Sunday 19 July 2015

Modern AoT : Chapter 1 [SECRET LESSON WITH MY BOSS]

BY Unknown IN No comments




SECRET LESSON WITH MY BOSS

Cast   : Levi Ackerman x Reader (In my case : Lucy Alsei)
Genre : Romance, Mature
Song  : Hold it against me by Britney SpearsHold it against me by Britney Spears
          
CHAPTER 1

          Seminggu berlalu setelah cuti sakitku berakhir, aku harus istirahat panjang setelah menjalani sebuah operasi usus buntu sehingga membuatku harus mengambil cuti kerja dari kantorku. Pagi itu jam telah menunjukkan pukul enam ketika aku terbangun dengan kepala masih sedikit sakit setelah semalaman menyelesaikan pekerjaan yang dikirim ke emailku oleh Petra sahabatku.

          Pagi itu cuaca cukup mendung sehingga aku harus segera bersiap untuk berangkat kekantor. Kudengar gosip dari Petra bahwa beberapa hari yang lalu bos baruku telah datang dan ku putuskan untuk memberikan kesan pertama yang baik padanya setelah seminggu cuti kerja. Jujur saja aku tak sabar bertemu dengan bos baruku karena aku sangat bosan melihat bos lamaku, Irvin Smith.

          Untuk bisa sampai dikantor pusat perusahaan Trost aku harus menempuh jarak beberapa blok dari apartemenku, dengan naik bus jam 06:45 pagi jika tak ada halangan menghadang aku bisa sampai tepat waktu dikantor.

          Cuaca pagi itu cukup dingin dan aku terus berjalan dengan langkah panjang menuju halte bus karena takut kehujanan dijalan. Sembari menuju halte biasanya aku akan mampir di sebuah cafe untuk membeli kopi hitam hangat dan sandwich telur untuk sarapan pagi.

          Tepat pukul 06:45 bus yang ku tunggu datang dan orang-orang yang ikut mengantri denganku tadi mulai memasuki bus dengan tertib. Aku mendapat sebuah tempat duduk yang nyaman didekat jendela dan beberapa menit setelah bus bergerak rintik hujan mulai turun dan membasahi jalan, pohon dan udara.

          Dari dulu aku suka sekali menikmati hujan dipagi hari, meskipun terlihat muram dan sendu tapi bagiku hujan dipagi hari benar-benar sangat romantis. Bicara soal romantis sampai saat ini pun sebenarnya aku belum punya pacar. Sungguh ironis karena sekarang usiaku sudah menginjak dua puluh tujuh tahun dan aku telah berhenti untuk berkencan sejak empat tahun yang lalu hingga akhirnya berakhir menjadi seorang pecandu kerja. Bisa dibilang aku tak memiliki kegiatan lain yang dapat memacu adrenalin dan menghangatkan cerita percintaanku.

          Hujan turun semakin deras saat aku sampai di halte dekat kantorku, segera ku buka payung yang tadi kubawa dari rumah dan turun dari bus kemudian berjalan santai disepanjang trotoar menuju kantor. Butuh lima belas menit berjalan kaki dari halte menuju kantor, sebenarnya aku bisa menggunakan taxi agar bisa segera sampai. Tapi berjalan kaki merupakan salah satu favoritku mengingat hampir setiap hari aku selalu menghabiskan waktu di kantor tanpa pernah sempat melakukan rutinitas olahraga yang kusukai.

          Sebuah mobil klasik berwarna hitam metalik berbelok tepat ditikungan trotoar tempat aku sedang berjalan. Sebuah lubang besar dengan genangan air yang cukup banyak mengguncang ban mobil itu hingga air yang ada dalam kubangan menciprat kesegala arah dan air kotor yang keruh itu mendarat di baju, rok dan tubuhku.

          “Shit!” decakku kesal sembari menatap pakaianku yang telah basah dan kotor. Mobil itu berhenti dan aku berjalan cepat mendekati mobil, pemiliknya terlihat menurunkan setengah kaca jendela mobilnya. Dengan tampang lusuh dan kesal kuhampiri pemiliknya. “Tak bisa kah anda berkendara dengan hati-hati, sir? Kau membuat pakaianku jadi kotor semua,” ujarku sambil memukul atap mobilnya.

          “Hmmm.. maaf ma’am..” seru pria itu tertahan. Aku bisa melihat tampangnya dengan sangat jelas meskipun jendela kaca mobil itu hanya diturunkan setengah saja. Pria itu memiliki rambut sehitam bulu burung gagak dengan wajah minus ekspresi dan tatapan setajam pisau dengan mata abu-abu indah yang menghiasi wajah tampannya. Sejenak aku merasa bahwa semua yang ada didirinya adalah kombinasi sempurna ciptaan Tuhan.

          Perlahan ku lihat ia merogoh sesuatu dari dalam tasnya dan ia mengeluarkan dompet kulit yang terlihat sangat mahal, ia mengeluarkan beberapa uang kertas kemudian menurunkan kaca jendelanya lebih rendah lagi. “Ini ma’am, sebagai permintaan maafku karena telah merusak harimu. Didekat sini ada laundry kau bisa membersihkan dirimu disana,” serunya sembari menyodorkan lembaran uang itu padaku.

          Jika saja aku tak bisa mengontrol emosiku dengan sangat sempurna aku pasti sudah menonjok dengan keras wajah pria ini. Bayangan pria cantik yang sempurna inipun langsung menghilang dari benakku. “Kau simpan saja uangmu sir, aku tidak membutuhkannya,” umpatku lalu beranjak pergi meninggalkannya dan kembali berjalan menelusuri trotoar dengan langkah cepat.

          Kulirik jam tanganku dan aku telah terlambat lima menit. “Shit, dasar grumpy cat sialan!”

          Aku sampai dikantor dan terlambat lima belas menit, dengan cepat aku memasuki lift dan menekan tombol lantai delapan gedung ini. Divisiku ada dilantai delapan dan aku harus segera membersihkan diriku sebelum bertemu dengan bos baruku.

          Pintu lift terbuka dan tampang kaget Jean menyambutku, ia sedang meminum kopinya dengan santai sambil menatap bingung keadaanku. “Wow, Lucy kau terlihat sangat.. hmm.. baik. Apa kau mandi terburu-buru sebelum berangkat ke kantor?” serunya sambil menahan tawa.

          Aku menggelengkan kepala sambil berusaha memperbaiki moodku dan tersenyum. “Kau harus hati-hati memegang gelas kopimu, Jerk!” seruku sambil menyenggol pelan lengan Jean, membuat lengannya tergoyang dan air dalam gelasnya hampir tumpah membasahi lengannya.

          “Hei, hati-hati kau bisa menumpahkan kopiku, ini masih panas!” serunya sebal. Aku tak menghiraukannya dan segera berjalan menuju mejaku. Jean mengikuti dibelakangku. “Apa yang terjadi padamu? Kau sudah terlambat lima belas menit dan datang dengan wajah jelek dan baju kotor.. hmmm.. tapi kau cukup terlihat sangat menarik dengan kemeja basah itu,”

          “Hmmm..?” Aku menatap baju kemejaku dan tanpa kusadari tadi aku telah membuka jaketku tanpa sedikitpun sadar bahwa kemeja yang kupakai sudah terlihat tembus pandang karena basah. “Hei! Hati-hati dengan matamu sebelum aku mencoloknya dengan pulpen ini Jean,” balasku sebal sambil mengambil jaket yang baru saja kuletakkan dimejaku.

          “Hahahaha.. tak apa karena aku telah melihat sesuatu yang menarik di pagi yang mendung ini, sesuatu berwarna biru,” seru Jean cuek. Ia duduk disalah satu sisi mejaku sambil meminum kopinya. Ingin rasanya kusenggol lengannya lagi agar kopi itu tumpah ditubuhnya namun kuurungkan niat kekanak-kanakan itu hingga sebuah suara menyapaku.

          “Hai Lucy!”

          Ketika aku berbalik ke arah suara itu aku mendapati Armin berjalan kearahku sambil membawa sebuah nampan berisi dua cangkir teh. “Hai, Armin.. apa yang kau bawa?”

          “Teh,” jawabnya singkat.

          “Untuk siapa?”

          Armin tidak segera menjawab pertanyaanku karena matanya beralih pada baju dan rokku yang terlihat kotor. “Hei apa yang terjadi? Kenapa bajumu kotor dan basah?”

“Tadi aku bertemu orang gila sok kaya yang memiliki wajah seperti grumpy cat,”

“Hmm.. sepertinya harimu sedang buruk, sebaiknya kau segera merapikan diri sebelum dia melihatmu..”

          “Dia...? Maksudmu bos baru kita?”
         
        “Tentu saja.. siapa lagi..” Jean mengurungkan niat untuk melanjutkan kalimatnya. Derit suara pintu dibelakangku membuat kami bertiga terdiam.

“Apa yang kalian ributkan di depan pintu kantorku? Ini tempat kerja bukannya pasar, Dumbass!”  seru suara yang sangat kukenal itu.

          Oh no.. batinku. Tanpa kusadari aku sedikit menurunkan jaket yang menutupi dadaku dan terkesima melihat pemandangan dibelakangku. Aku menelan ludah dengan susah payah. Jean langsung kabur menuju mejanya dan Armin masuk kedalam kantor terburu-buru meletakkan teh yang dibawanya untuk seseorang yang ada didalam lalu segera keluar dari dalam ruangan bos baru kami.

Pria itu mengalihkan pandangan dinginnya padaku, kami berdua terdiam dan ia memperhatikan diriku. Dengan perasaan dongkol aku berusaha mengontrol emosiku yang kembali meluap. “Kau terlambat..” serunya dengan pandangan tajam dan dahi berkerut. Aku kembali menelan ludahku dengan susah payah.

“Maaf, sir..” jawabku tertahan. “Ini tak akan terulang lagi,”

“Mh, sepertinya kau mengalami hari yang sangat buruk, kau terlihat seperti kotoran kuda,” serunya lagi sembari melepaskan jas hitam yang masih dipakainya dan menyampirkannya ditubuhku. Sikap dan kata-katanya yang tidak sejalan membuatku terperangah dan kebingungan. Hingga kusadari ia mencoba menutupi kemejaku yang terlihat tembus pandang. “Segera bersihkan dirimu lalu menghadap ke kantorku,” serunya lagi dengan tatapan mautnya.

Ia menutup pintu didepanku yang masih terperangah. Aku mendengar Jean terbatuk “Hei, kotoran kuda..” serunya. Dengan refleks aku menolehkan kepalaku menatapnya. Ia dan Armin tersenyum jahil menatapku sambil memberi isyarat agar aku segera menuju kamar mandi.

Aku memukul pelan lengan Jean ketika melewatinya. “Shut up, horse face,”
* * *

          Aku mengenakan kemeja dan rok yang baru saja dibelikan oleh Petra disebuah departemen store yang ada di gedung itu, penampilanku sudah terlihat lebih baik dan lebih rapi dibanding sebelumnya. Dengan langkah gontai dan perasaan campur aduk aku berjalan menuju mejaku, jas hitam milik bos masih tersampir rapi dilenganku. Aku hanya diam menatap pintu kantor itu sebelum akhirnya memutuskan untuk mengetuknya.

          Tok-tok-tok.. perlahan aku mengetuk pintu kantornya.

          “Masuk,” terdengar suara bos baruku.

          Perlahan kubuka pintu itu dan masuk kedalam ruangan, aku melihat sosok lain yang sangat ku kenal yaitu bos lamaku, Irvin smith. Ia tersenyum manis seperti biasanya, entah kenapa tiba-tiba aku sangat merindukan bos lamaku dan bersyukur bisa melihatnya hari ini.

          “Hai Lucy,” sapa Irvin.

          “Bos..” jawabku namun Irvin memotong kalimatku.

          “Sudah sering kukatakan padamu panggil saja aku Irvin, lagipula aku sudah bukan bosmu. Levi adalah bosmu yang baru,” serunya mengoreksi kata-kataku sambil menunjuk kearah Levi.

          Oh, jadi nama Grumpy cat ini Levi?

        “Dia akan menggantikan posisiku disini,” jelas Irvin sembari menatap Levi lalu mengalihkannya lagi padaku. “Levi.. dia adalah orang yang kuceritakan padamu.. kau bisa mengandalkan jasanya selama bekerja disini.. dia akan membantumu dengan sangat baik,”

          “Hmm, aku tak akan berharap banyak darinya..” seru Levi santai, membuat emosiku kembali naik dan ingin sekali memukulnya.

          Namun mendengar kata-kata Levi justru membuat Irvin tertawa. “Hmm.. sambutan yang sangat manis Levi. Sepertinya aku harus segera pergi Rein..” Irvin bangkit dari kursinya dan memperbaiki jasnya. “Aku harus menghadiri rapat penting lainnya.. sebaiknya kau duduk disini karena Levi ingin membahas sesuatu denganmu,” serunya lagi sembari mempersilakan diriku agar duduk di kursinya tadi.

          “Terima kasih Irvin,” jawabku.

          Irvin pergi meninggalkan kami berdua dalam keheningan. Dengan perasaan kikuk aku mencoba mengembalikan jas Levi. “Terima kasih sudah meminjamiku jas anda sir,” seruku sembari meletakkan jas yang ku pegang diatas meja Levi.
         
          “Duduk,” serunya sembari berdiri dengan wajah minus ekspresi. Aku menelan ludah dan segera mengikuti keinginannya dengan perasaan gugup luar biasa. Pria itu berjalan mengitari mejanya lalu duduk diatas meja didepanku dengan tangan terlipat didada.

          “Jadi, kau adalah sekretarisku?”

          “Ya, sir”

          “.. dan kau datang terlambat..”

          “Hmm.. Maaf, sir..”

          “...”

          “...”

          Keheningan panjang diantara kami berdua benar-benar membuatku gila, entah kenapa aku merasa gugup sekali berhadapan dengannya dan perasaanku jadi sangat terintimidasi saat ini. Bicaralah! Bicaralah! KATAKAN SESUATU GRUMPY CAT! Jangan cuma berdiri menatapku diam begini!

          “Aku baru saja pindah ke distrik ini..” kata-kata Levi terhenti dan membuatku penasaran hingga akhirnya mengalihkan pandanganku fokus pada wajahnya. “Aku tak terbiasa mengemudi.. Irvin belum bisa mendapatkan mobil yang kuinginkan,”

          Hmm, anak manja..

          “Mobil disini berbeda dengan mobil yang biasa ku gunakan,”

          Oh, itu bukan masalahku.. Sir! Aku sudah terbiasa jalan kaki dan kecipratan lumpur tepat diwajahku, lalu dikatai kotoran kuda oleh bos baruku, parahnya horse face juga mengataiku kotoran kuda. Benar-benar ironi di dalam ironi, aku yakin anda tak pernah mengalami hal buruk dalam hidup anda..

          “Soal tadi pagi.... aku benar-benar minta maaf..”

          “Eh?!”

          Aku sama sekali tak menyangka bahwa bosku akan mengatakan hal sebaik ini. Kebencianku padanya mulai menipis.

          “Aku tak tahu memberimu uang untuk melaundry pakaian akan membuatmu semarah itu,”

          “Tak apa, Sir! Kita bisa melupakan masalah itu sekarang, aku juga.. sudah melupakannya,” ucapku tertahan. Kata-katanya kembali menusuk hatiku.. kebencianku kembali menebal.

          “Aku tak akan mempermasalahkan keterlambatan para stafku tapi kau perlu tahu bahwa disiplin adalah prioritas utamaku, kau juga harus berpakaian bersih dan rapi.. jangan biarkan pakaian dalammu terlihat oleh orang lain seperti tadi..”

          What?! Kau tak perlu mengatakannnya pun aku sudah tahu. Itu hanya kecelakaan! AN ACCIDENT! JERK!

          “Ya, Sir! Aku tak akan pernah melakukannya lagi”

          “Hmm.. jangan bicara seyakin itu, bisa saja kau berbohong dan akan mengulanginya memperlihatkannya pada semua orang dan padaku..”

          “Oh..” potongku tak sabar. “Anda tenang saja, Sir! Aku bukan tipe sekretaris seperti yang ada dalam bayangan anda..”

          Levi menelengkan kepalanya dan menatapku dengan dahi berkerut. Aku benci ketika dia melakukan hal ini. “Apa maksudmu? Memangnya aku membayangkan apa?” tanyanya bingung.

          “Anda ingin bilang bahwa aku tipe sekretaris yang akan menggoda staf dan atasannya kan? Anda tenang saja , Sir! Aku bekerja disini sesuai dengan porsiku,” balasku kesal namun aku tetap berusaha terlihat santai.

          Levi menatapku dengan ekspresi dinginnya, ia diam beberapa saat sebelum akhirnya menyunggingkan secuil senyuman kecil diwajahnya. Bagiku potretnya saat ini sama seperti lukisan Monalisa, pertanyaan apa kah gadis dalam lukisan itu tersenyum atau tidak sama membingungkannya ketika aku melihat sosok Levi.

          Oh, Shit!! Aku berjanji mulai sekarang akan diam dan menutup mulutku selamanya didepan si grumpy cat!! pekikku dalam hati.

          “Kau gadis yang menarik.. pola pikirmu menarik,” serunya lagi. Ia berdiri dan menaruh kedua tangannya dilengan kursiku. Wajahnya sangat dekat dengan wajahku, membuatku harus menelan ludah dengan susah payah dan entah kenapa tatapanku beralih dari mata ke bibir mungilnya. Dengan cepat kutundukkan wajahku dan aku dapat merasakan wajahku mulai memanas.

          Shit!! Kenapa aku melihat bibirnya!?

          “Maaf, Sir!” ucapku lagi. Entah sudah berapa kata maaf yang terlontar dari bibirku, membuatku terlihat seperti orang bodoh.

          Levi menjauhkan wajahnya dan beranjak namun sesaat sentuhan tangannya dikepalaku membuat jantungku serasa akan melompat dari tempatnya. “Kau terlalu kaku..” serunya lalu kembali mengitari meja dan duduk di kursinya. “Kau boleh keluar dan melanjutkan pekerjaanmu,”

          Tanpa perlu disuruh dua kali aku langsung bangkit dari kursi dan permisi pergi.

“Lucy..” Tanganku telah membuka kenop pintu ketika kudengar ia memanggil namaku dan aku kembali menoleh ke arahnya. “Mulai saat ini kau tak perlu menyebutku grumpy cat lagi dan panggil aku dengan namaku, Levi. Mengerti?”

          “B-baik, Sir! Ah maksudku.. Levi,”

          Aku segera menutup pintu dibelakangku dan melihat Eren, Jean, Armin, dan Petra  menyambut kemunculanku dengan wajah khawatir.

          “Kau baik-baik saja?” tanya Petra. Aku duduk dikursiku mencoba rileks dari kepanikan yang baru saja melandaku dan menghirup napas dalam-dalam.

          “Dia terlihat seperti ikan mas mati..” celetuk Eren sambil tersenyum lebar.

          “Hahaha.. wajahmu benar-benar terlihat seperti horse shit..” ledek Jean.

          “Jerk!” jawabku sembari tersenyum. “Tadi benar-benar sangat intense..”

          “Kau bisa rileks sekarang,” seru Petra menenangkan.

          “Tenang saja, kami juga mengalami hal yang sama.. entah kenapa dia benar-benar... hmmm.. kau lihat sendiri kan barusan,” seru Armin.

          “Kau bisa bersantai sebentar lalu nanti kita akan makan siang bersama.. kami ingin menceritakan pengalaman pertama bertemu dengannya. Sebaiknya kau segera selesaikan pekerjaan ini sebelum dia muncul lagi..” Eren menunjuk tumpukan kertas baru yang ada dimejaku.

          “Welcome to the hell.. Shitty Hor.."

         "Shut Up, Jean.."
* * *




          

0 comments:

Post a Comment