SECRET
LESSON WITH MY BOSS
Cast
: Levi Ackerman x Reader (In my case : Lucy Alsei)
Genre
: Romance, Mature
Song
: Hold it against me by Britney SpearsHold it against me by Britney Spears
CHAPTER 1
Seminggu
berlalu setelah cuti sakitku berakhir, aku harus istirahat panjang setelah
menjalani sebuah operasi usus buntu sehingga membuatku harus mengambil cuti
kerja dari kantorku. Pagi itu jam telah menunjukkan pukul enam ketika aku
terbangun dengan kepala masih sedikit sakit setelah semalaman menyelesaikan
pekerjaan yang dikirim ke emailku oleh Petra sahabatku.
Pagi itu
cuaca cukup mendung sehingga aku harus segera bersiap untuk berangkat kekantor.
Kudengar gosip dari Petra bahwa beberapa hari yang lalu bos baruku telah datang
dan ku putuskan untuk memberikan kesan pertama yang baik padanya setelah
seminggu cuti kerja. Jujur saja aku tak sabar bertemu dengan bos baruku karena
aku sangat bosan melihat bos lamaku, Irvin Smith.
Untuk
bisa sampai dikantor pusat perusahaan Trost aku harus menempuh jarak beberapa
blok dari apartemenku, dengan naik bus jam 06:45 pagi jika tak ada halangan
menghadang aku bisa sampai tepat waktu dikantor.
Cuaca
pagi itu cukup dingin dan aku terus berjalan dengan langkah panjang menuju halte
bus karena takut kehujanan dijalan. Sembari menuju halte biasanya aku akan
mampir di sebuah cafe untuk membeli kopi hitam hangat dan sandwich telur untuk
sarapan pagi.
Tepat
pukul 06:45 bus yang ku tunggu datang dan orang-orang yang ikut mengantri
denganku tadi mulai memasuki bus dengan tertib. Aku mendapat sebuah tempat
duduk yang nyaman didekat jendela dan beberapa menit setelah bus bergerak
rintik hujan mulai turun dan membasahi jalan, pohon dan udara.
Dari
dulu aku suka sekali menikmati hujan dipagi hari, meskipun terlihat muram dan
sendu tapi bagiku hujan dipagi hari benar-benar sangat romantis. Bicara soal
romantis sampai saat ini pun sebenarnya aku belum punya pacar. Sungguh ironis
karena sekarang usiaku sudah menginjak dua puluh tujuh tahun dan aku telah
berhenti untuk berkencan sejak empat tahun yang lalu hingga akhirnya berakhir
menjadi seorang pecandu kerja. Bisa dibilang aku tak memiliki kegiatan lain
yang dapat memacu adrenalin dan menghangatkan cerita percintaanku.
Hujan
turun semakin deras saat aku sampai di halte dekat kantorku, segera ku buka
payung yang tadi kubawa dari rumah dan turun dari bus kemudian berjalan santai disepanjang
trotoar menuju kantor. Butuh lima belas menit berjalan kaki dari halte menuju
kantor, sebenarnya aku bisa menggunakan taxi agar bisa segera sampai. Tapi
berjalan kaki merupakan salah satu favoritku mengingat hampir setiap hari aku
selalu menghabiskan waktu di kantor tanpa pernah sempat melakukan rutinitas
olahraga yang kusukai.
Sebuah
mobil klasik berwarna hitam metalik berbelok tepat ditikungan trotoar tempat
aku sedang berjalan. Sebuah lubang besar dengan genangan air yang cukup banyak
mengguncang ban mobil itu hingga air yang ada dalam kubangan menciprat kesegala
arah dan air kotor yang keruh itu mendarat di baju, rok dan tubuhku.
“Shit!”
decakku kesal sembari menatap pakaianku yang telah basah dan kotor. Mobil itu
berhenti dan aku berjalan cepat mendekati mobil, pemiliknya terlihat menurunkan
setengah kaca jendela mobilnya. Dengan tampang lusuh dan kesal kuhampiri
pemiliknya. “Tak bisa kah anda berkendara dengan hati-hati, sir? Kau membuat
pakaianku jadi kotor semua,” ujarku sambil memukul atap mobilnya.
“Hmmm..
maaf ma’am..” seru pria itu tertahan. Aku bisa melihat tampangnya dengan sangat
jelas meskipun jendela kaca mobil itu hanya diturunkan setengah saja. Pria itu
memiliki rambut sehitam bulu burung gagak dengan wajah minus ekspresi dan
tatapan setajam pisau dengan mata abu-abu indah yang menghiasi wajah tampannya.
Sejenak aku merasa bahwa semua yang ada didirinya adalah kombinasi sempurna
ciptaan Tuhan.
Perlahan
ku lihat ia merogoh sesuatu dari dalam tasnya dan ia mengeluarkan dompet kulit
yang terlihat sangat mahal, ia mengeluarkan beberapa uang kertas kemudian
menurunkan kaca jendelanya lebih rendah lagi. “Ini ma’am, sebagai permintaan
maafku karena telah merusak harimu. Didekat sini ada laundry kau bisa
membersihkan dirimu disana,” serunya sembari menyodorkan lembaran uang itu
padaku.
Jika
saja aku tak bisa mengontrol emosiku dengan sangat sempurna aku pasti sudah
menonjok dengan keras wajah pria ini. Bayangan pria cantik yang sempurna inipun
langsung menghilang dari benakku. “Kau simpan saja uangmu sir, aku tidak
membutuhkannya,” umpatku lalu beranjak pergi meninggalkannya dan kembali
berjalan menelusuri trotoar dengan langkah cepat.
Kulirik
jam tanganku dan aku telah terlambat lima menit. “Shit, dasar grumpy cat
sialan!”
Aku
sampai dikantor dan terlambat lima belas menit, dengan cepat aku memasuki lift
dan menekan tombol lantai delapan gedung ini. Divisiku ada dilantai delapan dan
aku harus segera membersihkan diriku sebelum bertemu dengan bos baruku.
Pintu
lift terbuka dan tampang kaget Jean menyambutku, ia sedang meminum kopinya
dengan santai sambil menatap bingung keadaanku. “Wow, Lucy kau terlihat
sangat.. hmm.. baik. Apa kau mandi terburu-buru sebelum berangkat ke kantor?”
serunya sambil menahan tawa.
Aku
menggelengkan kepala sambil berusaha memperbaiki moodku dan tersenyum. “Kau
harus hati-hati memegang gelas kopimu, Jerk!” seruku sambil menyenggol pelan
lengan Jean, membuat lengannya tergoyang dan air dalam gelasnya hampir tumpah
membasahi lengannya.
“Hei,
hati-hati kau bisa menumpahkan kopiku, ini masih panas!” serunya sebal. Aku tak menghiraukannya
dan segera berjalan menuju mejaku. Jean mengikuti dibelakangku. “Apa yang
terjadi padamu? Kau sudah terlambat lima belas menit dan datang dengan wajah
jelek dan baju kotor.. hmmm.. tapi kau cukup terlihat sangat menarik dengan
kemeja basah itu,”
“Hmmm..?”
Aku menatap baju kemejaku dan tanpa kusadari tadi aku telah membuka jaketku
tanpa sedikitpun sadar bahwa kemeja yang kupakai sudah terlihat tembus pandang
karena basah. “Hei! Hati-hati dengan matamu sebelum aku mencoloknya dengan
pulpen ini Jean,” balasku sebal sambil mengambil jaket yang baru saja
kuletakkan dimejaku.
“Hahahaha..
tak apa karena aku telah melihat sesuatu yang menarik di pagi yang mendung ini,
sesuatu berwarna biru,” seru Jean cuek. Ia duduk disalah satu sisi mejaku
sambil meminum kopinya. Ingin rasanya kusenggol lengannya lagi agar kopi itu
tumpah ditubuhnya namun kuurungkan niat kekanak-kanakan itu hingga sebuah suara
menyapaku.
“Hai
Lucy!”
Ketika
aku berbalik ke arah suara itu aku mendapati Armin berjalan kearahku sambil membawa
sebuah nampan berisi dua cangkir teh. “Hai, Armin.. apa yang kau bawa?”
“Teh,”
jawabnya singkat.
“Untuk
siapa?”
Armin
tidak segera menjawab pertanyaanku karena matanya beralih pada baju dan rokku
yang terlihat kotor. “Hei apa yang terjadi? Kenapa bajumu kotor dan basah?”
“Tadi aku bertemu orang gila sok kaya
yang memiliki wajah seperti grumpy cat,”
“Hmm.. sepertinya harimu sedang buruk,
sebaiknya kau segera merapikan diri sebelum dia melihatmu..”
“Dia...?
Maksudmu bos baru kita?”
“Tentu
saja.. siapa lagi..” Jean mengurungkan niat untuk melanjutkan kalimatnya. Derit
suara pintu dibelakangku membuat kami bertiga terdiam.
“Apa yang kalian ributkan di depan
pintu kantorku? Ini tempat kerja bukannya pasar, Dumbass!” seru suara yang sangat kukenal itu.
Oh no.. batinku. Tanpa kusadari aku
sedikit menurunkan jaket yang menutupi dadaku dan terkesima melihat pemandangan
dibelakangku. Aku menelan ludah dengan susah payah. Jean langsung kabur menuju
mejanya dan Armin masuk kedalam kantor terburu-buru meletakkan teh yang dibawanya
untuk seseorang yang ada didalam lalu segera keluar dari dalam ruangan bos
baru kami.
Pria itu mengalihkan pandangan
dinginnya padaku, kami berdua terdiam dan ia memperhatikan diriku. Dengan
perasaan dongkol aku berusaha mengontrol emosiku yang kembali meluap. “Kau
terlambat..” serunya dengan pandangan tajam dan dahi berkerut. Aku kembali
menelan ludahku dengan susah payah.
“Maaf, sir..” jawabku tertahan. “Ini
tak akan terulang lagi,”
“Mh, sepertinya kau mengalami hari
yang sangat buruk, kau terlihat seperti kotoran kuda,” serunya lagi sembari
melepaskan jas hitam yang masih dipakainya dan menyampirkannya ditubuhku. Sikap
dan kata-katanya yang tidak sejalan membuatku terperangah dan kebingungan.
Hingga kusadari ia mencoba menutupi kemejaku yang terlihat tembus pandang.
“Segera bersihkan dirimu lalu menghadap ke kantorku,” serunya lagi dengan
tatapan mautnya.
Ia menutup pintu didepanku yang masih
terperangah. Aku mendengar Jean terbatuk “Hei, kotoran kuda..” serunya. Dengan
refleks aku menolehkan kepalaku menatapnya. Ia dan Armin tersenyum jahil
menatapku sambil memberi isyarat agar aku segera menuju kamar mandi.
Aku memukul pelan lengan Jean ketika
melewatinya. “Shut up, horse face,”
*
* *
Aku
mengenakan kemeja dan rok yang baru saja dibelikan oleh Petra disebuah
departemen store yang ada di gedung itu, penampilanku sudah terlihat lebih baik
dan lebih rapi dibanding sebelumnya. Dengan langkah gontai dan perasaan campur
aduk aku berjalan menuju mejaku, jas hitam milik bos masih tersampir rapi dilenganku.
Aku hanya diam menatap pintu kantor itu sebelum akhirnya memutuskan untuk
mengetuknya.
Tok-tok-tok..
perlahan aku mengetuk pintu kantornya.
“Masuk,”
terdengar suara bos baruku.
Perlahan
kubuka pintu itu dan masuk kedalam ruangan, aku melihat sosok lain yang sangat
ku kenal yaitu bos lamaku, Irvin smith. Ia tersenyum manis seperti biasanya,
entah kenapa tiba-tiba aku sangat merindukan bos lamaku dan bersyukur bisa
melihatnya hari ini.
“Hai
Lucy,” sapa Irvin.
“Bos..”
jawabku namun Irvin memotong kalimatku.
“Sudah sering
kukatakan padamu panggil saja aku Irvin, lagipula aku sudah bukan bosmu. Levi
adalah bosmu yang baru,” serunya mengoreksi kata-kataku sambil menunjuk kearah
Levi.
Oh, jadi nama Grumpy cat ini Levi?
“Dia
akan menggantikan posisiku disini,” jelas Irvin sembari menatap Levi lalu
mengalihkannya lagi padaku. “Levi.. dia adalah orang yang kuceritakan padamu..
kau bisa mengandalkan jasanya selama bekerja disini.. dia akan membantumu
dengan sangat baik,”
“Hmm,
aku tak akan berharap banyak darinya..” seru Levi santai, membuat emosiku
kembali naik dan ingin sekali memukulnya.
Namun
mendengar kata-kata Levi justru membuat Irvin tertawa. “Hmm.. sambutan yang
sangat manis Levi. Sepertinya aku harus segera pergi Rein..” Irvin bangkit dari
kursinya dan memperbaiki jasnya. “Aku harus menghadiri rapat penting lainnya..
sebaiknya kau duduk disini karena Levi ingin membahas sesuatu denganmu,”
serunya lagi sembari mempersilakan diriku agar duduk di kursinya tadi.
“Terima
kasih Irvin,” jawabku.
Irvin
pergi meninggalkan kami berdua dalam keheningan. Dengan perasaan kikuk aku
mencoba mengembalikan jas Levi. “Terima kasih sudah meminjamiku jas anda sir,”
seruku sembari meletakkan jas yang ku pegang diatas meja Levi.
“Duduk,”
serunya sembari berdiri dengan wajah minus ekspresi. Aku menelan ludah dan
segera mengikuti keinginannya dengan perasaan gugup luar biasa. Pria itu
berjalan mengitari mejanya lalu duduk diatas meja didepanku dengan tangan
terlipat didada.
“Jadi,
kau adalah sekretarisku?”
“Ya,
sir”
“.. dan
kau datang terlambat..”
“Hmm.. Maaf,
sir..”
“...”
“...”
Keheningan
panjang diantara kami berdua benar-benar membuatku gila, entah kenapa aku
merasa gugup sekali berhadapan dengannya dan perasaanku jadi sangat
terintimidasi saat ini. Bicaralah!
Bicaralah! KATAKAN SESUATU GRUMPY CAT! Jangan cuma berdiri menatapku diam
begini!
“Aku
baru saja pindah ke distrik ini..” kata-kata Levi terhenti dan membuatku
penasaran hingga akhirnya mengalihkan pandanganku fokus pada wajahnya. “Aku tak
terbiasa mengemudi.. Irvin belum bisa mendapatkan mobil yang kuinginkan,”
Hmm, anak manja..
“Mobil
disini berbeda dengan mobil yang biasa ku gunakan,”
Oh, itu bukan masalahku.. Sir! Aku sudah
terbiasa jalan kaki dan kecipratan lumpur tepat diwajahku, lalu dikatai kotoran
kuda oleh bos baruku, parahnya horse face juga mengataiku kotoran kuda.
Benar-benar ironi di dalam ironi, aku yakin anda tak pernah mengalami hal buruk
dalam hidup anda..
“Soal
tadi pagi.... aku benar-benar minta maaf..”
“Eh?!”
Aku sama
sekali tak menyangka bahwa bosku akan mengatakan hal sebaik ini. Kebencianku
padanya mulai menipis.
“Aku tak
tahu memberimu uang untuk melaundry pakaian akan membuatmu semarah itu,”
“Tak
apa, Sir! Kita bisa melupakan masalah itu sekarang, aku juga.. sudah
melupakannya,” ucapku tertahan. Kata-katanya kembali menusuk hatiku..
kebencianku kembali menebal.
“Aku tak
akan mempermasalahkan keterlambatan para stafku tapi kau perlu tahu bahwa
disiplin adalah prioritas utamaku, kau juga harus berpakaian bersih dan rapi..
jangan biarkan pakaian dalammu terlihat oleh orang lain seperti tadi..”
What?! Kau tak perlu mengatakannnya pun aku
sudah tahu. Itu hanya kecelakaan! AN ACCIDENT! JERK!
“Ya,
Sir! Aku tak akan pernah melakukannya lagi”
“Hmm..
jangan bicara seyakin itu, bisa saja kau berbohong dan akan mengulanginya memperlihatkannya pada semua orang dan padaku..”
“Oh..”
potongku tak sabar. “Anda tenang saja, Sir! Aku bukan tipe sekretaris seperti
yang ada dalam bayangan anda..”
Levi
menelengkan kepalanya dan menatapku dengan dahi berkerut. Aku benci ketika dia
melakukan hal ini. “Apa maksudmu? Memangnya aku membayangkan apa?” tanyanya
bingung.
“Anda
ingin bilang bahwa aku tipe sekretaris yang akan menggoda staf dan atasannya kan? Anda
tenang saja , Sir! Aku bekerja disini sesuai dengan porsiku,” balasku kesal namun aku tetap berusaha terlihat santai.
Levi
menatapku dengan ekspresi dinginnya, ia diam beberapa saat sebelum akhirnya
menyunggingkan secuil senyuman kecil diwajahnya. Bagiku potretnya saat ini sama
seperti lukisan Monalisa, pertanyaan apa kah gadis dalam lukisan itu tersenyum
atau tidak sama membingungkannya ketika aku melihat sosok Levi.
Oh, Shit!! Aku berjanji mulai sekarang akan
diam dan menutup mulutku selamanya didepan si grumpy cat!! pekikku dalam
hati.
“Kau
gadis yang menarik.. pola pikirmu menarik,” serunya lagi. Ia berdiri dan
menaruh kedua tangannya dilengan kursiku. Wajahnya sangat dekat dengan wajahku,
membuatku harus menelan ludah dengan susah payah dan entah kenapa tatapanku
beralih dari mata ke bibir mungilnya. Dengan cepat kutundukkan wajahku dan aku dapat merasakan wajahku mulai memanas.
Shit!! Kenapa aku melihat bibirnya!?
“Maaf,
Sir!” ucapku lagi. Entah sudah berapa kata maaf yang terlontar dari bibirku,
membuatku terlihat seperti orang bodoh.
Levi
menjauhkan wajahnya dan beranjak namun sesaat sentuhan tangannya dikepalaku
membuat jantungku serasa akan melompat dari tempatnya. “Kau terlalu kaku..”
serunya lalu kembali mengitari meja dan duduk di kursinya. “Kau boleh keluar
dan melanjutkan pekerjaanmu,”
Tanpa
perlu disuruh dua kali aku langsung bangkit dari kursi dan permisi pergi.
“Lucy..” Tanganku telah membuka kenop
pintu ketika kudengar ia memanggil namaku dan aku kembali menoleh ke arahnya. “Mulai
saat ini kau tak perlu menyebutku grumpy cat lagi dan panggil aku dengan
namaku, Levi. Mengerti?”
“B-baik,
Sir! Ah maksudku.. Levi,”
Aku
segera menutup pintu dibelakangku dan melihat Eren, Jean, Armin, dan Petra menyambut kemunculanku dengan wajah khawatir.
“Kau
baik-baik saja?” tanya Petra. Aku duduk dikursiku mencoba rileks dari kepanikan
yang baru saja melandaku dan menghirup napas dalam-dalam.
“Dia
terlihat seperti ikan mas mati..” celetuk Eren sambil tersenyum lebar.
“Hahaha..
wajahmu benar-benar terlihat seperti horse shit..” ledek Jean.
“Jerk!”
jawabku sembari tersenyum. “Tadi benar-benar sangat intense..”
“Kau
bisa rileks sekarang,” seru Petra menenangkan.
“Tenang
saja, kami juga mengalami hal yang sama.. entah kenapa dia benar-benar...
hmmm.. kau lihat sendiri kan barusan,” seru Armin.
“Kau
bisa bersantai sebentar lalu nanti kita akan makan siang bersama.. kami ingin
menceritakan pengalaman pertama bertemu dengannya. Sebaiknya kau segera
selesaikan pekerjaan ini sebelum dia muncul lagi..” Eren menunjuk tumpukan kertas
baru yang ada dimejaku.
“Welcome
to the hell.. Shitty Hor.."
"Shut Up, Jean.."
*
* *
0 comments:
Post a Comment