SECRET
LESSON WITH MY BOSS
Cast : Levi
Ackerman x Reader (In my case : Lucy Alsei)
Genre : Romance,
Mature
CHAPTER 5
Ku coba untuk tidur dan
memejamkan mataku, jam telah menunjuk pukul dua pagi tapi entah kenapa aku
masih tak bisa tidur. Ku coba untuk mencari posisi yang nyaman agar bisa tidur.
Setelah
meringkuk selama dua menit dalam selimut, aku kembali membuka mata dan merasa
gusar. What happened to me?
Kutinggalkan
kasurku yang sebenarnya terasa sangat nyaman dan berjalan ke dapur mengambil
segelas besar air dan langsung menenggaknya cepat hingga habis. Bukannya merasa
lega aku justru terbatuk karena air yang kuminum sebagian melewati saluran
pernapasanku. Stupid.
Aku pun
kembali keruang tamu dan duduk meringkuk diatas sofa.. oh god, aku hanya ingin
segera tidur. Tapi sepertinya doaku masih belum didengar.. setelah memejamkan
mata lagi, tak sampai semenit aku beranjak dan mengambil handphoneku saat
seperti ini lebih baik mendengarkan musik yang menenangkan.
Sambil
berjalan menuju Balkon kuletakkan headset itu di kupingku, suara gitar itu
perlahan mengalun dan menemaniku di malam yang semakin dingin.
I
think that possibly, maybe I'm falling for you
Yes there's a chance that I've fallen quite hard over you.
I've seen the waters that make your eyes shine
Now I'm shining too
Because oh because
I've fallen quite hard over you
If I didn't know you, I'd rather not know
If I couldn't have you, I'd rather be alone
Yes there's a chance that I've fallen quite hard over you.
I've seen the waters that make your eyes shine
Now I'm shining too
Because oh because
I've fallen quite hard over you
If I didn't know you, I'd rather not know
If I couldn't have you, I'd rather be alone
“Oh shit.. kenapa aku dengerin lagu
ini.. hhh.. harusnya aku mengikuti kata-kata Levi dan pulang kerja lebih
awal..”
*
* *
Triririririirng...
Triiririririing...
Pagi ini
hawa sangat dingin karena hujan sedang turun rintik-rintik dan suara ponsel itu
benar-benar mengganggu tidurku yang nyaman. Ku buka mata dengan malas dan
melihat jam yang masih menunjuk pukul enam pagi. Oh man.. siapa yang pagi-pagi
begini sudah meneleponku?
Kulihat
nomor tak dikenal tertera dilayar ponselku. Tck, siapa idiot yang meneleponku. Apa dia nggak tahu kalau aku baru tidur selama tiga jam!? Tck.. tentu saja dia tidak tahu.
“Halo?
Who is it?” sapaku dengan suara bangun tidur yang sangat malas.
“This is
you.. shitty brat? What happen with your voice?”
Shitty
brat? Wait.. it couldn’t be him.. right?
“Who is
it?”
“Levi
Ackerman..”
WHAT!!?
NO WAAAYYY!!!!
Aku
terlonjak dan langsung duduk di kasur mengamati layar ponselku lagi dengan
susah payah menelan ludah. “B-bos.. I mean Mr. Ackerman... ah s-sorry I mean...
Le-levi..? What happen, kenapa menelepon pagi sekali? Tunggu... darimana kau
dapat nomor ponselku..” sapaku dengan pertanyaan membabi buta.
“Tck.. I
got your number from your phone..”
“Oh I
see.. hah.. what?! How??”
“Tck,
calm down.. I need your help today.. so you better move your ass right now, bersiaplah
dan pakai pakaian santai setelah itu aku akan menjemputmu tepat jam tujuh pagi.
Jangan terlambat,”
“But
I..”
“What..??”
“N-nothing..
okay.. aku akan siap-siap,”
“Bye the
way.. I’d never know that.. you have a sexy morning voice..”
“... What
are you talking about.. sir?”
“Shit.
Move your ass right know and don’t be late, brat”
Telepon
itu terputus dan aku tak bisa menolak permintaannya. OH MY GOD!!! DIA AKAN
MENJEMPUTKU?? NO WAYYYYY!!! AM I DREAMING??? Aku kembali terlonjak dari kasurku
dan bergerak cepat menyambar handuk lalu berlari kekamar mandi.
*
* *
Aku baru
saja keluar dari lift dan berjalan sepanjang lobby apartemen saat melihatnya
sudah muncul diteras. Kulihat jam tanganku.. lima menit lagi tepat jam tujuh.
Dia bahkan lebih cepat dari janjinya.
“Wow.. you're not late, little brat,” gumamnya menyambutku.
“Hmm..
you too..sir,”
“Come
on.. and take this..”
Ia
menyodorkan kantung pembungkus dari kertas berwarna coklat, dari kehangatan dan
aromanya aku menebak kalau itu adalah sarapan pagi. Dan logo yang ada pada
pembungkus itu aku mengenalnya.. “Four season cafe?” gumamku sambil mengikuti
langkahnya menuju mobil. Four season cafe adalah kafe favoritku.
“Isinya
kopi, teh, donat dan roti bagel, ku rasa kau belum sempat sarapan jadi aku
mampir di kafe terdekat untuk membeli sarapan kita..”
“Sebenarnya
kemana kau akan membawaku?”
Hujan
rintik masih turun membasahi udara dan tanah. Kami sampai di mobil Levi dan ia
membukakan pintu itu untukku. “Masuk, akan kujelaskan dalam perjalanan,”
Kami pun
masuk kedalam mobil dan dalam sekejap saja mobil itu telah bergerak dijalan
raya. “Apa kita tidak kekantor? Harusnya kau belok di jalur itu..” gumamku
mengingatkannya.
“Kita
pergi ketempat lain yang belum pernah kau datangi, habiskan sarapanmu karena
aku tak ingin seseorang mati kelaparan,”
“Wow,
nice to hear that. I love your joke.. Mr. Ackerman,” Ku gigit satu roti bagel
yang masih hangat itu, rasanya sungguh enak karena aku memang merasa lapar.
“You want some donut?” tawarku sambil mengeluarkan sebuah donat dengan krim
berwarna pink.
“I’d
love too, kau bisa menolongku sedikit dengan donat itu.. karena aku sedang
menyetir, sexy morning voice,”
“Okay..
stop calling me like that,” balasku sambil tersenyum. Kubagi donat itu jadi dua
bagian dan menyuapkan salah satunya kemulut Levi. This is very very awkward..
but.. he bites his breakfast.
Hmm..
rasanya menyenangkan kami terlihat seperti pasangan tapi.. apa yang kupikirkan
sih? Aku hanya bisa tersenyum dan menggigit roti bagelku lagi. Aku sudah
menyerah dengan sebuah hubungan.. dan hubungan diantara kami tak mungkin akan
berjalan serius.
Mobil
berhenti saat traffic light menyalakan lampu merah dan kulihat ia menutup
wajahnya. Tampaknya ia sedang menguap. Kuserahkan sisa donat kepadanya dan ia
mulai melahapnya lalu mulai meminum teh yang kusodorkan. Ini terasa sangat
menyenangkan.
“Sepertinya
kau kurang tidur,” tebakku sambil memakan rotiku dan menatapnya.
“Hmm, ya..
semalam aku tak bisa tidur..”
“Apa kau
lembur lagi..?”
“Tidak
juga.. hanya sibuk memikirkan sesuatu..”
“Oh..”
Kita
berdua sama, aku juga tak bisa tidur karena pikiranku sibuk memikirkan
seseorang yang bahkan tidak tahu kalau aku memikirkan dia. I don’t know about
this feeling.. but i really wanna know about him.
“Oh ya,
ada sesuatu yang harus kau baca.. aku menaruhnya di dalam kantung yang ada
dibelakang kursiku,”
“Oh
oke.. akan kuambil,”
Perlahan
aku pun bergerak dan meraih beberapa berkas yang ada dalam kantung kursi Levi.
“Can you
take it? Be carefull.. don’t try to hurt your self,”
“Okay, I
got it..” Ku baca lembar terdepan berkas itu. “Bukankah ini naskah yang sudah
selesai ku sortir kemarin?”
“Ya, sementara
kau membacanya, kita akan menuju ke lokasi syuting..” mobil kembari bergerak karena trafficlight sudah berwarna hijau.
“Tapi..
kenapa aku harus membaca ini? Kau tidak menyuruhku untuk jadi pemeran wanitanya
kan?”
“Kurasa dengan
teknik ciumanmu yang buruk itu.. kau tidak akan begitu cocok jadi artis..”
“Oww..
So you think that your style better than me..?”
“Hmm,
jujur saja aku sangat ingin mendengar review-nya darimu?” gumamnya sambil
menatapku. Shit, aku tak bisa menjawabnya. “Baca saja naskah itu, aku hanya
ingin kau mengeceknya. Kita akan membantu sutradara jadi kuharap kau bisa
bekerjasama dengan staf lainnya,”
Meskipun
mataku menatap lembaran naskah itu, tapi tetap saja aku tak bisa konsentrasi. Tampaknya
Levi juga sedang memikirkan sesuatu..
Triririring.. Tririririring..
Ponselku
kembali berbunyi. Kali ini tertera nama ibuku dilayar ponsel. Segera kuterima
teleponnya.
“Halo
mum?” sapaku. Aku hanya bisa diam mendengar kata-katanya dengan dahi berkerut.
“Okay, I will call you back.. I’m still working.. okay.. see you mum,”
“Something
happen with your mum?” tanya Levi tak kusangka dia akan kepo.
“No..
dia bilang dia akan mampir ke apartemenku dalam minggu ini,”
“Bukankah
itu berita bagus? Kenapa kau terlihat murung..”
“Tentu
saja aku senang mendengar dia akan berkunjung.. tapi dia ingin menjodohkanku
dengan anak temannya.. rasanya sungguh menyebalkan, so.. Oh sorry Levi harusnya
aku nggak curhat.. oke aku akan lanjut membaca naskah ini lagi,”
“Jadi
kau akan menemui pria itu?”
“Hmm..
sepertinya aku tak punya pilihan lain..” jawabku sambil membaca naskah.
“Apa kau
menyukainya?”
“Tentu
saja tidak.. tapi entahlah aku belum menemuinya..”
“Kalau
tidak suka kau bisa menolaknya saja..”
Sudah
dua kali aku membaca paragraf yang sama. “Ini tidak semudah itu.. aku sudah
menolaknya, tapi tetap saja..”
“Pasti ibumu
orang yang sangat gigih..”
Aku
terkekeh pelan mendengar kata-katanya dan menatapnya. “Hmm, yeah.. kau benar.. hei..
bisakah kau tidak terus menginterogasiku karena aku harus lanjut membaca ini
tuan detektif?”
“Sorry,
silakan lanjutkan pekerjaanmu..”
Ini
benar-benar aneh, kenapa aku malah jadi curhat. Bodohnya.
“Kenapa
kau tidak punya pacar?” gumam Levi lagi.
Oh
maaannn... “I’ts not your bussiness.. Levi!” jawabku sambil tersenyum. Ia
menatapku dengan tatapan dinginnya.
“Mh.. I’m
just asking, brat” jawabnya santai lalu kami kembali terdiam. “Aneh sekali
kenapa wanita sepertimu memutuskan untuk fokus pada pekerjaan, seharusnya kau
sudah bertunangan dan memiliki kekasih,”
Mendengar
kata-katanya barusan hanya membuatku geleng-gelang kepala. “Ini tidak semudah
yang kau pikirkan.. sir,”
“Tentu
saja ini mudah, ku rasa banyak pria yang ingin berbaris memintamu jadi kekasih
mereka,”
Aku
tertawa tertahan mendengar ocehannya yang tak biasa. “You wrong.. I’m not
interested in special relationship,I think it doesn’t fit me..”
“Shit! What is that? How about man?
You not interested with man?”
“Of course I’m interested with them, but now I’m
done with it, they are same,”
Levi mengangguk-anggukkan kepalanya
pelan. “Wow.. you said it clearly. I’d never imagine it.. to be honest.. I
think you’re a good kisser.. orang yang
memilikimu nanti pasti sangat beruntung, lupakan saja masa lalumu dengan
pria-pria bodoh itu dan lanjutkan hidupmu,”
“Hmm.. okay.. thank you,” balasku dengan
dahi berkerut. Sejujurnya aku sama sekali tak menyangka kalau dia akan
mengatakan hal ini.
“Okay what?”
“I.. I just.. you know.. this is awkward, tak
kusangka akan mendengar hal ini darimu, can we stop talking about my private
life? And.. you can tell me about your self,”
“Nothing important about me, I’m just
a workaholic.. I’m enjoying my perfect life and I never think about serious
relationship or.. special relationship? Jadi jangan sampai kau jatuh cinta
padaku..”
“Oww!! Absolutely not.. tentu saja aku
tak pernah berpikir akan menjalin hubungan dengan bosku.. tenang saja kau tak
perlu khawatir,” jawabku dengan senyuman lebar.
Ia kembali menatapku dingin dan
terdiam sejenak. “Oh.. good,” gumamnya lalu kembali fokus menyetir.
“Yeah.. don’t worry... ciuman itu..
aku tak pernah menganggapnya serius,” jawabku lagi dengan senyuman lebar
diwajah.
Oh god... his statement.. it
completely broke my heart.
*
* *
Akhirnya
kami berdua sampai ditempat tujuan, hujan masih turun membasahi bumi dengan
malasnya. Naskah yang ku baca tadi bergenre romantis dan akan ada adegan
perkelahian. Ku harap syutingnya tidak dilakukan di lapangan basah.
“Hai
Shorty!”
Suara
teriakan itu mencuri perhatian kami. Dan tampak dikejauhan sana seseorang
sedang berlari pelan kearah kami berdua.
“Itu
Hanji? Kenapa dia ada disini?”
“Dialah
yang memproduksi film ini.. take this,” Levi menyodorkan jaketnya padaku lalu
menyambut Hanji.
“Thank
you for coming shorty.. We need your help, Erwin sakit dan nggak bisa datang
kali ini.. kau akan menggantikan tugasnya,”
“Are you
kidding me? You said that you only need me as a mentor,” jawab Levi dengan
tatapan mautnya.
“Oh
shorty... I know that you really good with this job.. you’re a pro! Please help
us!” paksa Hanji.
Levi
menatapku sejenak sebelum berjalan lagi menuju gedung syuting. “You’re always
doing this stuff to me..” gumamnya kesal. Namun Hanji yang berjalan beriringan
denganku dibelakang Levi hanya terkikik geli.
“Hai
(y/n)/Lucy how are you?” sapa Hanji sambil merangkulku.
“I’m
fine thank you, what happened with Erwin..?”
“Kemarin
kami mabuk dan saat keluar dari bar Erwin tersandung, kepalanya membentur
lantai dan dia pingsan..”
“Wow it
sounds bad.. bagaimana keadaannya sekarang?”
“Dia baik-baik
saja, hanya gegar otak ringan.. beberapa minggu lagi dia sudah bisa kembali
bekerja..”
“Kedengarannya
sangat fatal, semoga dia cepat sembuh..”
“Don’t
worry (y/n)/Lucy.. He’s a strong man,”
“Jadi,
kalau boleh tahu.. apa yang akan Levi lakukan nanti sebagai pengganti Erwin?”
“Dia
akan jadi sutradara dan dia juga.. seorang mentor yang sangat profesional,”
“Mentor
apa?”
“Ohhoho..
kau akan segera tahu.. dia sangat mahir dalam hal ini,”
Kami
memasuki gedung syuting itu dan aku terus mengikuti langkah Hanji dan Levi
hingga kami muncul di suatu tempat yang sangat luas.
Lapangan
berumput, pohon-pohon tinggi dan.. kuda.
Levi
berjalan menjauh dan mendekati beberapa staf yang tidak ku kenal begitu pula
Hanji. Aku sangat tertarik dengan salah satu kuda berwarna hitam dengan surai
yang panjang, surai itu menutupi mata si kuda hitam. Perlahan aku beranjak
mendekati kuda yang tampak tenang memakan rumput disekitarnya itu.
“You
look beautiful..” sapaku. Aku tahu binatang tak bisa bicara.. tapi aku sangat menyukai
kuda hitam ini. Ia balik menatapku dari balik surainya yang panjang.
“He’s
name Zero..”
Suara
menekan itu mengagetkanku, kini Levi telah berdiri disebelahku menatap dingin
si kuda yang telah kembali merumput.
“Oh,
jadi dia adalah pejantan.. bagaimana persiapan syutingnya?”
“Kami
akan mulai tiga puluh menit lagi, apa kau bisa membantu Hanji?”
“Tentu,
beritahu apa yang harus kulakukan.. aku akan mencoba membantu sebisa mungkin,”
“Okay,
follow me..” Levi meraih jaketnya yang tersampir dilenganku lalu beranjak pergi
mendekati staf lainnya.
*
* *
Time
skip..
“Cut! Cut! Cut! You gotta be kidding
me?” teriak Levi dari kursi sutradara. Entah kenapa tiba-tiba saja dia jadi sangat
‘bersemangat’ dengan pekerjaan barunya ini. Sudah beberapa menit ini dia terus
mengomel dan memarahi para aktor dan aktris.
“Apa kau
tidak bisa menunggang kuda itu dengan benar, dumbass? Ulangi lagi!” serunya
dengan suara keras menekan. “Ready?? Action!!”
Aku
sedang membantu Hanji mengurus beberapa peralatan kostum para aktris dan aktor.
Oh ya, sebenarnya aku tak perlu membantu tapi menurut Levi aku harus belajar
dan tidak hanya menonton saja. Kupikir aku akan membantunya mengoreksi kalimat
si aktris karena ia menyuruhku membaca naskah, tapi kenapa sekarang aku justru
harus mengurus properti film? Kurasa dia sedang mempermainkanku.
“Apa dia
selalu seperti itu?” tanyaku pada Hanji.
“Oh
yeah.. He’s always like that.. talking about ‘we need train like a dog not a
man’,” seru Hanji sambil meniru gaya bicara Levi.
Aku
menatap kelapangan dan mengerutkan dahi. “But.. she’s a girl..”
“He
doesn’t care about a man or a woman.. semua orang memiliki status yang sama
dimatanya, itulah motonya,”
“Wow!!”
“Are you
scared with him?”
“Hmm,
yeah little bit.. sometimes, he looks scary but.. i think he’s really care
about everyone. So, that’s why he acts like that, dia cuma seorang perfeksionis
biasa,”
“Yeah,
you right. Hei.. I think you have a crush on him,”
“Wh-what?
No!! No way!! He’s not my type and he’s my boss,”
“Calm down
(y/n)/Lucy.. aku tahu dia menyebalkan tapi dia orang yang sangat baik. Kau tak
akan menyangka kalau dia punya banyak penggemar meskipun sikapnya seperti
itu..”
“He has
a fangirl?”
“Yeah..”
“I don’t
know that he’s popular.. he’s a..” kutelan air liurku dengan susah
payah. “He’s a Mad man??”
“Ahahahahahahahahah..
I’m agree with you, he’s a grumpy cat,”
“Shit!
Ambilkan seekor kuda untukku!” Levi kembali berteriak dan kini dia telah
berjalan cepat menuju lapangan berkuda. Mendatangi seorang staf dan tak lama
kemudian staf itu menarik seekor kuda ke arah Levi.
Aku dan
Hanji beranjak mendekati kursi sutradara, sepertinya Levi akan menunjukkan
kebolehannya menunggang kuda. Aku sangat penasaran sebagus apa dia.
Dengan
postur tubuh yang tidak terlalu tinggi Levi menaiki kuda besar itu. Ku pikir
dia tak akan cocok. Tapi ternyata aku salah..
Kuda
yang ia tunggangi bergerak lincah mengitari lapangan luas itu dan ia mengajak
si artis untuk mengikutinya dan ia pun tak segan menunjukkan bagaimana cara
yang benar menunggang kuda.
Terkadang
aku menggap bahwa diriku terlalu banyak berimajinasi, karena kali ini pun aku
bisa melihat sosok Levi yang sedang berkuda terlihat begitu bersinar.
He looks.. beautiful.
“Hei,
are you okay shitty brat? Why are you staring at me? Semuanya, kita istirahat
sepuluh menit,” Suara Levi kembali mengagetkanku, kini ia telah kembali duduk
di kursinya dan memberiku tatapan mautnya sebelum kembali sibuk dengan kamera.
“I’m not
staring at you, I’m okay.. you just need to be focus. So..”
“Tck.. jangan
bilang kalau kau terpesona melihatku menunggang kuda. Sudah kubilang jangan
jatuh cinta padaku kan?”
“What?
I’m not.. you.. yeah, mungkin aku memang terpesona..” jawabku terbata-bata sambil
tersenyum. “..sedikit,”
“Tck,
mereka benar-benar butuh latihan khusus untuk beberapa minggu kedepan.. aku tak
mengerti apa yang sudah mereka kerjakan beberapa waktu yang lalu. Mereka
terlihat sangat jelek, aku akan melatih mereka sampai Erwin sembuh nanti,”
“That’s
a good idea. Hei... can you teach me too? Aku juga ingin menunggangi mereka..”
“Hmm,
can you pay me?”
“Again?”
“Aku
tidak memberi kursus gratis..”
“Oke,
lupakan saja.. aku bisa belajar sendiri..” balasku lalu beranjak
meninggalkannya yang kini kembali fokus pada layar kamera.
*
* *
Hujan
rintik masih terus membasahi lokasi syuting. Hari telah semakin siang namun
cuaca masih tampak mendung. Syuting dihentikan sementara hingga hujan
benar-benar berhenti. Semua staf dan kru syuting berkumpul di aula dan mulai
menikmati hidangan ditemani berbagai macam botol anggur untuk menghangatkan
tubuh.
Kami
mulai menyantai kudapan dengan santai sambil mengobrol, Levi meninggalkanku
berdua dengan Hanji yang sedang sibuk bercerita mengenai hobby-nya berburu
beruang dan rusa. Tak lama kemudian seorang pria tinggi besar datang
menghampiri kami berdua dan menyapa Hanji.
“(y/n)/Lucy
perkenalkan anak buahku.. Bertholdt,”
“Hai
Bertholdt,” gumamku sembari mengulurkan tangan padanya yang disambut dengan
ramah oleh Bertholdt. “Wow.. tubuhmu tinggi sekali,”
“Yeah,
tinggiku 190cm dan banyak yang memanggilku raksasa,”
“Meskipun
dia ini raksasa tapi dia sangat pandai membuat properti,” sela Hanji.
“Wow.. kau
terlihat sangat bagus dengan postur tubuhmu ini, sangat ideal,”
“Thank
you, I’m glad to hear you say that,” balas Bertholdt dengan senyuman manisnya.
“Hei
(y/n)/Lucy kau bilang ingin berlatih menunggang kuda kan?” sela Hanji lagi.
“Hmm,
ya.. tapi sepertinya aku harus mengurungkan niat itu,”
“Kenapa?
Bertholdt bisa mengajarimu kalau kau ingin mencoba kuda hitam itu, benarkan
Berth?”
Aku
terlonjak dan memperbaiki dudukku menatap Bertholdt dengan pandangan tak
percaya. “Are you sure?”
“Of
course I can, but Hanji please stop calling me Berth,”
“Ayo
kita coba sekarang!” ajakku dengan semangat 45.
“Tapi
diluar masih hujan sebaiknya tunggu sampai hujannya berhenti dulu..”
“Itu
hanya hujan biasa, bukan hujan badai.. rintik hujan tidak akan melukai kita Bertholdt,”
Bertholdt menatap Hanji sekilas meminta persetujuan. “Ayolaaahh... jangan
khawatir, kita akan baik-baik saja..” ajakku. Akhirnya Bertholdt setuju dan
kami bertiga berjalan menuju lapangan, tentu saja tanpa sepengetahuan si grumpy
cat Levi.
Bertholdt
menarik dua ekor kuda menuju lapangan. Aku dan Hanji menikmati pemandangan itu,
rintik hujan sudah semakin menipis dan cuaca semakin dingin. Tapi hal itu tidak
menyurutkan semnagatku untuk berlatih menaiki kuda.
Peralatan
lengkap telah terpasang ditubuh kuda-kuda itu dan Bertholdt menunjukkan padaku
bagaimana cara menaiki kuda dan memberi pengetahuan singkat tentang cara yang
benar menunggang kuda.
Ia
membantuku menaiki zero si kuda hitam. “Aku akan memegangi tali kekangmu,”
serunya.
“Haahh?
Kau tidak akan mengajariku menungganginya seperti Mr. Ackerman?”
“Whoa..
dia sudah profesional, kau harus membiasakan diri terlebih dulu,”
“Come
on, kau bisa naik keatas kuda satunya dan kita bisa menunggang kuda ini
perlahan mengelilingi lapangan luas ini,” pintaku.
“Tapi..”
“Please..
I’m begging you..”
Bertholdt
menyerah dan ia pun menaiki kuda satunya, perlahan kami menunggang kuda
sementara ia sangat fokus memegangi tali kekangku. Ya, ini sangat menyenangkan.
Tapi.. kurang menegangkan. Bertholdt terus mengoceh dan memberiku begitu banyak
teori menunggang kuda jujur saja aku sudah merasa pusing mendengar
penjelasannya. Kami pun kembali ketempat awal dimana Hanji masih berdiri
mengamati kami berdua.
“Jadi,
bagaimana rasanya?” tanya Hanji.
“Bertholdt
melarangku menunggangi kuda ini dengan benar,”
“Kau
masih harus banyak belajar, rumput masih basah aku khawatir dia akan
tergelincir,”
Hanji
mengelus kuda yang kunaiki sambil tertawa. “Yah, kau benar kalau terjadi
sesuatu pada kuda ini kita semua akan dibunuh Erwin.. beruntung Erwin tak ada
tapi penggantinya bahkan lebih parah lagi.. benar kan Zero?”
PAKK!!
“HIEEEEEHHHHH....”
kudaku menjerit dan melesat pergi.
“Oi! Hanji!!
What are you doing?!!!” pekik Bertholdt.
“Oh
maan.. aku tak sengaja melakukannya, Bertholdt cepat naik ke atas kudamu dan
kejar Zero!”
“Kenapa
kau memukul pantat Zero!!!” pekik Bertholdt panik berusaha menaiki kudanya.
“Cepat
naik saja ke kudamu sekarang dan kejar dia bodoooohh!”
“I’m
trying!!! Jangan membuatku panik!!”
Sementara
yang lain sedang merasa panik aku justru merasa sebaliknya. Akhirnya aku bisa
menunggangi kuda ini dengan benar. Rasanya sungguh menyenangkan! Kuda pun
bergerak semakin cepat menembus udara yang semakin dingin. Kini aku bisa
merasakan rintik hujan itu menusuk-nusuk kulit wajahku.
“(y/n)/Lucy!!!
Hentikan kuda itu!!” pekik Bertholdt jauh dibelakangku.
Rasanya
seperti sedang melakukan kejar-kejaran antar prajurit romawi jaman kuno. Tapi
Bertholdt benar, kuda ini melaju terlalu cepat. Ku tarik tali kekang kuda itu..
kuda itu merespon dengan sangat cepat, bukannya berhenti kecepatannya justru
semakin bertambah.
“Wait???”
kutarik lagi tali kekangnya tapi kuda itu semakin melaju.
“(y/n)/Lucy!!!
What are you doing!!! Stoooop!!” pekik Bertholdt panik.
“I-I
can’t!!” balasku. “Aku nggak tahu cara menghentikan kuda ini!!”
“Tarik
tali kekangnya!!”
“Shit.
I’m already doing this stuff!!! But It won’t works!!”
Aku
berhasil membelokkan kuda itu dan kami kembali keposisi awal dimana Hanji
berdiri.. ditemani Levi dan kru lainnya. Kuda itu tidak berhenti dan terus
melesat maju. Kalau kuda ini sampai tergelincir di atas rumput basah ini..
matilah aku.
“(y/n)/Lucy
tarik tali kekangnya seperti ini!” suara
Levi terdengar disebelahku. Ternyata dia menunggangi kuda yang tadi
Bertholdt naiki. “Lihat?! Tarik seperti ini!”
Dengan
kekuatan penuh ku tarik tali kekang itu sesuai dengan instruksi Levi dan Zero
pun meringkik di atas dua kakinya. Aku tergelincir dari atas kuda dan tubuhku
terjatuh diatas tumpukan rumput basah yang kotor. Pemandangan tampak kabur dan
seketika semua jadi gelap.
*
* *
“Are you okay?”
Suara
Levi menggema di dalam kepalaku. Perlahan ku buka mataku dan melihat wajah
dingin tanpa ekspresinya. Rasanya badanku seperti habis dijadikan kantung pasir
untuk latihan tinju.
“Aww.. I’m hurting my arms.. but yes
I’m okay.. Thank you,” jawabku sembari berusaha duduk di sofa yang sedang
kutiduri.
“Are you an idiot? Are you trying to
kill your self?” gumam Levi dingin.
“Sorry I..”
“Sorry your ass!! You little stupid
brat!” Ia pun bangkit dan meninggalkanku yang terbengong-bengong karena bingung
melihat reaksinya. Hanji masih menemaniku sementara beberapa kru menanyakan
keadaanku, aku hanya bisa menjawab kalau aku baik-baik saja. Hingga akhirnya Bertholdt
kembali muncul dan mendatangiku, tampaknya baru saja selesai mengurus Zero.
“What happened with him?” tanyaku pada
Hanji.
“Dont worry about him..”
“Apa aku pingsan?”
“Yah, kau pingsan selama lima belas
menit, Levi sangat khawatir dia menungguimu sampai kau sadar.. apa kau sudah
bisa bergerak,”
“Ya, I feel more better than before..”
“I’m so sorry (y/n)/Lucy.. kalau saja
aku tidak memukul pantat Zero..”
“Nevermind.. I’m okay..”
“Kalau kau ingin membersihkan diri
pakai saja ruang ganti artis, disana ada beberapa pakaian yang bisa kau
kenakan,”
“Okay, thank you..” ujarku sembari
beranjak menuju ruang ganti.
Levi benar-benar tampak marah, dahinya
bahkan lebih berkerut dibanding biasanya. Salahku karena melukai Zero,
seharusnya aku tak memaksa Bertholdt menggunakan kuda properti sepenting Zero.
Ku harap kuda itu tidak terluka. Wajar saja kalau Levi marah padaku.
Aku pun masuk kedalam ruang ganti yang
sepi itu dan seketika melamun menatap ketiadaan sambil bersandar pada punggung
pintu. Menghela napas panjang mencoba menenangkan diri.
Cklak..
Pintu lain yang ada diseberangku
terbuka dan ku lihat Levi baru saja keluar dari dalam kamar mandi. Ia
mengeringkan rambutnya dengan handuk lalu menatapku dengan ekspresi kaget yang
datar. Segera kupalingkan wajahku darinya dan berbalik menatap punggung pintu.
“Sorry.. aku.. ku pikir tempat ini
kosong..” entah sudah berapa banyak kata ‘sorry’ yang ku lontarkan hari ini.
Aku benar-benar merasa bodoh.
“Bagaimana keadaanmu?” tanya Levi.
Dari volume suaranya aku merasa bahwa ia sedang berjalan mendekatiku. Oh man...
this is.. bad.
“Yeah, aku baik-baik saja.. thank you
for helping me, I feel so sorry about this incident.. semoga kudanya baik-baik
saja,”
“You need to take care of your self. Setelah
ini kita pergi dan mampir kerumah sakit untuk memeriksa keadaanmu. Oi shitty
brat.. Why are you staring at the door? Kau tahu tidak kalau sikapmu itu sangat
tidak sopan jika berbicara sambil membelakangi bos mu,”
Oh ya.. pintar sekali Levi, disaat
seperti ini kau minta dianggap sebagai bos.
“Because you.. you..”
“What?”
“Can you please.. covering your body
with something like.. like this?” ujarku sembari menarik sebuah kain dengan
warna sangat ngejreng yang ada disebelahku dan menjulurkannya kebelakang, pada
Levi.
Levi meraih kain itu dan melemparnya
asal ketempat lain. “Aku sudah pakai handuk, weirdo. Apa kau tidak pernah
melihat pria bertelanjang dada sebelumnya? Sepertinya kau harus lebih sering
pergi kepantai, atau... melihatku?”
Shit. Bukannya begitu.. hanya saja... “Kau
bisa kenakan semua bajumu lalu kita bisa bicara dengan posisi yang lebih baik,
aku akan menunggu di luar..” gumamku lagi sembari membuka pintu.
“Wait..” Levi mendorong lagi pintu itu
hingga tertutup, kini ia berada tepat dibelakangku dengan tangan terjulur
menekan pintu. Aku bisa merasakan wangi shampo yang ia pakai menguar
disekelilingku. Dia sangat dekat.
“Sorry I..”
“Promise me..” bisiknya lembut didekat
kupingku. Membuatku susah payah menelan air liur.
“Wh-What do you mean..? Promise what?”
“Don’t you dare to kill your self..
again! Are you understand?”
“Oh.. okay, aku akan lebih
berhati-hati dan tidak akan merusak barang-barang properti lagi,”
“Don’t change the subject.. I’m
talking about you.. are you understand?”
“Yes I am,”
Ia membalik badanku dan kami pun
saling bertatapan. Aku tak berani menatap matanya jadi aku pun mengalihkan
pandanganku ke tubuhnya, tapi tubuhnya yang terbentuk sempurna itu ternyata
lebih mengganggu penglihatanku. Shit! Kenapa dia punya sixpack yang seksi???
“You look like shit,” gumamnya pelan
sembari menyisir rambutnya kebelakang. “You need to clean your self, little
brat!” serunya sembari mengalungkan handuk yang tadi ia pakai untuk
mengeringkan rambutnya ke leherku.
*
* *
0 comments:
Post a Comment