Friday 2 October 2015

Modern AoT : Chapter 5 [SECRET LESSON WITH MY BOSS]

BY Unknown IN No comments




SECRET LESSON WITH MY BOSS

Cast    : Levi Ackerman x Reader (In my case : Lucy Alsei)
Genre  : Romance, Mature

CHAPTER 5

            Ku coba untuk tidur dan memejamkan mataku, jam telah menunjuk pukul dua pagi tapi entah kenapa aku masih tak bisa tidur. Ku coba untuk mencari posisi yang nyaman agar bisa tidur.

          Setelah meringkuk selama dua menit dalam selimut, aku kembali membuka mata dan merasa gusar. What happened to me?

          Kutinggalkan kasurku yang sebenarnya terasa sangat nyaman dan berjalan ke dapur mengambil segelas besar air dan langsung menenggaknya cepat hingga habis. Bukannya merasa lega aku justru terbatuk karena air yang kuminum sebagian melewati saluran pernapasanku. Stupid.

          Aku pun kembali keruang tamu dan duduk meringkuk diatas sofa.. oh god, aku hanya ingin segera tidur. Tapi sepertinya doaku masih belum didengar.. setelah memejamkan mata lagi, tak sampai semenit aku beranjak dan mengambil handphoneku saat seperti ini lebih baik mendengarkan musik yang menenangkan.

          Sambil berjalan menuju Balkon kuletakkan headset itu di kupingku, suara gitar itu perlahan mengalun dan menemaniku di malam yang semakin dingin.

I think that possibly, maybe I'm falling for you
Yes there's a chance that I've fallen quite hard over you.
I've seen the waters that make your eyes shine
Now I'm shining too

Because oh because
I've fallen quite hard over you

If I didn't know you, I'd rather not know
If I couldn't have you, I'd rather be alone


“Oh shit.. kenapa aku dengerin lagu ini.. hhh.. harusnya aku mengikuti kata-kata Levi dan pulang kerja lebih awal..”

* * *

Triririririirng... Triiririririing...

          Pagi ini hawa sangat dingin karena hujan sedang turun rintik-rintik dan suara ponsel itu benar-benar mengganggu tidurku yang nyaman. Ku buka mata dengan malas dan melihat jam yang masih menunjuk pukul enam pagi. Oh man.. siapa yang pagi-pagi begini sudah meneleponku?

          Kulihat nomor tak dikenal tertera dilayar ponselku. Tck, siapa idiot yang meneleponku. Apa dia nggak tahu kalau aku baru tidur selama tiga jam!? Tck.. tentu saja dia tidak tahu.

          “Halo? Who is it?” sapaku dengan suara bangun tidur yang sangat malas.

          “This is you.. shitty brat? What happen with your voice?”

          Shitty brat? Wait.. it couldn’t be him.. right?

          “Who is it?”

          “Levi Ackerman..”

          WHAT!!? NO WAAAYYY!!!!

          Aku terlonjak dan langsung duduk di kasur mengamati layar ponselku lagi dengan susah payah menelan ludah. “B-bos.. I mean Mr. Ackerman... ah s-sorry I mean... Le-levi..? What happen, kenapa menelepon pagi sekali? Tunggu... darimana kau dapat nomor ponselku..” sapaku dengan pertanyaan membabi buta.

          “Tck.. I got your number from your phone..”

          “Oh I see.. hah.. what?! How??”

        “Tck, calm down.. I need your help today.. so you better move your ass right now, bersiaplah dan pakai pakaian santai setelah itu aku akan menjemputmu tepat jam tujuh pagi. Jangan terlambat,”

          “But I..”

          “What..??”

          “N-nothing.. okay.. aku akan siap-siap,”

          “Bye the way.. I’d never know that.. you have a sexy morning voice..”

          “... What are you talking about.. sir?”

          “Shit. Move your ass right know and don’t be late, brat”

         Telepon itu terputus dan aku tak bisa menolak permintaannya. OH MY GOD!!! DIA AKAN MENJEMPUTKU?? NO WAYYYYY!!! AM I DREAMING??? Aku kembali terlonjak dari kasurku dan bergerak cepat menyambar handuk lalu berlari kekamar mandi.

* * *

         Aku baru saja keluar dari lift dan berjalan sepanjang lobby apartemen saat melihatnya sudah muncul diteras. Kulihat jam tanganku.. lima menit lagi tepat jam tujuh. Dia bahkan lebih cepat dari janjinya.

          “Wow.. you're not late, little brat,” gumamnya menyambutku.

          “Hmm.. you too..sir,”

          “Come on.. and take this..”

         Ia menyodorkan kantung pembungkus dari kertas berwarna coklat, dari kehangatan dan aromanya aku menebak kalau itu adalah sarapan pagi. Dan logo yang ada pada pembungkus itu aku mengenalnya.. “Four season cafe?” gumamku sambil mengikuti langkahnya menuju mobil. Four season cafe adalah kafe favoritku.

          “Isinya kopi, teh, donat dan roti bagel, ku rasa kau belum sempat sarapan jadi aku mampir di kafe terdekat untuk membeli sarapan kita..”

          “Sebenarnya kemana kau akan membawaku?”

         Hujan rintik masih turun membasahi udara dan tanah. Kami sampai di mobil Levi dan ia membukakan pintu itu untukku. “Masuk, akan kujelaskan dalam perjalanan,”

          Kami pun masuk kedalam mobil dan dalam sekejap saja mobil itu telah bergerak dijalan raya. “Apa kita tidak kekantor? Harusnya kau belok di jalur itu..” gumamku mengingatkannya.

          “Kita pergi ketempat lain yang belum pernah kau datangi, habiskan sarapanmu karena aku tak ingin seseorang mati kelaparan,”

          “Wow, nice to hear that. I love your joke.. Mr. Ackerman,” Ku gigit satu roti bagel yang masih hangat itu, rasanya sungguh enak karena aku memang merasa lapar. “You want some donut?” tawarku sambil mengeluarkan sebuah donat dengan krim berwarna pink. 

           “I’d love too, kau bisa menolongku sedikit dengan donat itu.. karena aku sedang menyetir, sexy morning voice,”

          “Okay.. stop calling me like that,” balasku sambil tersenyum. Kubagi donat itu jadi dua bagian dan menyuapkan salah satunya kemulut Levi. This is very very awkward.. but.. he bites his breakfast.

          Hmm.. rasanya menyenangkan kami terlihat seperti pasangan tapi.. apa yang kupikirkan sih? Aku hanya bisa tersenyum dan menggigit roti bagelku lagi. Aku sudah menyerah dengan sebuah hubungan.. dan hubungan diantara kami tak mungkin akan berjalan serius.

          Mobil berhenti saat traffic light menyalakan lampu merah dan kulihat ia menutup wajahnya. Tampaknya ia sedang menguap. Kuserahkan sisa donat kepadanya dan ia mulai melahapnya lalu mulai meminum teh yang kusodorkan. Ini terasa sangat menyenangkan.

          “Sepertinya kau kurang tidur,” tebakku sambil memakan rotiku dan menatapnya.

          “Hmm, ya.. semalam aku tak bisa tidur..”

          “Apa kau lembur lagi..?”

          “Tidak juga.. hanya sibuk memikirkan sesuatu..”

          “Oh..”

          Kita berdua sama, aku juga tak bisa tidur karena pikiranku sibuk memikirkan seseorang yang bahkan tidak tahu kalau aku memikirkan dia. I don’t know about this feeling.. but i really wanna know about him.

          “Oh ya, ada sesuatu yang harus kau baca.. aku menaruhnya di dalam kantung yang ada dibelakang kursiku,”

           “Oh oke.. akan kuambil,”

          Perlahan aku pun bergerak dan meraih beberapa berkas yang ada dalam kantung kursi Levi.

           “Can you take it? Be carefull.. don’t try to hurt your self,”

          “Okay, I got it..” Ku baca lembar terdepan berkas itu. “Bukankah ini naskah yang sudah selesai ku sortir kemarin?”

          “Ya, sementara kau membacanya, kita akan menuju ke lokasi syuting..” mobil kembari bergerak karena trafficlight sudah berwarna hijau.

         “Tapi.. kenapa aku harus membaca ini? Kau tidak menyuruhku untuk jadi pemeran wanitanya kan?”

          “Kurasa dengan teknik ciumanmu yang buruk itu.. kau tidak akan begitu cocok jadi artis..”

          “Oww.. So you think that your style better than me..?”

       “Hmm, jujur saja aku sangat ingin mendengar review-nya darimu?” gumamnya sambil menatapku. Shit, aku tak bisa menjawabnya. “Baca saja naskah itu, aku hanya ingin kau mengeceknya. Kita akan membantu sutradara jadi kuharap kau bisa bekerjasama dengan staf lainnya,”

          Meskipun mataku menatap lembaran naskah itu, tapi tetap saja aku tak bisa konsentrasi. Tampaknya Levi juga sedang memikirkan sesuatu..

Triririring.. Tririririring..

       Ponselku kembali berbunyi. Kali ini tertera nama ibuku dilayar ponsel. Segera kuterima teleponnya.

          “Halo mum?” sapaku. Aku hanya bisa diam mendengar kata-katanya dengan dahi berkerut. “Okay, I will call you back.. I’m still working.. okay.. see you mum,”

          “Something happen with your mum?” tanya Levi tak kusangka dia akan kepo.

          “No.. dia bilang dia akan mampir ke apartemenku dalam minggu ini,”

          “Bukankah itu berita bagus? Kenapa kau terlihat murung..”

        “Tentu saja aku senang mendengar dia akan berkunjung.. tapi dia ingin menjodohkanku dengan anak temannya.. rasanya sungguh menyebalkan, so.. Oh sorry Levi harusnya aku nggak curhat.. oke aku akan lanjut membaca naskah ini lagi,”

          “Jadi kau akan menemui pria itu?”

          “Hmm.. sepertinya aku tak punya pilihan lain..” jawabku sambil membaca naskah.

          “Apa kau menyukainya?”

          “Tentu saja tidak.. tapi entahlah aku belum menemuinya..”

          “Kalau tidak suka kau bisa menolaknya saja..”

        Sudah dua kali aku membaca paragraf yang sama. “Ini tidak semudah itu.. aku sudah menolaknya, tapi tetap saja..”

          “Pasti ibumu orang yang sangat gigih..”

          Aku terkekeh pelan mendengar kata-katanya dan menatapnya. “Hmm, yeah.. kau benar.. hei.. bisakah kau tidak terus menginterogasiku karena aku harus lanjut membaca ini tuan detektif?”

          “Sorry, silakan lanjutkan pekerjaanmu..”

          Ini benar-benar aneh, kenapa aku malah jadi curhat. Bodohnya.

          “Kenapa kau tidak punya pacar?” gumam Levi lagi.

         Oh maaannn... “I’ts not your bussiness.. Levi!” jawabku sambil tersenyum. Ia menatapku dengan tatapan dinginnya.

          “Mh.. I’m just asking, brat” jawabnya santai lalu kami kembali terdiam. “Aneh sekali kenapa wanita sepertimu memutuskan untuk fokus pada pekerjaan, seharusnya kau sudah bertunangan dan memiliki kekasih,”

       Mendengar kata-katanya barusan hanya membuatku geleng-gelang kepala. “Ini tidak semudah yang kau pikirkan.. sir,”

         “Tentu saja ini mudah, ku rasa banyak pria yang ingin berbaris memintamu jadi kekasih mereka,”

        Aku tertawa tertahan mendengar ocehannya yang tak biasa. “You wrong.. I’m not interested in special relationship,I think it doesn’t fit me..”

“Shit! What is that? How about man? You not interested with man?”

 “Of course I’m interested with them, but now I’m done with it, they are same,”

 Levi mengangguk-anggukkan kepalanya pelan. “Wow.. you said it clearly. I’d never imagine it.. to be honest.. I think you’re a good kisser..  orang yang memilikimu nanti pasti sangat beruntung, lupakan saja masa lalumu dengan pria-pria bodoh itu dan lanjutkan hidupmu,”

 “Hmm.. okay.. thank you,” balasku dengan dahi berkerut. Sejujurnya aku sama sekali tak menyangka kalau dia akan mengatakan hal ini.

 “Okay what?”

 “I.. I just.. you know.. this is awkward, tak kusangka akan mendengar hal ini darimu, can we stop talking about my private life? And.. you can tell me about your self,”

 “Nothing important about me, I’m just a workaholic.. I’m enjoying my perfect life and I never think about serious relationship or.. special relationship? Jadi jangan sampai kau jatuh cinta padaku..” 

 “Oww!! Absolutely not.. tentu saja aku tak pernah berpikir akan menjalin hubungan dengan bosku.. tenang saja kau tak perlu khawatir,” jawabku dengan senyuman lebar.

 Ia kembali menatapku dingin dan terdiam sejenak. “Oh.. good,” gumamnya lalu kembali fokus menyetir.

 “Yeah.. don’t worry... ciuman itu.. aku tak pernah menganggapnya serius,” jawabku lagi dengan senyuman lebar diwajah. 

 Oh god... his statement.. it completely broke my heart.

* * *

          Akhirnya kami berdua sampai ditempat tujuan, hujan masih turun membasahi bumi dengan malasnya. Naskah yang ku baca tadi bergenre romantis dan akan ada adegan perkelahian. Ku harap syutingnya tidak dilakukan di lapangan basah.

          “Hai Shorty!” 

          Suara teriakan itu mencuri perhatian kami. Dan tampak dikejauhan sana seseorang sedang berlari pelan kearah kami berdua.

          “Itu Hanji? Kenapa dia ada disini?”

        “Dialah yang memproduksi film ini.. take this,” Levi menyodorkan jaketnya padaku lalu menyambut Hanji.

          “Thank you for coming shorty.. We need your help, Erwin sakit dan nggak bisa datang kali ini.. kau akan menggantikan tugasnya,”

          “Are you kidding me? You said that you only need me as a mentor,” jawab Levi dengan tatapan mautnya.

          “Oh shorty... I know that you really good with this job.. you’re a pro! Please help us!” paksa Hanji.

          Levi menatapku sejenak sebelum berjalan lagi menuju gedung syuting. “You’re always doing this stuff to me..” gumamnya kesal. Namun Hanji yang berjalan beriringan denganku dibelakang Levi hanya terkikik geli.

          “Hai (y/n)/Lucy how are you?” sapa Hanji sambil merangkulku.

          “I’m fine thank you, what happened with Erwin..?”

        “Kemarin kami mabuk dan saat keluar dari bar Erwin tersandung, kepalanya membentur lantai dan dia pingsan..”

          “Wow it sounds bad.. bagaimana keadaannya sekarang?”

          “Dia baik-baik saja, hanya gegar otak ringan.. beberapa minggu lagi dia sudah bisa kembali bekerja..”

          “Kedengarannya sangat fatal, semoga dia cepat sembuh..”

          “Don’t worry (y/n)/Lucy.. He’s a strong man,”

          “Jadi, kalau boleh tahu.. apa yang akan Levi lakukan nanti sebagai pengganti Erwin?”

          “Dia akan jadi sutradara dan dia juga.. seorang mentor yang sangat profesional,”

          “Mentor apa?”

          “Ohhoho.. kau akan segera tahu.. dia sangat mahir dalam hal ini,”

         Kami memasuki gedung syuting itu dan aku terus mengikuti langkah Hanji dan Levi hingga kami muncul di suatu tempat yang sangat luas.

          Lapangan berumput, pohon-pohon tinggi dan.. kuda.

          Levi berjalan menjauh dan mendekati beberapa staf yang tidak ku kenal begitu pula Hanji. Aku sangat tertarik dengan salah satu kuda berwarna hitam dengan surai yang panjang, surai itu menutupi mata si kuda hitam. Perlahan aku beranjak mendekati kuda yang tampak tenang memakan rumput disekitarnya itu.

         “You look beautiful..” sapaku. Aku tahu binatang tak bisa bicara.. tapi aku sangat menyukai kuda hitam ini. Ia balik menatapku dari balik surainya yang panjang.

          “He’s name Zero..”

         Suara menekan itu mengagetkanku, kini Levi telah berdiri disebelahku menatap dingin si kuda yang telah kembali merumput.

          “Oh, jadi dia adalah pejantan.. bagaimana persiapan syutingnya?”

          “Kami akan mulai tiga puluh menit lagi, apa kau bisa membantu Hanji?”

         “Tentu, beritahu apa yang harus kulakukan.. aku akan mencoba membantu sebisa mungkin,”

          “Okay, follow me..” Levi meraih jaketnya yang tersampir dilenganku lalu beranjak pergi mendekati staf lainnya.

* * *

          Time skip..

“Cut! Cut! Cut! You gotta be kidding me?” teriak Levi dari kursi sutradara. Entah kenapa tiba-tiba saja dia jadi sangat ‘bersemangat’ dengan pekerjaan barunya ini. Sudah beberapa menit ini dia terus mengomel dan memarahi para aktor dan aktris.

         “Apa kau tidak bisa menunggang kuda itu dengan benar, dumbass? Ulangi lagi!” serunya dengan suara keras menekan. “Ready?? Action!!”

          Aku sedang membantu Hanji mengurus beberapa peralatan kostum para aktris dan aktor. Oh ya, sebenarnya aku tak perlu membantu tapi menurut Levi aku harus belajar dan tidak hanya menonton saja. Kupikir aku akan membantunya mengoreksi kalimat si aktris karena ia menyuruhku membaca naskah, tapi kenapa sekarang aku justru harus mengurus properti film? Kurasa dia sedang mempermainkanku.

          “Apa dia selalu seperti itu?” tanyaku pada Hanji.

          “Oh yeah.. He’s always like that.. talking about ‘we need train like a dog not a man’,” seru Hanji sambil meniru gaya bicara Levi.

          Aku menatap kelapangan dan mengerutkan dahi. “But.. she’s a girl..”

        “He doesn’t care about a man or a woman.. semua orang memiliki status yang sama dimatanya, itulah motonya,”

          “Wow!!”

          “Are you scared with him?”

        “Hmm, yeah little bit.. sometimes, he looks scary but.. i think he’s really care about everyone. So, that’s why he acts like that, dia cuma seorang perfeksionis biasa,”

          “Yeah, you right. Hei.. I think you have a crush on him,”

          “Wh-what? No!! No way!! He’s not my type and he’s my boss,”

          “Calm down (y/n)/Lucy.. aku tahu dia menyebalkan tapi dia orang yang sangat baik. Kau tak akan menyangka kalau dia punya banyak penggemar meskipun sikapnya seperti itu..”

          “He has a fangirl?”

          “Yeah..”

         “I don’t know that he’s popular.. he’s a..” kutelan air liurku dengan susah payah. “He’s a Mad man??”

          “Ahahahahahahahahah.. I’m agree with you, he’s a grumpy cat,”

        “Shit! Ambilkan seekor kuda untukku!” Levi kembali berteriak dan kini dia telah berjalan cepat menuju lapangan berkuda. Mendatangi seorang staf dan tak lama kemudian staf itu menarik seekor kuda ke arah Levi.

        Aku dan Hanji beranjak mendekati kursi sutradara, sepertinya Levi akan menunjukkan kebolehannya menunggang kuda. Aku sangat penasaran sebagus apa dia.

          Dengan postur tubuh yang tidak terlalu tinggi Levi menaiki kuda besar itu. Ku pikir dia tak akan cocok. Tapi ternyata aku salah.. 

          Kuda yang ia tunggangi bergerak lincah mengitari lapangan luas itu dan ia mengajak si artis untuk mengikutinya dan ia pun tak segan menunjukkan bagaimana cara yang benar menunggang kuda.

          Terkadang aku menggap bahwa diriku terlalu banyak berimajinasi, karena kali ini pun aku bisa melihat sosok Levi yang sedang berkuda terlihat begitu bersinar. 

He looks.. beautiful.

          “Hei, are you okay shitty brat? Why are you staring at me? Semuanya, kita istirahat sepuluh menit,” Suara Levi kembali mengagetkanku, kini ia telah kembali duduk di kursinya dan memberiku tatapan mautnya sebelum kembali sibuk dengan kamera.

          “I’m not staring at you, I’m okay.. you just need to be focus. So..”

          “Tck.. jangan bilang kalau kau terpesona melihatku menunggang kuda. Sudah kubilang jangan jatuh cinta padaku kan?”

          “What? I’m not.. you.. yeah, mungkin aku memang terpesona..” jawabku terbata-bata sambil tersenyum. “..sedikit,”

          “Tck, mereka benar-benar butuh latihan khusus untuk beberapa minggu kedepan.. aku tak mengerti apa yang sudah mereka kerjakan beberapa waktu yang lalu. Mereka terlihat sangat jelek, aku akan melatih mereka sampai Erwin sembuh nanti,”

          “That’s a good idea. Hei... can you teach me too? Aku juga ingin menunggangi mereka..”

          “Hmm, can you pay me?”

          “Again?”

          “Aku tidak memberi kursus gratis..”

          “Oke, lupakan saja.. aku bisa belajar sendiri..” balasku lalu beranjak meninggalkannya yang kini kembali fokus pada layar kamera.

* * *

          Hujan rintik masih terus membasahi lokasi syuting. Hari telah semakin siang namun cuaca masih tampak mendung. Syuting dihentikan sementara hingga hujan benar-benar berhenti. Semua staf dan kru syuting berkumpul di aula dan mulai menikmati hidangan ditemani berbagai macam botol anggur untuk menghangatkan tubuh.

          Kami mulai menyantai kudapan dengan santai sambil mengobrol, Levi meninggalkanku berdua dengan Hanji yang sedang sibuk bercerita mengenai hobby-nya berburu beruang dan rusa. Tak lama kemudian seorang pria tinggi besar datang menghampiri kami berdua dan menyapa Hanji.
          “(y/n)/Lucy perkenalkan anak buahku.. Bertholdt,”

          “Hai Bertholdt,” gumamku sembari mengulurkan tangan padanya yang disambut dengan ramah oleh Bertholdt. “Wow.. tubuhmu tinggi sekali,”

          “Yeah, tinggiku 190cm dan banyak yang memanggilku raksasa,”

          “Meskipun dia ini raksasa tapi dia sangat pandai membuat properti,” sela Hanji.

          “Wow.. kau terlihat sangat bagus dengan postur tubuhmu ini, sangat ideal,”

          “Thank you, I’m glad to hear you say that,” balas Bertholdt dengan senyuman manisnya.

          “Hei (y/n)/Lucy kau bilang ingin berlatih menunggang kuda kan?” sela Hanji lagi.

          “Hmm, ya.. tapi sepertinya aku harus mengurungkan niat itu,”

          “Kenapa? Bertholdt bisa mengajarimu kalau kau ingin mencoba kuda hitam itu, benarkan Berth?”

          Aku terlonjak dan memperbaiki dudukku menatap Bertholdt dengan pandangan tak percaya. “Are you sure?”

          “Of course I can, but Hanji please stop calling me Berth,”

          “Ayo kita coba sekarang!” ajakku dengan semangat 45.

          “Tapi diluar masih hujan sebaiknya tunggu sampai hujannya berhenti dulu..”

          “Itu hanya hujan biasa, bukan hujan badai.. rintik hujan tidak akan melukai kita Bertholdt,” Bertholdt menatap Hanji sekilas meminta persetujuan. “Ayolaaahh... jangan khawatir, kita akan baik-baik saja..” ajakku. Akhirnya Bertholdt setuju dan kami bertiga berjalan menuju lapangan, tentu saja tanpa sepengetahuan si grumpy cat Levi.

          Bertholdt menarik dua ekor kuda menuju lapangan. Aku dan Hanji menikmati pemandangan itu, rintik hujan sudah semakin menipis dan cuaca semakin dingin. Tapi hal itu tidak menyurutkan semnagatku untuk berlatih menaiki kuda. 

          Peralatan lengkap telah terpasang ditubuh kuda-kuda itu dan Bertholdt menunjukkan padaku bagaimana cara menaiki kuda dan memberi pengetahuan singkat tentang cara yang benar menunggang kuda.

          Ia membantuku menaiki zero si kuda hitam. “Aku akan memegangi tali kekangmu,” serunya.

          “Haahh? Kau tidak akan mengajariku menungganginya seperti Mr. Ackerman?”

          “Whoa.. dia sudah profesional, kau harus membiasakan diri terlebih dulu,”

          “Come on, kau bisa naik keatas kuda satunya dan kita bisa menunggang kuda ini perlahan mengelilingi lapangan luas ini,” pintaku.

          “Tapi..”

          “Please.. I’m begging you..”

          Bertholdt menyerah dan ia pun menaiki kuda satunya, perlahan kami menunggang kuda sementara ia sangat fokus memegangi tali kekangku. Ya, ini sangat menyenangkan. Tapi.. kurang menegangkan. Bertholdt terus mengoceh dan memberiku begitu banyak teori menunggang kuda jujur saja aku sudah merasa pusing mendengar penjelasannya. Kami pun kembali ketempat awal dimana Hanji masih berdiri mengamati kami berdua.

          “Jadi, bagaimana rasanya?” tanya Hanji.
 
          “Bertholdt melarangku menunggangi kuda ini dengan benar,”

          “Kau masih harus banyak belajar, rumput masih basah aku khawatir dia akan tergelincir,”

          Hanji mengelus kuda yang kunaiki sambil tertawa. “Yah, kau benar kalau terjadi sesuatu pada kuda ini kita semua akan dibunuh Erwin.. beruntung Erwin tak ada tapi penggantinya bahkan lebih parah lagi.. benar kan Zero?”

         PAKK!!

          “HIEEEEEHHHHH....” kudaku menjerit dan melesat pergi.

          “Oi! Hanji!! What are you doing?!!!” pekik Bertholdt.

          “Oh maan.. aku tak sengaja melakukannya, Bertholdt cepat naik ke atas kudamu dan kejar Zero!”

          “Kenapa kau memukul pantat Zero!!!” pekik Bertholdt panik berusaha menaiki kudanya.

          “Cepat naik saja ke kudamu sekarang dan kejar dia bodoooohh!”

          “I’m trying!!! Jangan membuatku panik!!”

          Sementara yang lain sedang merasa panik aku justru merasa sebaliknya. Akhirnya aku bisa menunggangi kuda ini dengan benar. Rasanya sungguh menyenangkan! Kuda pun bergerak semakin cepat menembus udara yang semakin dingin. Kini aku bisa merasakan rintik hujan itu menusuk-nusuk kulit wajahku.

          “(y/n)/Lucy!!! Hentikan kuda itu!!” pekik Bertholdt jauh dibelakangku.

          Rasanya seperti sedang melakukan kejar-kejaran antar prajurit romawi jaman kuno. Tapi Bertholdt benar, kuda ini melaju terlalu cepat. Ku tarik tali kekang kuda itu.. kuda itu merespon dengan sangat cepat, bukannya berhenti kecepatannya justru semakin bertambah.

          “Wait???” kutarik lagi tali kekangnya tapi kuda itu semakin melaju.

          “(y/n)/Lucy!!! What are you doing!!! Stoooop!!” pekik Bertholdt panik.

          “I-I can’t!!” balasku. “Aku nggak tahu cara menghentikan kuda ini!!”

          “Tarik tali kekangnya!!”

          “Shit. I’m already doing this stuff!!! But It won’t works!!”

          Aku berhasil membelokkan kuda itu dan kami kembali keposisi awal dimana Hanji berdiri.. ditemani Levi dan kru lainnya. Kuda itu tidak berhenti dan terus melesat maju. Kalau kuda ini sampai tergelincir di atas rumput basah ini.. matilah aku.

          “(y/n)/Lucy tarik tali kekangnya seperti ini!” suara  Levi terdengar disebelahku. Ternyata dia menunggangi kuda yang tadi Bertholdt naiki. “Lihat?! Tarik seperti ini!”

          Dengan kekuatan penuh ku tarik tali kekang itu sesuai dengan instruksi Levi dan Zero pun meringkik di atas dua kakinya. Aku tergelincir dari atas kuda dan tubuhku terjatuh diatas tumpukan rumput basah yang kotor. Pemandangan tampak kabur dan seketika semua jadi gelap.

* * *


“Are you okay?”

          Suara Levi menggema di dalam kepalaku. Perlahan ku buka mataku dan melihat wajah dingin tanpa ekspresinya. Rasanya badanku seperti habis dijadikan kantung pasir untuk latihan tinju.

“Aww.. I’m hurting my arms.. but yes I’m okay.. Thank you,” jawabku sembari berusaha duduk di sofa yang sedang kutiduri.

“Are you an idiot? Are you trying to kill your self?” gumam Levi dingin.

“Sorry I..”

“Sorry your ass!! You little stupid brat!” Ia pun bangkit dan meninggalkanku yang terbengong-bengong karena bingung melihat reaksinya. Hanji masih menemaniku sementara beberapa kru menanyakan keadaanku, aku hanya bisa menjawab kalau aku baik-baik saja. Hingga akhirnya Bertholdt kembali muncul dan mendatangiku, tampaknya baru saja selesai mengurus Zero.

“What happened with him?” tanyaku pada Hanji.

“Dont worry about him..”

“Apa aku pingsan?”

“Yah, kau pingsan selama lima belas menit, Levi sangat khawatir dia menungguimu sampai kau sadar.. apa kau sudah bisa bergerak,”

“Ya, I feel more better than before..”

“I’m so sorry (y/n)/Lucy.. kalau saja aku tidak memukul pantat Zero..”

“Nevermind.. I’m okay..”

“Kalau kau ingin membersihkan diri pakai saja ruang ganti artis, disana ada beberapa pakaian yang bisa kau kenakan,”

“Okay, thank you..” ujarku sembari beranjak menuju ruang ganti.

Levi benar-benar tampak marah, dahinya bahkan lebih berkerut dibanding biasanya. Salahku karena melukai Zero, seharusnya aku tak memaksa Bertholdt menggunakan kuda properti sepenting Zero. Ku harap kuda itu tidak terluka. Wajar saja kalau Levi marah padaku.

Aku pun masuk kedalam ruang ganti yang sepi itu dan seketika melamun menatap ketiadaan sambil bersandar pada punggung pintu. Menghela napas panjang mencoba menenangkan diri.

Cklak..

Pintu lain yang ada diseberangku terbuka dan ku lihat Levi baru saja keluar dari dalam kamar mandi. Ia mengeringkan rambutnya dengan handuk lalu menatapku dengan ekspresi kaget yang datar. Segera kupalingkan wajahku darinya dan berbalik menatap punggung pintu.

“Sorry.. aku.. ku pikir tempat ini kosong..” entah sudah berapa banyak kata ‘sorry’ yang ku lontarkan hari ini. Aku benar-benar merasa bodoh.

“Bagaimana keadaanmu?” tanya Levi. Dari volume suaranya aku merasa bahwa ia sedang berjalan mendekatiku. Oh man... this is.. bad.

“Yeah, aku baik-baik saja.. thank you for helping me, I feel so sorry about this incident.. semoga kudanya baik-baik saja,”

“You need to take care of your self. Setelah ini kita pergi dan mampir kerumah sakit untuk memeriksa keadaanmu. Oi shitty brat.. Why are you staring at the door? Kau tahu tidak kalau sikapmu itu sangat tidak sopan jika berbicara sambil membelakangi bos mu,”

Oh ya.. pintar sekali Levi, disaat seperti ini kau minta dianggap sebagai bos.

“Because you.. you..”

“What?”

“Can you please.. covering your body with something like.. like this?” ujarku sembari menarik sebuah kain dengan warna sangat ngejreng yang ada disebelahku dan menjulurkannya kebelakang, pada Levi.

Levi meraih kain itu dan melemparnya asal ketempat lain. “Aku sudah pakai handuk, weirdo. Apa kau tidak pernah melihat pria bertelanjang dada sebelumnya? Sepertinya kau harus lebih sering pergi kepantai, atau... melihatku?”

Shit. Bukannya begitu.. hanya saja... “Kau bisa kenakan semua bajumu lalu kita bisa bicara dengan posisi yang lebih baik, aku akan menunggu di luar..” gumamku lagi sembari membuka pintu.

“Wait..” Levi mendorong lagi pintu itu hingga tertutup, kini ia berada tepat dibelakangku dengan tangan terjulur menekan pintu. Aku bisa merasakan wangi shampo yang ia pakai menguar disekelilingku. Dia sangat dekat.

“Sorry I..”

“Promise me..” bisiknya lembut didekat kupingku. Membuatku susah payah menelan air liur.

“Wh-What do you mean..? Promise what?”

“Don’t you dare to kill your self.. again! Are you understand?”

“Oh.. okay, aku akan lebih berhati-hati dan tidak akan merusak barang-barang properti lagi,”

“Don’t change the subject.. I’m talking about you.. are you understand?”

“Yes I am,”

Ia membalik badanku dan kami pun saling bertatapan. Aku tak berani menatap matanya jadi aku pun mengalihkan pandanganku ke tubuhnya, tapi tubuhnya yang terbentuk sempurna itu ternyata lebih mengganggu penglihatanku. Shit! Kenapa dia punya sixpack yang seksi???

“You look like shit,” gumamnya pelan sembari menyisir rambutnya kebelakang. “You need to clean your self, little brat!” serunya sembari mengalungkan handuk yang tadi ia pakai untuk mengeringkan rambutnya ke leherku.

* * *


0 comments:

Post a Comment