi sedang
genting seperti ini, dan itu memang benar. Gadis itu mengeluarkan mereka berdua
dari koridor, kini mereka berdua berada diteras luar istana, ia terus mengikuti
langkah kaki gadis itu hingga mereka berada cukup jauh dari ruangan yang telah
mereka masuki. Ada sebuah pintu untuk masuk kekoridor yang akan langsung
mengarahkan mereka keaula.
Gadis kucing itu mengintip dari balik
pintu. Ia melihat beberapa prajurit military corps dan penjaga kastil berjalan sepanjang
koridor menuju kearah mereka.
“Sepertinya pistol akan berguna saat
ini,” Gadis kucing berbalik menatap Rivaille. “dan sepertinya seseorang akan
menggagalkan rencana Pixis, benar begitu kucing?” seringai dingin menghiasi
wajah Rivaille.
“Cium aku,” pinta gadis itu.
Rivaille terkejut mendengarnya. “Apa_”
“Sekarang!”
Rivaille tak sempat lagi memikirkan
apa yang akan terjadi setelahnya. Yang ia tahu gadis itu menarik pinggulnya dan
bibir mereka saling bersentuhan, gadis itu melumat bibirnya lembut. Rivaille
mengikuti skenario si kucing, ia merengkuh tubuh gadis itu dan membalas
ciumannya. Dalam hati ia mengakui itu adalah ciuman terbaik yang didapatnya
setelah setahun ia menutup diri.
Terdengar suara langkah kaki mendekat
dan ciuman mereka pun semakin menjadi-jadi.
“Rhein?” sapa orang itu. keduanya
menghentikan ciuman mereka sembari menarik napas dalam-dalam dan sesaat saling
bertatapan. Gadis yang dipanggil Rhein itu menoleh pada Luke dan beberapa
prajurit military corps lainnya. Rhein menjauh dari Rivaille dan mendekati
Luke. Pemuda itu melempar tatapan marah pada Rivaille yang terlihat sangat
tenang dan santai. Ia sangat siap untuk memukul pria yang ada didepannya ini
namun ia justru memutuskan untuk mengajak Rhein pergi dari teras itu.
Sesaat sebelum pintu koridor tertutup,
Rivaille bisa melihat Rhein menoleh kearahnya.
*
* *
0 comments:
Post a Comment