Cast : Aomine Daiki (KnB) x Reader
Genre : Drama, Romance, +18yo
Language : Bahasa
Indonesia, Japanese, English
Kuroko no Basket Fanfic
Kuroko no Basket Fanfic
Chapter
6
It’s
not like I hate you... senpai!
Aomine memang sudah bilang kalau dia
ingin menyapa Kise. Tapi... tak kusangka akan begini jadinya.
“What
are you doing here, huh?” Aomine menggeram kesal sambil
memegangi lengan Kise.
“Aahh~
Aominecchi~ I just wanna hug...”
“What
you think who you are?” geramnya lagi lalu melepas
pegangannya ditangan Kise. Kise tersenyum sambil mengelus-elus lengannya yang
sakit.
“Me?
I just wanna hug her.. why you’re being so upset?”
Aomine tersentak kaget, ia baru saja
menyadari kalau dia telah bertingkah diluar kebiasaannya. Ia menatapku dengan
tatapan dingin lalu mendesah pelan.
“Tch~
sebenarnya aku nggak ada urusan denganmu,” gumamnya lagi, ia
berbalik dan berjalan menuju pintu. “Aku
cuma ingin menyapa,”
“Apa
maksudmu menyapa?” gumam Kise ia tersenyum tak percaya. “Nggak ada yang menyapa orang lain sambil
memelintir tangannya seperti itu tahu! Kau hampir membuat lenganku keseleo!”
tambahnya lagi.
“Gomen,
gomen, silakan lanjutkan kegiatan kalian,” balasnya cuek lalu
keluar dari ruang osis.
Aku tak pernah melihat Aomine bersikap
seperti itu, sebenarnya ini bukan pertama kalinya kulihat dia bersikap agak
kasar, cuek, dingin dan.. jahat. Tapi rasanya suasana kali ini tampak sedikit
berbeda. Apa karena tadi Kise ingin merangkulku.. makanya dia jadi semarah itu?
Apa aku boleh merasa senang?
Aah~~ tapi kalau dipikir-pikir lagi...
mustahil kalau Aomine merasa cemburu... (T.T)
“Kise-kun,
kau baik-baik saja?” gumamku pada Kise. Kise kembali menatapku
dan ia tersenyum lagi. Kenapa dia selalu terlihat seceria ini sih. Kise memang
manis.
“Nggak
apa-apa kok!” gumamnya menenangkan. “Daijoubu...” tangannya beralih ingin menyentuh wajahku. Segera
kutepis tangannya dengan majalah yang ku pegang. “(y/n)-cchii~~ kau dingin sekali sih?” pekiknya.
Tak ku hiraukan rengekan Kise. Aku
mulai merasa jengah dengan kehadiran dan sikap terlalu friendly-nya padaku
apalagi saat ini ada beberapa anggota osis lain yang sedang memperhatikan kami
dengan penuh rasa ingin tahu. Bisa-bisa akan ada yang salah paham.
“Apa
kau sudah menyelesaikan yang kuminta tadi?” tanyaku padanya
sambil menaruh majalah dan tas yang daritadi kupegang lalu mulai mengecek pekerjaan
Kise dengan cepat. “Ah, ternyata kau
bisa diandalkan juga ya, kupikir kau hanya modal tampang saja,”. Tak
kusangka ia bisa mengerjakan tugasnya dengan cukup baik. Aku hanya harus
menyelesaikan akhirannya sebelum menjilid berkas itu.
Ia beranjak kedekatku lalu sibuk
mengamati wajahku. Dia benar-benar membuatku merasa malu. “Kau sadis sekali (y/n)-cchii~~,” gumamnya. “Hei, ku tinggal sebentar ya, aku akan segera kembali..” Kise
beralih menuju pintu dan keluar dari ruang osis sebelum aku sempat menginterupsinya.
Yang benar saja... kenapa dia bisa
bersikap seenaknya seperti itu? Mirip sekali dengan seseorang.
“Senpai~”
tegur salah seorang anggota osis. Akhirnya... pasti akan ada yang mulai
menginterogasi tentang bagaimana hubunganku dan Kise...
“Nani?
(Ada apa?)”
Gadis imut itu beranjak kedekatku dan
meraih sesuatu yang tergeletak didekatku. “Ano~
(Anu~) sejak kapan... senpai membaca
majalah seperti ini..?” gumamnya sambil memperlihatkan majalah itu padaku.
Damn!
Aku lupa... majalah yang disodorkan Aomine
padaku tadi... adalah majalah dewasa.
****
Langkah kakinya bergema saat ia
menapaki anak tangga itu satu persatu. Didorongnya pintu yang sedikit terbuka
itu dengan kakinya lalu melangkah keluar keteras atap gedung sekolah.
Kise Ryouta tampak sedang mencari
seseorang, ia menolehkan kepalanya kesegala arah tapi ia tak kunjung melihat
Aomine Daiki. Namun akhirnya ia bisa menemukan sosok Aomine sedang duduk-duduk
santai sambil bersandar pada dinding yang terlindung dari cahaya. Ia tampak
sedang tidur.
“Aominecchi~!!”
panggilnya. Tak ada jawaban. Kise mendekati Aomine lalu berjongkok didekatnya. “Aominecchiiiii~~” panggil Kise ia
bersikap sedikit kekanakan.
“Urusai
na~ (Berisik~)” gumam Aomine tanpa membuka matanya. Kise
tersenyum lalu bangkit berdiri dan bersandar pada pagar atap sambil menikmati
pemandangan dilapangan bawah. Cuaca tampak mulai mendung.
“Yang
benar saja, ternyata kau ini masih saja suka membolos... tadi aku ke gimnasium
lalu Momocchi bilang kau ada disini,”
“Mmhh...
kenapa kau mencariku?” gumam Aomine dengan mata masih
tertutup.
Kise terdiam sejenak lalu mulai
berbicara. “Aku sudah tanya langsung
pada (y/n)...” Aomine mulai membuka matanya dan menatap langit yang
mendung. Ia menunggu Kise melanjutkan kalimatnya.
“Kau
bicara soal apa?” gumamnya malas-malasan.
“Kau
ingat tidak pertanyaanku saat kita bertemu ditaman beberapa hari yang lalu? Kau
tidak menjawabku dan menyuruhku untuk bertanya langsung padanya, apa dia punya
hubungan spesial denganmu atau tidak,”
“Oh..
lalu dia jawab apa?”
“Dia
bilang kalau kalian berdua nggak menjalin hubungan khusus dan dia nggak mau
kencan dengan adik kelasnya, mengecewakan sekali...”
“Oh..
Tuh kan sudah dengar sendiri. Hmm~ kalau mau curhat pergi saja ketempat Tetsu,
(Tetsuya Kuroko)” gumam Aomine malas lalu memejamkan matanya
lagi.
Kise tersenyum saat menatap Aomine
yang sedang bersikap tidak berminat dengan suatu hal yang disebut ‘cinta’.
“Sebenarnya
aku sedikit nggak percaya saat dia bilang nggak ingin kencan dengan adik kelas,
apalagi sikapmu tadi... kau tak pernah seperti itu sebelumnya kan? Menurutku,
sikapmu tadi tampak mencurigakan.. padahal aku hanya ingin merangkulnya,”
Aomine memperbaiki posisi duduknya
lalu menatap Kise. “Tch.. Jadi kau mau
bilang kalau aku cemburu?”
“Hmmm~
Aku jadi merasa bersalah denganmu kalau bergerak terlalu aktif saat mendekatinya...”
“Haahh?
Hal itu tak ada hubungannya denganku, Dummy! Dia itu cuma cewek menyebalkan
yang suka menggangguku,”
Kise terdiam sejenak, ia menatap wajah
Aomine yang nggak berekspresi. Aomine hanya sibuk memperhatikan udara
disekelilingnya. Ia sedang berpikir.
“Hmmm..
kalau begitu nggak masalah kan kalau aku mengajaknya kencan?”
gumam Kise. Aomine menatap langit mendung diatasnya dan tidak menjawab
pernyataan Kise barusan. “Kalau begitu,
sebaiknya bilang saja padanya kalau kau membencinya dengan terus terang...
jangan bersikap setengah-setengah begitu,”
Aomine masih tak menjawabnya dan
kembali memejamkan matanya. “Aku kemari cuma
untuk memastikan hal ini saja kok, aku merasa bersalah kalau memang kau menaruh
hati pada (y/n)-cchi, tapi kalau memang kau nggak suka padanya.. aku juga nggak
akan segan-segan lagi,”
“Gambatte!”
gumam Aomine.
“Hhh~~
kau ini, coba lah sedikit menanggapiku...” rengek Kise.
Aomine kembali membuka matanya dan
menatap Kise. “Coba saja
mengalahkannya..” gumam Aomine. “Kalau
kau berhasil aku akan mengakhiri kesepakatan kami berdua,”
“Kesepakatan?
What do you mean?”
“Kami
punya satu kesepakatan rahasia, aku nggak bisa memberitahumu detailnya tapi kau
juga nggak boleh memberitahunya kalau kau tahu hal ini dariku... kalau kau bisa
mengalahkan (y/n) dan dia memilihmu, aku akan menyudahi kesepakatan kami,”
Kise diam sejenak dan berusaha
mencerna kalimat-kalimat Aomine barusan. “Kau
ini jahat sekali ya... kalau memang kau nggak suka pada (y/n)-cchi setidaknya
jangan manfaatkan dia... hhh, yang benar saja bisa-bisa kau akan menyesal nanti..”.
Aomine tak menjawab hanya memberi Kise tatapan kematiannya. “Jja... kalau begitu aku pergi dulu,
sayonara..”
Kise tersenyum dan beranjak pergi
meninggalkan Aomine. Setelah Kise menghilang dibalik pintu Aomine mendesah
pelan.
“Bukannya
aku nggak suka...” gumamnya lirih lalu memejamkan matanya
lagi.
****
Dua hari telah berlalu sejak Kise
mengajakku untuk pergi kencan dengannya. Saat itu ia tampak serius.. tapi
sayangnya aku lebih ingin kencan dengan Aomine. Tapi aku tak bisa... ya.. kami
nggak bisa!!! Dia pasti akan menolak ajakan kencan dengan sangat keras!!! (T.T)
Hmmm.. kupandangi list dalam kertas
panjang itu lalu mendesah pasrah. Aku mendapat tugas untuk membeli beberapa
perlengkapan persiapan festival bunkasai nanti. Dalam list itu tertulis banyak
sekali barang yang harus dibeli. Hal ini cukup membuatku kerepotan tapi Kise
bilang dia akan membantuku, aku merasa sangat terbantu dengan kebaikannya.
“(y/n)!”
Minami muncul dikelas dan menghampiriku. “Kita nggak bisa latihan dilapangan
karena sepertinya akan hujan,” gumamnya padaku lalu
duduk dikursinya yang ada didepanku.
“Yokattaa~~”
bahagianya... karena badanku terasa capek sekali. Aku bahkan sampai lupa kalau
setelah festival nanti masih harus ikut turnamen lari.
“Jangan
senang dulu, kau pikir Kobayashi-san akan membiarkan kita nggak latihan? Dia
sudah mempersiapkan strategi baru untuk latihan didalam ruangan,”
“Mati
aku...”
Bisa-bisanya pelatih satu itu juga
bersikap layaknya setan... seharian ini saja Aomine terus memintaku mengerjakan
beberapa pekerjaan yang cukup menguras banyak tenagaku.
Flashback...
Siang
hari diatap gedung sekolah, saat istirahat dan waktu untuk makan siang. Aomine
mengamati botol jus yang ada ditangannya dengan dahi berkerut. “Aahh... bukannya kau salah beli?
Harusnya bukan jus ini... rasanya kan nggak enak... coba cari yang benar...”
Dia memang benar-benar dewa
kesengsaraan!
Aku jadi harus bolak balik turun naik tangga
sampai dua kali hanya untuk beli jus. Tapi nggak hanya jus!!! Ia bahkan
memintaku mengambilkan ini dan itu saat aku sedang rapat osis, bahkan saat aku
sedang berada dalam toilet!!!
Dia juga nggak bohong, saat dia bilang
nggak akan segan-segan untuk memperlakukanku sebagai pelayan meskipun aku
seorang wakil ketua osis dan senpainya. Dia benar-benar total ketika melakukan
tugasnya sebagai seorang majikan. Aku memang merasa lelah dan repot saat
menghadapi tingkahnya, tapi... entah kenapa aku nggak benci padanya.
Beberapa hari ini langit terus saja
mendung, aku dan Kise jadi kesulitan mengatur waktu untuk pergi berbelanja
bareng karena hujan selalu menjadi penghalang kami. Tapi.. apa aku harus bilang
pada Aomine kalau aku akan pergi dengan Kise..?
Hmmm... sebenarnya sih nggak perlu
bilang... karena Aomine pasti nggak akan menanggapinya. Seandainya dia
menanggapinya... Damn! Aku ingin tahu, perasaan Aomine...
****
Sore itu hujan deras mengguyur kota,
klub lari tak bisa latihan karena track lari basah dan jadi sangat berbahaya
bagi para pelari. Kalau tetap memaksakan latihan dalam hujan, terkena demam dan
tergelincir jatuh saat lari akan benar benar jadi resiko yang sangat fatal.
Sementara itu di gimnasium basket,
suara decit dan gesekan antara sepatu olahraga dan lantai terdengar saling
bersahutan, begitu juga dengan suara pantulan bola yang terus bergaung tanpa
henti.
“Aomine-kun,”
Kapten tim basket SMA Touou, Kosuke Wakamatsu berjalan mendekatinya. “Tumben kau semangat sekali? Kau hampir
melibas kami semua tahu..” gumam Wakamatsu sambil mengelap keringatnya
dengan punggung tangan.
“Hontou?
(Benarkah?), Maaf... aku cuma sedang bosan saja...”
“Bo-bosan,
kau bilang?” pekiknya gusar.
“Mhh~~
aku sedang nggak semangat jadi...”
“Kau
ini memang benar-benar mengerikan...” gumam Wakamatsu sambil
berkacak pinggang. “Minnaa~~”
panggilnya, semua anggota basket menoleh padanya. “Ayo semuanya kumpul, aku punya pengumuman penting,”
5
menit kemudian...
“Haaahhh!!!??
Wakamatsu-san kau pasti bercanda kan?!” pekik Ryo Sakurai, ia
adalah shooting guard tim basket inti SMA Touou.
Wakamatsu menggeleng. “Nope! I’m so serious!!” Ia kembali
meyakinkan anggota basket lainnya tentang ide briliannnya ini. “You know.. it must be so fun!!”
Aomine beranjak dari tempatnya berdiri
dan berjalan meninggalkan lingkaran kelompoknya. “Maaf saja tapi aku nggak ikutan,”
Wakamatsu berjengit. “Keinginan ditolak!! Semua anggota akan
ikut berpartisipasi!!” pekiknya lagi. “Kau
mau kemana, brengsek? Aku belum selesai bicara!!” geramnya.
Aomine menoleh dan menatap Wakamatsu
sambil menyeringai jahil. Ia memang sengaja memancing emosi Wakamatsu. “Dakara (sudah kubilang)... aku nggak mau
ikut...”
Wakamatsu kembali menggeram sebal. “Apa kau bilang?? Aomine sialan!!! Kembali
kau!!! Pokoknya kau harus ikutan!!!” pekiknya, ia mulai mendatangi Aomine
dengan maksud untuk mengajaknya berantem tapi Ryo dan anggota lain berusaha
mencegahnya.
Aomine pergi meninggalkan gimnasium
dan beranjak menuju ruang ganti. Ia mandi dan mengganti bajunya sambil berpikir
keras tentang pertemuannya dengan Kise beberapa hari lalu. Dia memang nggak
suka pada (y/n) tapi dia juga nggak merasa ‘nggak suka’ ataupun benci ketika
gadis itu berada disekitarnya.
Meskipun sedikit banyak ia merasa
kalau (y/n) senpai itu terkadang menyebalkan, tapi ia tetap nggak bisa membenci
gadis itu. Ini juga bukan karena Aomine jatuh cinta atau mulai suka... dia
sendiri juga nggak tahu kenapa dia bisa memikirkan (y/n) senpai sampai seperti
ini.
“Cih...
mana mungkin aku mau jadi pelayan di Maid Cafe nanti,”
gumamnya pelan. Ia mendesah pelan lalu keluar dari ruang ganti dan bersiap
pulang.
Saat itu langit sudah mulai gelap dan
ia pun beranjak menuju loker untuk menukar sepatu dalam ruangannya dengan
sepatu biasa. Ia bisa mendengar suara hujan yang saat itu mengguyur kota dengan
sangat deras.
Ia pun kembali teringat kalau ia lupa
membawa payung, biasanya disaat seperti ini Momoi-chan akan muncul dan
memberinya sebuah payung cadangan. Tapi saat ini Momoi sedang berada di
gimnasium dan tidak muncul untuk menghampirinya.
“You’re
late,” gumam suara yang sangat dikenalnya.
Aomine menoleh kearah suara itu dan melihat
sosok (y/n) sedang berdiri dengan payung ditangan. Ia tampak sedang sibuk
mengetik sesuatu di handphonenya sebelum akhirnya menatap wajah Aomine.
“Wahh??
Kau masih disini toh? Kupikir kau sudah pulang duluan,”
gumam Aomine dengan suaranya yang berat. Ia mengunci lokernya.
“Hmm..
aku masih ada sedikit urusan disini, jadi... ayo,”
(y/n) mengulurkan tangannya pada Aomine. “...
kita pulang sekarang?” ajaknya.
Aomine terdiam beberapa detik sebelum
akhirnya mendapatkan jiwanya lagi. Ia membungkuk sedikit dan mensejajarkan wajahnya
dengan wajah (y/n). “Hmm~~ sekarang kau
bersikap manis padaku ya? Padahal tadi siang kau asik berduan dengan Kise kan?”
ledeknya.
Damn! Mulai lagi... beberapa hari ini
dia selalu bersikap seperti ini.
“Wa-why?
A-are you jealous?” balasku. Ia memberiku tatapan kematiannya
lalu menegakkan badannya dan beranjak menuju pintu keluar.
“Hmmm...
in your dream.. lets go,” ajaknya.
****
Aku hanya membawa satu payung saja.
Payung itu memang tidak cukup besar untuk menampung kami berdua tapi setidaknya
masih bisa melindungi kami dari hujan... tapi, tetap saja... Aomine itu,
badannya tinggi sekali. Tingginya sekitar 193cm dan aku hanya 160cm. Tanganku
pasti pegal sekali kalau harus memegangi payung itu tinggi-tinggi selama
beberapa puluh menit.
“Mana?”
tanya Aomine ia menatapku sambil menyodorkan tangannya sebelum kami masuk dalam
siraman air hujan.
“Wa-what?”
“Payungnya..
sini,” pintanya lagi.
No-no way?! It can’t be happen..
right?
Kusodorkan payung itu padanya dan ia
menyambut payung itu dalam diam lalu membukanya. “Ayo,” ajaknya sambil menarikku masuk kebawah lindungan payung. Aku
hanya bisa berjalan dalam diam disampingnya saat kami masuk dalam siraman air hujan.
Impossible!!!!
“Da-daiki-kun...”
“Hmmm...?”
“What
are you doing?”
“Haahh?
What did you mean? I don’t understand...” gumamnya lalu
menatapku, kupikir ini sangat aneh karena saat ini dia sedang menatapku dengan
sorot mata yang lembut.
“Bukankah
aku pelayanmu.. jadi seharusnya aku yang memayungimu...”
“Tch...”
potongnya. “... kau masih mau main yang
begituan disaat seperti ini, huh?” tanyanya sambil menatapku bingung. “Stop staring at me like that, baka senpai!”
“Bu-but...
It’s really really weird!!”
Kenapa sikapnya jadi lebih hangat dibanding
sebelumnya? Padahal selama ini ia selalu mengerjaiku?
“Baka!”
bisiknya lagi lalu menarikku kedekatnya. Ia merangkulku erat. “Berhenti mikir yang aneh-aneh, nanti kau
kebasahan..” lanjutnya lagi. Te-ternyata bahu dan tasku memang basah
terkena hujan. Tak kusangka ia akan memperhatikan hal sekecil ini. “Untuk hari ini saja ya... aku cuma nggak
mau kau sampai sakit, nanti aku nggak punya pelayan lagi..” gumamnya pelan.
I-it still feels really weird...
but... Thank god... it’s a rainy day \(///^o^///)/
0 comments:
Post a Comment