Sunday 21 February 2016

[My Dilemma] Chapter 7 - You think I'm jealous? (Aomine Daiki x Reader)

BY Unknown IN No comments




Chapter 7
You think I’m jealous..?


Cast       : Aomine Daiki (Kuroko No Basuke) x Reader
Genre   : Drama, Romance, Mature
Language : Bahasa Indonesia, Japanese, English
Kuroko no Basket Fanfic

Jam telah menunjuk pukul dua  pagi dan aku masih berguling diatas kasur dengan mata terbuka. I can’t sleep!

It feels like Insomnia..

Aku baru saja menyelesaikan pekerjaan rumahku dan mengeringkan blazerku yang basah, mencoba untuk bersikap tenang, tidak memikirkannya dan santai. Calm down, calm down.. aku terus membisikkan kata-kata itu, hanya sekedar untuk megingatkanku bahwa aku seorang senpai dan harus bersikap selayaknya. Aku tak boleh merasa sesenang ini!!! (///>.<///)

Tapi tetap saja... wajah Aomine terus berkelebat dalam ingatanku. Ini benar-benar buruk.

Kupandangi handphone yang tergeletak diatas meja belajarku lalu meraihnya. Hal ini selalu terjadi sebelum aku berangkat tidur, aku selalu mengecek emailku dan memandangi fotonya, benar-benar kekanakan.

Sejak sibuk dengan kegiatan osis, aku jadi jarang melihat foto Aomine bahkan tak sempat lagi curhat sama Minami tentang Aomine. Kalau dia sampai tahu tentang kesepakatanku dan Aomine, dia pasti akan sangat marah.

“You such a lucky guy, Daiki-kun... because I love you,” bisikku tak jelas. Aku nggak bisa mengatakan hal ini padanya, karena dia menyukai orang lain. Momoi-chan..

Entah kenapa saat ini aku jadi ingin mendengar suara dewa kesengsaraan itu, tapi sekarang sudah jam dua pagi. Dia pasti sudah tidur, kalau aku mengganggunya... hmmm.. sepertinya itu bukan ide yang bagus.

Kuputuskan untuk tidur karena besok masih akan ada persiapan lainnya. Lagipula aku sudah punya janji dengan Kise. Saat makan malam tadi Kise meneleponku dan mengajak untuk pergi berbelanja besok. Kupaksa mataku agar terpejam meskipun otakku masih terus bekerja.

Jam menunjuk pukul 02.45 saat handphoneku berdering. Kurasa aku baru saja tertidur selama tiga puluh menit. Kuraih ponsel itu malas-malasan dan memencet tombol menerima telepon.

“Kau pikir sekarang jam berapa?” gumamku dengan suara berat.

Si penelpon terdiam beberapa saat sebelum menjawab. “Sorry senpai, kau sudah tidur ya?” gumam suara berat itu.

Aku pernah mendengar suara ini entah dimana. Kualihkan ponsel itu tepat kedepan mataku dan melihat nama yang tertera dilayarnya. Crap!

“Da-daiki-kun? Na-nani?” seketika saja jantungku berdebar keras.

“Hmmm.. I just...” Ia terdiam, kupikir ia telah memutus telepon itu seandainya saja ia tak lanjut berbicara. “Aku cuma mau mengingatkan, jangan lupa membuat lemon madu untukku, kau harus memotong lemonnya tipis-tipis sebelum merendamnya dengan madu dan jangan lupa isi onigirinya dengan acar...” gumamnya lalu kembali terdiam.

“Wa-wakarimasuta... (Aku mengerti..) tapi, bukankah kau sudah memberitahuku dua kali? Tadi sore?”

“Tch... ya sudah, teleponnya kututup ya...”

“C-chotto matte!!” cegahku lalu terduduk dikasurku. Bisa kurasakan wajahku mulai memanas, untung saja Aomine tidak melihatnya.

“Hmm.. nani? (Apa?)” gumamnya lembut.

Kubaringkan tubuhku lagi kekasur dan tersenyum senang. “Yokatta.. (Syukurlah)” gumamku lega.

“Hmm? What happened with you, baka senpai?”

“I’m glad you call me, I really wanna hear your voice, right now... I can’t sleep,” gumamku.

Ia terdiam sejenak. “Mmh.. hontou? (benarkah?) bukannya tadi kau merasa kesal padaku? Lagipula kau tadi sudah ketiduran kan? Jangan bohong,” Entah kenapa aku terkekeh mendengar kata-katanya. “Hmm.. siapa yang menyuruhmu menertawaiku, huh?” gumamnya lagi.

“S-stop joking, baka... you hurt my stomach,” gumamku sambil terkikik geli. Dia hanya mendesah pelan lalu terdiam. “Ja-jadi.. kau meneleponku hanya untuk memberitahuku soal bento?”

“Apa kau keberatan kalau kutelepon jam segini?”

Entah kenapa aku menggelengkan kepalaku padahal dia tak melihatnya. “I-it’s okay.. it doesn’t matter... sebenarnya aku agak insomnia,”

“Kenapa nggak bisa tidur? Do you need anything or... do you miss me?”

He knows..

Aku terdiam dan memejamkan mataku, kutarik selimutku agar menutupi seluruh tubuhku lagi. “I don’t know...” gumamku. “maybe... I feel like... I miss you a lot,”

Ia terdiam dan tak menjawab pernyataanku. Apa dia marah? Aku tahu ia tak mau mendengar hal-hal seperti itu.. tapi dia duluan yang mulai kan?

“Damn!” gumamnya sebal. Ternyata dia memang marah. “It’s too early for this, baka..” aah harusnya aku memang tidak mengatakannya! “This is weird.. I kind of want to kiss you.. right now,”

Eh?

“Say something.. senpai?” gumamnya lagi.

“You’re annoying!” gumamku.

Ia mendecakkan lidahnya sebal. “Hmm?! What was that?? I know you’re always like our kissing scene..”

“Shut up! I’m not!”

“Don’t lie to me...” gumamnya lalu kami terdiam beberapa saat. “Okay it’s time for child to go to sleep, just go back to your dream and talk to your pillow.. baka,” gumamnya sebal. Kupikir ia akan mematikan telepon itu setelah mengatakannya... tapi telepon itu masih tersambung.

“Daiki-kun..”

“Nan desu ka? (Kenapa?)”

Mungkin tak apa jika aku mengatakan ini. “You call me at this late.. do you feel.. insomnia?”

Ia terdiam lagi dan bisa kudengar suara napasnya yang teratur. “Probably... this is because of you..” gumamnya pelan. “Tch.. I just want to make sure you will made a right bento, that’s all. You need to go back to sleep now senpai, oyasumi nasai~”

Tuut, tuut, tuut~ He ended the call..

Apa dia merasa malu? Entah kenapa aku jadi membayangkan wajah Aomine saat malu. Dia tampak sangat lucu. Kurasa aku akan tidur dengan nyenyak malam ini, aku sudah tak sabar ingin melihatnya besok pagi.

“Oyasumi nasai (selamat malam)~ Daiki-kun..”

****

Siang itu disekolah...

Aku sudah berjalan mondar mandir selama lima menit dilorong gimnasium. Entah apa yang ada dalam pikiran Aomine saat ini, tiba-tiba saja ia memintaku membawakan bentonya ke gimnasium. Gosh! Apa yang sedang ia rencanakan? Kuharap bukan sesuatu yang mengejutkanku.

“Senpai?”

Tegur suara yang hampir membuat jantungku melompat dari tempatnya. Kupandangi gadis berambut pink yang berdiri didepanku itu dengan perasaan kalut. “Mo-momoi..”

“Woah, senpai kau sedang menunggu seseorang ya?” tanyanya dengan ekspresi ingin tahu. Sepertinya ia baru saja keluar dari dalam gimnasium. “Apa perlu kupanggilkan dia? Apa kau mencari Kazuhara senpai? Sebentar ya akan kupanggil,” gumamnya lalu beranjak membuka pintu gimnasium.

Dengan cepat kutangkap lengannya. “Chotto matte!!” pekikku tertahan, ia menatapku bingung. Segera kulepas peganganku dilengannya. “Ah, bukan sih... hmm, sebenarnya aku Cuma kebetulan lewat... kalau begitu aku akan pergi sekarang,” aku hanya bisa tersenyum padanya. Geez... tak mungkin kubilang padanya kalau aku sedang mencari Aomine.

Pintu gimnasium kembali terbuka dan segerombolan anggota tim basket keluar. “Ah, kalian mau kemana?” gumam Momoi saat melihat teman-temannya.

Diantara pria-pria kekar penuh keringat itu aku melihat Aomine sedang mengeringkan keringatnya dengan handuk. Gosh!! Kenapa dia harus muncul disaat seperti ini?

“Hari ini Wakamatsu ingin kita melakukan persiapan untuk bunkasai, jadi latihan dipercepat, pelatih juga sudah setuju,” jawab Ryo.

Aomine berjalan melewati Momoi dan Ryo Sakurai, ia berjalan mendekatiku sambil terus menggosok kepalanya dengan handuk. Ia menatapku dingin. “Apa kau membuatnya dengan benar?” gumamnya padaku.

Kusodorkan bento itu padanya, ia langsung meraih bento itu lalu memeriksa isinya. Momoi dan Ryo beranjak mendekati Aomine. “Dai-kun! Jangan mengganggu senpai! Kembalikan bento itu padanya!”geram Momoi.

Aomine sedang mengunyah lemon madunya saat berbalik menatap Momoi. “Apa maksudmu? Aku nggak mengganggunya kok,” gumamnya lalu menelan lemon madunya.

Momoi dan Ryo tampak terkejut, dengan cepat mereka memberiku tatapan penuh pertanyaan. Aku hanya bisa membalasnya dengan senyuman pasrah. Momoi tampak ingin mengatakan sesuatu. “Ka-kalian berdua...”

“Pacaran ya?” sambung Ryo dengan ekspresi riang.

“Chigaimasu!” gumamku cepat.

“Tapi senpai..”

“Kami nggak pacaran!” gumam Aomine. “Mana mungkin aku pacaran dengan cewek dada rata sepertinya,”  lanjutnya lagi. Geezz.. dia mengatakannya dengan sangat jelas. “Tapi... lemon madu dan onigiri buatannya cukup enak, tidak seperti Momoi dia bisa memasak makanan enak,”

“Ugh! Dai-kun!! Kau tidak boleh bicara seperti itu tentang senpai, tahu!” geram Momoi lagi.

“Memangnya kenapa? Toh dia tak marah.. aah aku tahu, kau pasti cemburukan?” gumam Aomine menggoda Momoi dan pernyataannya cukup membuat Momoi gusar hingga membuat mereka berdebat.

Apa yang kupikirkan sih? Aku tak boleh cemburu pada Momoi meskipun aku sangat ingin.. mereka sudah lama bersama jadi aku harus membiasakan diri melihat adegan ini.

Sepertinya Aomine tak merasa canggung memperlihatkan ‘kedekatan’ kami pada teman-temannya. Kalau begitu aku juga harus bisa menyesuaikan diri setidaknya ia tidak mengatakan pada mereka kalau aku adalah ‘maid’nya.

“Amaaiiii (manis)~~ Arigatou anata (makasih sayang)~~” pekik Ryo girang sambil mengunyah lemon madu yang disuapkan Aomine padanya. Ia juga menjejalkan sepotong lemon madu kemulut Momoi. Gadis itu tampak malu  namun ia mengunyah lemon madu itu dengan perasaan malu sambil terus mengomel.

“Senpai lemon madu buatanmu enak juga, Momo-chan sepertinya kau harus belajar dengan senpai bagaimana cara memasak yang benar,” gumam Ryo dengan mulut penuh.

“Huh? Momoi nggak akan bisa bikin yang begini, aku selalu sakit perut setiap makan bekal buatannya,” gumam Aomine.

Geezz.. sepertinya aku memang benar-benar cemburu, aku hanya bersikap bodoh kalau bilang tidak. Tapi... Aomine tertawa senang dan ia terlihat lebih santai dibandingkan sebelumnya, kurasa hanya ini yang bisa kuharapkan.. kalau memang dia merasa bahagia seperti ini, aku nggak bisa minta banyak. Entah kenapa aku malah ikut tersenyum. Baka! Seharusnya aku segera pergi dari sini.

“Jja~ kalau begitu aku pergi dulu ya.. masih ada yang harus kukerjakan,” gumamku dengan suara ceria lalu beranjak menjauhi mereka, aku harus segera pergi dari sini sebelum api cemburu membakarku. Setidaknya ia menikmati bento buatanku, bagiku itu sudah lebih dari cukup.

“Oi!”

Aomine? Kuhentikan langkahku dan berbalik menatapnya.

“Dai-kun! Kau harus sopan pada (y/n) senpai! Bisa-bisanya kau memanggilnya dengan sebutan ‘Oi’!!” protes Momoi.

“Nani?” gumamku.

Ia memberiku tatapan tajam itu lalu tersenyum iseng. “Kalau aku sampai sakit perut setelah memakan ini.. kau akan dapat hukuman!” gumamnya.

“Hah!!” pekik Ryo dan Momoi kaget. “Beraninya kau bilang begitu!!” geram Momoi.

Geezz!! Dia ini memang bisanya bikin malu saja!!

“Ah, kuanggap saja kau sedang bilang makasih,” gumamku lagi, ia tersenyum lebar dan melambaikan tangannya padaku. Huh! Bisa-bisanya dia membuatku salting disaat seperti ini, kalau begini terus.. aku akan semakin menyukai Aomine.

Gosh! Aku... wakil ketua osis dan seorang senpai. Saat ini sedang jatuh cinta pada adik kelas yang menjadikanku ‘maid’nya. Mungkinkan aku ini benar-benar bodoh.. bisa-bisanya kubiarkan diriku diperbudak oleh adik kelasku sendiri. Tidak.. bukan ‘mungkin’ lagi.. aku pasti benar-benar bodoh.

****

Sejak hari itu tak ada perubahan yang berarti, ia masih saja tetap menjadi dewa kesengsaraan yang kejam.

“Kau lama sekali tahu,” gumamnya sambil mengambil botol air minuman ion yang kusodorkan padanya. “Aku sudah haus banget,” lanjutnya lagi lalu meminum air itu. Ia baru saja selesai berlatih basket dan aku masih bisa mendengar suara decit sepatu didalam gimnasium.

“Kau ini.. aku langsung berlari kemari setelah rapat selesai hanya untuk mengantar botol ini untukmu, tahu,” protesku dengan napas terengah-engah.

Ia menatapku dengan dead glarenya. “Kau ini kan maidku jadi jangan banyak protes,” gumamnya lalu menyodorkan botol minuman itu padaku. “Apa kau membuatkan lemon madu lagi?” tanyanya.

“Iya,” kukeluarkan bento itu dari dalam tasku dan menyodorkannya padanya. “Aku sudah buatkan porsi yang lebih banyak dari kemarin.. apa kau yakin ingin menghabiskan semuanya sendirian?”

Aomine mengambil bento itu dan memeriksa isinya. Hari ini dia hanya minta dibuatkan lemon madu dan tidak ingin dibuatkan yang lain. “Tentu saja... apa kau ragu padaku?” gumamnya sambil mengunyah lemon madu dimulutnya.

Kazuhara dan Ryo keluar dari dalam gimnasium dan bisa kulihat wajah Ryo langsung tersenyum cerah saat melihat wajahku, ia langsung mendekat dan menghampiri kami berdua diikuti Kazuhara.

“(y/n)? Sedang apa kau disini? Bukankah kau harusnya rapat osis?” tegur Kazuhara.

Sial! Disaat seperti ini justru Kazuhara yang muncul. “Ah.. rapatnya baru saja selesai jadi aku mampir kesini sebentar..” balasku. Kazuhara terdiam dan menatapku curiga.

“Senpai, kau membuat lemon madu lagi ya?” gumamnya ceria. Aku hanya bisa memberinya senyuman lebar dan anggukan kepala, aku tak tahu mau bilang apa saat Kazuhara menatapku seperti itu.

“Aku nggak akan membagimu, kau tahu!” gumam Aomine sambil memukul jari Ryo yang tadinya akan menyentuh lemon madu itu. Ryo meringis lalu dengan cuek mencomot lemon madu yang luput dari penjagaan Aomine.

Kazuhara mengerutkan dahinya sepertinya ia sedang menganalisis sesuatu. “Tumben kau bikin yang beginian?” gumamnya sambil menatapku ingin tahu. Kutelan liurku dengan susah payah.

“Sepertinya senpai sedang belajar masak jadi dia membiarkan kami mencicipi makanan buatannya.. benarkan (y/n) senpai?” gumam Aomine dengan ekspresi licik diwajahnya. Kuanggap saja ia sedang membantuku mencari alasan.

“Yah, begitulah... aku memang sedang belajar masak,” gumamku tak yakin. “Ah, kalau begitu silakan dinikmati aku harus pergi sekarang..”

“Kau jadi pergi ke Shibuya siang ini?” potong Kazuhara. Aomine memicingkan matanya padaku.

“Iya.. aku harus membeli beberapa perlengkapan untuk persiapan bunkasai nanti,”

“Kau pergi sendirian..?” gumam Aomine.

“Begitulah, hanya mencari beberapa barang saja sih..”

“Aku bisa menemanimu, latihan kami sudah selesai kok,” gumam Kazuhara ia meraih tanganku dan melihat jam yang ada dilenganku. “Aku bisa bolos dan menemanimu ke..”

“Nggak perlu!” tolakku sambil menjauhkan tanganku darinya. “Aku nggak mau kau bolos pelajaran  karena pergi menemaniku,”

Kazuhara tertawa dan menyentil pelan dahiku. “Aku nggak keberatan kok! Lagian kau juga secara nggak langsung sedang bolos kan,” gumamnya tersenyum lebar. Kupijat pelan bekas sentilan Kazuhara sambil menatap Aomine, kulihat ia sedang menatapku dengan ekspresi tampak tak perduli sambil menikmati lemon madunya, ia sedang melap madu yang menetes di bibir dengan jempolnya.

“Nggak perlu! Daijoubu.. aku bisa pergi sendiri kok,” tolakku lagi dan Kazuhara kembali protes, ia tampak kecewa.

Aku beranjak meninggalkan mereka bertiga dan segera pergi menuju loker sepatu, saat sedang mengganti sepatu dalam ruangan dengan sepatu luar ruangan, dering ponselku membuatku terkejut. Kuraih ponselku dan melihat nama yang tertera dilayar ponsel itu.

Aomine?! Kenapa dia menelepon? Pasti dia ingin protes yang aneh-aneh lagi..

“Moshi-mosh..”

“Kau dimana?”

“Lo-loker..”

“Yosh! Jangan pergi dulu.. aku akan segera ketempatmu..” potongnya. Lalu terdengar bunyi tuut, tuut.. Damn! Kenapa sih dia selalu menutup teleponnya begitu saja?

****
Previous Chapter                          Next Chapter


0 comments:

Post a Comment