Cast :
Aomine Daiki (Kuroko No Basuke) x Reader
Genre : Drama, Romance, +18yo
Language : Bahasa Indonesia, Japanese, English
Kuroko no Basket Fanfic
Language : Bahasa Indonesia, Japanese, English
Kuroko no Basket Fanfic
Chapter
4
The only one who can beat me is... part 1
Kamisama!!! Gimana
caranya agar aku bisa menang melawan Aomine dalam pertandingan basket????
“Syaratnya mudah sekali,
senpai cukup memasukkan satu tembakan saja dan aku hanya akan menjaga..”
gumamnya menjelaskan dengan kedua tangan berada dalam kantung celananya. “Kalau senpai berhasil melewati
pertahananku.. akan kukabulkan apapun permintaan senpai dan aku juga akan
menjawab pernyataan senpai dengan lebih serius...”
“Tapi kalau aku gagal?”
“Kau harus jadi pelayanku
sampai hari kelulusanmu nanti..”
Dengan
susah payah kutelan air liurku. Mungkinkah aku telah jatuh cinta pada setan??
Kenapa dia bisa sejahat ini??
“Bagaimana?”
“Kalau aku menolak?”
Ia
terdiam menatapku dengan dahi berkerut.
“Senpai harus melupakan
semua yang terjadi diantara kita dan jangan pernah muncul dihadapanku lagi.” gumamnya
pelan lalu beranjak membelakangi ring basket. “Kita berdua sudah sejauh ini kan? Akan lebih lega kalau kau bisa
menyelesaikan permainan ini kan?”
Bukankah
aku tak punya pilihan? Apa aku harus melupakan Aomine? Kupikir beberapa hari
ini kami berdua mulai semakin dekat dan aku semakin bisa mengerti sifat aslinya
yang benar-benar buruk. Aku juga tak tahu kenapa aku malah bertahan dan semakin
menginginkan Aomine ada didekatku.. seandainya saja dia orang yang lebih
flamboyan.
Khayalanku
melayang jauh dan disana ada Aomine Daiki dengan segala sifat pangeran yang
mengagumkan seperti dalam film dan juga anime shoujo.
#Imajinasi
Prince
Aomine : “Kau terlihat pucat sayangku.. sebaiknya kau
istirahat dalam pelukanku, aku akan memberimu obat yang kusebut... cinta!!”
Devil
Aomine : “Shorty... your lips look so pale, cold and
lonely.. come here I would put a special lipstick on your lips..”
Prince
Aomine : “Sayangku...
kau bagaikan bulan yang selalu menyinari malam-malam kelamku,”
Devil
Aomine : “Just
shut down the light shorty... dark place is really good for playing some funny
freaky stuff,”
Damn!! Kenapa
seringai jahil Devil Aomine selalu membayangi senyum manis Prince Aomine??
“Oi? Kau mau atau tidak?
Satu jam lagi kita pulang dan harus berangkat sekolah,”
suara Aomine kembali menyadarkanku.
Kuhirup
napas dalam-dalam lalu mengambil keputusan.
“Be calm okay?”
“Don’t worry. Aku akan
memakai 5 persen kekuatanku saja, lima menit cukup?”
Tch!
Dia benar-benar meremehkanku!
****
Perlahan kuhentakkan bola basket
itu kelantai dan ia mulai memantul. Kucoba untuk menstabilkan dribble-an bolaku
dan ternyata sulit sekali. Aku memang juara dalam turnamen lari tapi tak
kusangka bola yang tadinya ada ditanganku bisa memantul sendiri ditempatnya
saat aku telah mulai beraksi dan berpindah tempat.
“Pfftt!!!”
“Stop laughing!!!” pekikku sebal saat Aomine berusaha menahan
tawanya sambil memegangi perutnya.
Aku tahu ini tak akan mudah.
Kuambil lagi bola yang berguling itu dan mencoba mendriblenya lagi,
menstabilkannya dengan gerakanku. Saat sudah merasa lebih percaya diri kucoba
untuk mendrible melewati Aomine dan mendekati ring. Bola itu mulai memantul
cepat dan menyesuaikan dengan ritme gerakanku. Kini aku mulai terbiasa dengan
bola itu dan bersiap untuk menembak... tepat, saat Aomine mencuri bola itu
dariku.
“Come on!! Kau harus lebih berusaha!” gumamnya lalu menembakkan
satu poin kedalam ring yang ada diwilayahku. Shot itu tidak dihitung tapi cukup
untuk menurunkan semangatku.
Aomine tak suka orang yang lemah
dan mudah menyerah! Aku tahu itu!! Sigh~~
aku sangat kuat kalau berlari, tapi kuakui aku benar-benar bodoh dalam basket
(T.T)
“Tenang saja, yang tadi itu baru pemanasan setelah ini aku akan lebih
serius,” gumamku padanya. Ia hanya menatapku dengan gaya meremehkan.
“Ooh.. begitu?”
Aomine melempar bola itu padaku,
dengan setengah panik ku tangkap bola itu. Calm down, calm down, aku bisa
melakukannya. Ku drible lagi bola itu dan melesat cepat namun teratur, berkat
latihan lari yang rajin tubuhku jadi terasa ringan dan lebih mudah bergerak.
Namun dengan Aomine berjaga dibelakangku membuatku kesulitan mencari celah
untuk menyelip diantara tubuh tinggi kuatnya.
Ada satu celah pertahanan Aomine
yang terbuka tepat disebelah kirinya. Aku sudah menduga kalau dia memang
sengaja membuat celah itu dan membiarkanku lewat dengan mudah. Meskipun aku
tahu dia sengaja melakukannya tapi tak ku sia-siakan kesempatan itu dan segera
berkelok kesisi Aomine.
Responnya melemah dan aku pun
segera berlari mendekati ring dan mengambil ancang-ancang untuk melakukan shot.
Aku tak terlalu tahu banyak tentang gerakan menembak, yang penting asal masuk
saja. Bola itu terlepas dari tanganku dan melayang menuju ring, aku tahu bola
itu akan masuk meskipun lemparanku hanya asal-asalan.
Hanya saja... tak kusangka bola
itu kembali terhempas ketanah dengan kerasnya saat Aomine memblokir shot dengan
lompatan tingginya. Damn! Padahal dia bilang hanya akan memakai 5 persen
kekuatannya saja tapi menurutku dia sedang menggunakan 30 persen kekuatannya.
“See?”
gumamnya lagi tampak puas. “Ayo, tinggal
dua menit lagi!” lanjutnya sambil menatap jam tangannya lalu melempar bola
padaku.
Hanya
karena ingin mendengar jawaban jujurnya tentang pernyataan cintaku, aku sampai
harus melakukan hal seperti ini. Bahkan Aomine terlihat sangat menikmati
detik-detik akhir kekalahanku, tentu saja... dia akan berhasil membuat seorang
wakil ketua osis menjadi seorang pelayan.
Damn!
Kenapa ceritanya jadi mirip Kaichou wa maid-sama sih???
Bola
itu terlepas lagi dari tanganku saat Aomine menyentaknya. Bola itu
menggelinding keluar dari lapangan. Bisa kulihat raut wajahnya yang sangat
puas. Aku pun beranjak untuk mengambil bola yang menggelinding itu. Saat sedang
membungkuk untuk mengambil bola kulihat seseorang ikut membungkuk dan meraih
bola itu.
“Ini..”
gumamnya sambil tersenyum manis lalu menyodorkan bola itu padaku. Dia sangat
tampan dan manis, rambutnya berwarna blonde terang dan ia terlihat seperti
seorang model.
“Arigatou,”
jawabku, ku akui aku sedikit terpana saat melihat sosoknya. Kuambil bola itu
darinya.
“Sedang berlatih sendiri
ya?”
tanyanya lagi. “Sepertinya kau juga suka
basket?”
Chigaimasu!!
Aku lebih suka lari daripada harus tanding basket melawan Aomine. Aku pun
tersenyum karena sikapnya padaku sangat ramah. “I-iya.. begitulah,”
“Aku bisa membantumu latihan
kalau kau mau?” tawarnya.
“Tidak perlu, aku sedang
bersama...”
“Oi!”
Suara Aomine bergaung dibelakangku. Ku lihat ia baru saja sampai didekatku.
Cowok
yang ada didepanku itu menoleh pada Aomine. “Aominecchi?” gumamnya lalu tersenyum. Hah? A-aomi-necchi~~??
“Tch, kenapa lama sekali
sih?” gumam Aomine padaku.
“Aku sedang mengobrol
dengannya,” jawabku. Aomine menatap cowok blonde itu
dan dia tampak terkejut.
“Kise...”
gumam Aomine pada cowok itu. Ia kembali menatapku lalu dahinya berkerut sebal.
Ia memegang bahuku lalu membalik badanku, menepuk punggungku pelan, menyuruhku
pergi. “Tunggu aku didalam..”
gumamnya.
Aku
pun berjalan pelan menjauhi mereka, aku ingin menguping pembicaraan mereka.
Kudengar Aomine menyebut cowok itu dengan sebutan Kise dan ia tampak sebal saat
Kise memanggilnya dengan sebutan Aominecchi~
Saat
kembali ke lapangan kuputuskan untuk latihan menembak sambil menunggu Aomine
kembali. Shotku memang tidak bagus dari tiga tembakan hanya satu yang berhasil
masuk, itu pun bolanya masih berputar dipinggiran ring.
Akhirnya
pertandingan kami jadi tertunda karena munculnya Kise. Saat sedang memantulkan
bola ke lantai, kulihat Aomine kembali beranjak mendekati tiang ringnya diikuti
Kise.
“Ayo!”
gumam Aomine ia mulai mengambil kuda-kuda. “Waktunya
sudah habis, jadi akan kupermudah, kau hanya perlu melakukan satu shot saja,
aku tak akan melakukan pertahan, hanya block!”
“Kalian sedang apa sih?”
tanya Kise sambil duduk dibangku dan mengamati kegiatan kami.
“Kami sedang bertaruh,”
jawab Aomine.
“Sudah siap?”
tanyaku pada Aomine. Ia menggerakkan tangannya dan tersenyum jahil. Aku pun
mengambil kuda-kuda untuk menembak. Bola itu terlepas dari tanganku dan
melayang menuju ring, bola itu memantul dibibir ring dan menggelinding kedekat
kaki Kise.
Aomine
menatapku dengan dead glarenya. “Ayo!
Sekali lagi...” gumamnya lagi.
Kulap
keringat yang mengucur di pelipisku dengan punggung tanganku. Kise beranjak
dari duduknya dan memungut bola itu, ia mendekatiku. “Mau kuberitahu cara mengalahkan Aominecchi?” gumamnya padaku.
Eh?
Mengalahkan Aomine?
“Oi Kise jangan
menggodanya!” gumam Aomine sambil berkacak pinggang ia
tampak tak suka.
“Memangnya kau bisa
mengalahkan dia?” gumamku tak percaya.
“Mochiron! (Tentu saja!), Mudah sekali,” Kise tersenyum manis lalu menyodorkan bola itu
padaku, ia beranjak kebelakang punggungku dan bisa kurasakan panas tubuhnya di
punggungku. “Yang bisa mengalahkan
Aomine hanya dirinya sendiri, kalau kau melawannya sendirian kau tak akan bisa
menang. Tapi kalau aku membantumu.. kita bisa mengalahkannya bersama-sama,”
Ia memegang kedua tanganku dan membantuku mengarahkan bola itu ke ring. Aomine
menatap kami tanpa ekspresi.
Saat
itu aku sedang menatap Aomine yang terdiam tak bergerak ditempatnya ketika bola
basket yang telah melayang karena bantuan Kise itu berhasil masuk kedalam ring
dibelakangnya. Aku tak tahu kapan sebenarnya bola itu melayang!
“Ma-masuk?”
gumamku tak percaya.
“Cih, Aominecchi~ harusnya
kau memblock tembakan barusan kan?” protes Kise.
Bola
itu memantul dibelakang Aomine. Kudorong tubuh Kise dariku lalu beranjak
mengambil bola yang menggelinding. Kise sedang tersenyum menatapku saat
melihatku berjalan mendekatinya lagi. “Thank
you Kise kun,” gumamku.
“K-kun?” gumam
Kise bingung.
Kuambil
kuda-kuda dan bersiap untuk melakukan tembakkan lagi, ini adalah shot
terakhirku. Aku tak bisa minta bantuan Kise karena ini pertandingan antara aku
dan Aomine, jadi... aku harus fokus... aku ingin mendengar jawaban Aomine.
****
Bola
itu melesat dari jari-jariku dan melayang diudara lalu mengarah pada ring yang
sedang dijaga Aomine sedetik kemudian kurasa aku akan berhasil dan bola itu memantul
dipinggiran bibir ring... lagi.
“Aku kalah,”
gumamku pada diriku sendiri.
Aomine
mendesah pelan lalu membungkuk mengambil bola yang menggelinding didekatnya ia
beranjak mendekati ku yang sudah duduk diatas bangku dan sedang mencoba
mengeringkan bajuku yang mulai basah. Hawa pagi itu sudah tidak sedingin tadi.
“Tch.. padahal Kise sudah
membantu senpai kan... pakai acara pegang-pegang tangan romantis segala lagi,” gumam
Aomine.
“Ba-baka! Aku gagal
memasukkannya karena memang nggak bisa main basket kan!” balasku
padanya.
“Jadi kau senpainya Aominecchi?”
tanya Kise, ia terduduk disebelahku. “Perkenalkan,
aku Kise Ryouta,” serunya sambil mengulurkan tangan padaku. Kusambut uluran
tangannya dan menyebutkan namaku.
Ini
adalah perkenalan pertamaku dan Kise, sifatnya sangat bertolak belakang dengan
Aomine yang mirip berandalan. Ia benar-benar terlihat bagai malaikat disiang
bolong.
Setelah
mengobrol selama beberapa menit Kise pun pamit pergi. Ia meninggalkanku dan
Aomine berdua dilapangan itu. Kami memutuskan untuk beritirahat lebih lama. Tak
kusangka Aomine akan menyetujui dan beralih untuk duduk disebelahku. Ia
bersandar santai pada punggung bangku taman itu.
“Jadi?”
sambung Aomine.
“Sesuai kesepakatan aku
akan jadi pelayanmu sampai hari kelulusanku nanti,”
gumamku padanya lalu menyilangkan tanganku didada lagi. Tiba-tiba hawa menjadi
dingin lagi, kulihat Aomine tampak tenang dan tidak kedinginan sedikitpun.
Benar-benar bukan manusia.
“Lalu... bagaimana dengan
statusmu..?”
“Maksudmu? Jabatan wakil
ketua osis?” tebakku. Aomine mengangguk lalu menatapku
lagi. “Tak perlu ada yang tahu tentang
ini kan? Lagi pula sebentar lagi aku akan melepas jabatan itu, jadi kesepakatan
ini rahasia, paham?”
“Jadi kau tidak keberatan?
Kau terlihat sangat yakin, kau tahu aku tak akan bersikap lunak padamu meskipun
kau senpaiku kan?” lanjutnya lagi.
Tentu
saja aku keberatan! I-iya juga sih... aku tahu sekali soal itu. Jadi maid-nya
Aomine pasti bukanlah hal yang mudah. Contohnya saja pagi ini, padahal aku
ingin tidur lebih lama karena klub lari sedang libur latihan, tapi aku justru
berakhir dilapangan ini dengan tubuh yang kecapekan dan kedinginan.
Sebenarnya
aku hanya ingin mendengar pernyataan Aomine, tapi... sepertinya memang
mustahil. Aomine mungkin memang lebih menyukai Momoi-chan, makanya dia selalu
menolakku.
“Oh ya!”
gumamku sambil merapikan rambutku. “Kalau
kau jadi majikan, artinya kau tidak boleh jatuh cinta pada pelayanmu ya...”
Aomine tidak menjawabku. “Kalau begitu
aku juga nggak boleh jatuh cinta padamu kan? Ah, tapi aku sudah jatuh
cinta duluan, gimana ya..” aku sudah sadar sejak awal,
mana mungkin dia mau pacaran denganku.
Aomine
menyampirkan jaketnya padaku hingga jaket itu menutupi kepalaku dan setengah
wajahku, aroma tubuhnya tiba-tiba langsung memenuhi hidungku. “Pakai jaket ini pelayan,” gumamnya.
Cih!
Kalau dia tidak pakai jaketnya dia bisa sakit kan! “Kau ini.. sudah kubilang aku nggak apa-ap...”
“Urusai-na.. (Berisik)”
bisiknya sebal. Saat kulihat wajahnya dengan jelas dari balik bayangan jaket
itu, detik berikutnya bisa kurasakan bibir Aomine yang hangat menempel lembut
dibibirku dan matanya tertutup. Ia merangkulku dengan lengan kirinya yang bebas
dan membiarkan jaket itu tetap menutupi kepalaku. Ciuman itu begitu lembut dan
ia tidak melakukannya dengan kasar seperti sebelumnya.
Beberapa
detik kemudian ia menjauhkan bibirnya dariku, meninggalkan rasa basah dan
lembab disana, namun wajah kami berdua hanya terpisah lima senti saja. Aku bisa
merasakan hembusan napasnya yang hangat menerpa kulitku.
“Seharusnya kau tidak
boleh menciumku kan?”
“Siapa yang bilang aku tak
boleh menciummu..huh?” bisiknya.
“Tapi..”
“Shut up!”
bisiknya dengan nada kesal. “Lemme taste
your sweet lips.. senpai,” Ia kembali menciumku dan merangkulku lebih erat.
Kamisama,
sepertinya... aku memang jatuh cinta pada sosok bad Aomine.
0 comments:
Post a Comment