Thursday 4 February 2016

[My Dilemma] Chapter 3 - If you can beat me (Aomine Daiki x Reader)

BY Unknown IN No comments





Cast       : Aomine Daiki (Kuroko No Basuke) x Reader
Genre   : Drama, Romance, +18yo
Language : Bahasa Indonesia
Chapter 3
If you can beat me...

Jam di ponsel itu menunjuk pukul 05.30 dan alarm pagi pun tiba-tiba bernyanyi riang tanpa henti. Aomine terbangun dengan mata berat dan tangannya mencari-cari ponselnya yang tergeletak di atas meja belajar yang ada disamping kasur empuknya.

“Urusai na~ (Berisik~)” gumamnya sambil mendecakkan lidahnya lalu mematikan alarm di ponsel itu.

Ia pun menguap lalu beranjak dari tidurnya kemudian terduduk dikasur tanpa melepaskan pandangannya dari ponselnya. Ia memencet icon gallery dan jari-jarinya mulai menggesek-gesek layar ponsel itu hingga akhirnya terhenti disalah satu foto, ia menatapnya.

                “Sigh~, she’s ugly...” gumamnya pelan, namun ia tersenyum saat menatap foto dilayar itu. Sesaat ia terlihat bimbang namun akhirnya ia pun memutuskan untuk melakukan sebuah panggilan telepon.

                Panggilan pertamanya gagal dan tidak direspon, ia mulai mengerutkan dahinya lalu membuat panggilan yang kedua. Kali ini panggilan keduanya mendapat respon.

                “Moshi-moosshh...” sapa suara lemas yang ada diseberang telepon. Suara itu terdengar seperti suara bangun tidur dan terdengar sangat malas.

Aomine bergidik dan tangannya mulai menggaruk kepalanya yang sama sekali tidak gatal. Ia merasa grogi dan tidak tahu ingin bicara apa tapi ia menyukai suara bangun tidur itu.

                “Hallooo...” sapa suara itu lagi.

                Ia semakin menyukai suara itu. “Souka.. senpai, I don’t know that you have a sexy morning voice..” gumamnya pelan. Ia bangkit dari kasurnya dan berjalan mendekati jendela kamar lalu membuka tirainya. Pemandangan kota dengan langit yang masih gelap subuh itu terlihat jelas dari jendela transparan kamar apartemennya.

                Terdengar gumam bingung dari seberang telepon. “A-are you... Da-daiki-kun?” lanjut suara itu. “K-kau... sedang apa sepagi ini?” tanyanya panik.

“Tch, calm down senpai...  I have one condition, so you better get up now and don’t forget to wear your sport clothes, I pick you up in ten minutes,”

“Bu-but...”

“I said now!”

Tuut.. tuuut.. tuuut..

Aomine memutus teleponnya dan beranjak dari kasurnya.
****
“Hatsyiii!!!”

Damn! Saking semangatnya aku jadi bersiap secepat kilat dan akhirnya menunggu didepan gerbang rumah lima menit lebih awal dari permintaan Aomine. Entah ada angin apa tiba-tiba ia meneleponku sepagi ini dan parahnya lagi aku tak ingat kapan meminta nomor ponselnya.

Aku sangat kaget saat melihat namanya tiba-tiba saja tertera dilayar ponselku pagi ini. Hampir saja aku jantungan.

Hawa dingin pagi ini menusuk tulangku, padahal aku sudah mengenakan pakaian olahraga dan jaket seperti permintaan Aomine tapi tetap saja tidak cukup untuk melindungi kulitku. Kalau Aomine tidak cepat datang aku akan segera membeku ditempat ini.

Tapi.. Kenapa dia ingin bertemu sepagi ini? Apa mungkin dia akan mengajakku latihan basket bersama? Atau... ini kencan??

Ah~~... mustahil~~ mana mungkin dia mengajakku kencan sambil main basket.

Rasa geli itu kembali mengelitik hidungku dan membuatku tak bisa menahan diri lagi. “Hatsyiii~~~!!!”

Akhirnya... bersin itu enak sekali.

“Senpai! Are you okay?”

Suara yang kukenal itu terdengar dekat sekali, Aomine muncul dan ia sedang berlari menghampiriku. Memalukan bisa-bisanya aku bersin seperti itu didepannya.

“Da-daijoubu~” Aku hanya bisa menjawab kalau aku baik-baik saja, padahal tubuhku sudah gemetaran karena kedinginan.

“Hmm?” Ia terlihat sedang mengamatiku dengan dahi berkerut. Aku pun memperbaiki pose awalku yang tadinya sibuk memeluk diriku sendiri. Kuharap dia tak menyadari kalau aku kedinginan. “Ah...” gumamnya dengan suaranya yang ngebass, lalu jari-jarinya beranjak menyentuh kulit pipiku. “Kau kedinginan kan?” gumamnya lagi sambil mencubitnya.

Ternyata dia menyadarinya.

“Sedikit~” jawabku. Kupikir aku harus segera mengajaknya berlari pagi agar tubuh bisa menjadi hangat. “A-ayo kita pergi sekarang...” ajakku sambil berbalik dan mulai melangkahkan kaki.

“Senpai... Sebelum kita berangkat apa kau ingin kuhangatkan lebih dulu..?”

“Of course, that’s a really good idea Dai...”

Wa-Waiiit~ What??? What did he said???

Tubuhku terdorong kedinding pagar dan bisa kulihat kalau Aomine sedang menatapku jahil. “I see... I never think that you really want me so bad, senpai..” gumamnya lagi lalu tersenyum.

“Wa-wait... I have a slipped tongue, so... can we just begin our morning workout...?”

“You mean.. now..?”

“I mean... now! Real workout,” Kudorong tubuhnya agar menjauh dariku, ia tak memaksaku dan melepaskan pegangannya ditanganku. Setidaknya tindakannya barusan cukup membuatku jantungan hingga bisa kurasakan tubuhku mulai menghangat karena jantungku mulai berdebar kencang.

“Senpai.. I’m sorry for disturbing you... I’m just joking around,” gumamnya lagi sambil melepas jaketnya dan menyerahkannya padaku.

Kupandangi jaketnya tidak percaya. Oh gosh! Aku ingin memakainya!! “Wh-what do you mean dummy...? It’s okay, aku tidak kedinginan.. cepat pakai lagi jaketmu, Baka!” gumamku lalu beranjak pergi meninggalkannya.

“Oi... kenapa nggak mau pakai jaketku, huh?” panggilnya lagi.

Tak kuhiraukan panggilannya dan mulai berlari kecil sepanjang jalan blok itu. Setidaknya aku tak ingin para tetangga dan keluargaku melihat adegan romantis alay dipinggir jalan sepagi ini. Bahkan matahari saja belum muncul.

Aomine berlari menyusul dibelakangku. “Senpai... are you mad at me..?” tanyanya lagi.

“No, I’m not...”

“Are you sure...?”

“Yeah.. of course..”

“Hmm... I’m not sure..”

Kuhentikan langkahku dan berbalik menatapnya. “Lupakan saja soal itu. So.. what do you want now?”

Aomine menghentikan larinya dan tersenyum jahil saat menatapku. Ia membuka tas yang dibawanya dan menunjukkan sebuah bola basket padaku.

“Aku mau senpai tanding basket melawanku..”

****

Apakah ini ketenangan sebelum badai besar muncul? Atas dasar apa aku harus meladeninya main basket??????? Aku hanya seorang pelari dalam klub lari!! (T.T)

Namun pada akhirnya aku tetap mengikuti permintaan Aomine. Kami berdua telah berada disebuah tempat main basket umum yang ada disekitar blok rumahku. Jaraknya cukup jauh dari rumahku, setidaknya para tetangga nggak akan menyaksikan kebodohanku dalam main basket.

Aomine memantul-mantulkan bola basketnya kelantai, ia telah melepas jaketnya dan mengenakan kaos lengan panjang. Apa kulitnya terbuat dari kulit badak? Apa dia tidak merasa kedinginan. Ia menatapku dengan dead glarenya dan hal itu membuatku semakin resah.

“Kenapa aku harus bertanding melawanmu? Kau tahu aku tidak pintar main basket..”

“Senpai... I wanna ask you some freaky stuff..”

“Ummh.. just go ahead..”

Sejenak ia terdiam menatapku lalu berhenti memantul-mantulkan bolanya kelantai. Dengan susah payah kutelan liurku, tak kusangka aku akan merasa segugup ini hanya karena ia memberiku tatapan kematian.

“Kenapa senpai ingin jadi pacarku?”

Pe-pertanyaan ini... a-aku tidak menyangka ia akan menanyakannya. Kalau ditanya seperti itu... aku jadi teringat pada kejadian beberapa bulan lalu saat ia menolongku. Tapi rasanya tidak real kalau kubilang aku menyukainya karena dia baik.. karena sepertinya ia menikmati saat-saat mengerjaiku.

“I-I don’t know...” jawabku bingung. Ia langsung mengerutkan dahinya dan memantulkan bolanya lagi.

“Apa kau pikir aku akan puas hanya dengan jawaban seperti itu..?” tanyanya lagi. Kali ini ekpresinya mulai sedikit menakutkan.

                “Lalu kau ingin aku menjawab apa?”

Ia melemparkan bolanya padaku dan dengan perasaan setengah  panik kutangkap bola itu. “Senpai... aku mau menantangmu main basket,”
               
“Hmmm... sepertinya kau memang tidak ingin ditolak ya? Kalau aku menang aku dapat apa?”
               
Aomine tersenyum jahil lagi. Crap! Bisa-bisanya dia tersenyum jahat seperti itu tapi tetap terlihat manis dimataku????? Jantung tolong bersikaplah sedikit santai!!!
               
“Kalau senpai menang... aku akan menjawab perasaanmu, kau sudah menembakku lima kali tapi belum pernah kujawab satu pun kan??”
               
Ya-yang benar saja, kenapa dia masih ingat? Sebenarnya aku sudah hampir menyerah dan mau melupakannya. Tapi karena ciuman yang kami lakukan saat berada dalam lemari itu terjadi, lalu mengingat kejadian akhir-akhir ini... aku jadi ingin tahu bagaimana pendapat pribadi Aomine.
               
“Lalu kalau aku kalah?”
               
Ia kembali menyeringai lebar.

“Senpai... kau harus jadi pelayanku,”

Aku adalah wakil ketua osis dan juga senpai, tapi kalau kalah aku harus jadi pelayan Aomine?? Shit! Are you serious??

****
Thank you for coming! I hope you like it :)

Continue to Chapter 4


0 comments:

Post a Comment