SECRET
LESSON WITH MY BOSS
Cast : Levi Ackerman x Reader (In my case : Lucy
Alsei)
Genre : Romance, Mature
Song : Drake (Hotline Bling Cover) by Daniela
Andrade
CHAPTER 7
“Hey
what happened? You look like shit” tegur Annie saat kami sedang duduk di kursi
bartender sambil mengamati hiruk pikuk manusia yang berseliweran dalam ruangan
besar itu.
“I’m
fine, don’t mind me..” balasku sambil meminum orange juice ditanganku.
Aku
hanya bisa terkekeh pelan mendengar kata-kata Annie. “Mh, he’s not my
boyfriend.. dan yeah, kami janjian akan bertemu disini.. tapi.. semoga saja dia
tidak datang,”
“Kalau
kau tidak mau bertemu untuk apa meladeni chattingnya?”
“Haahh..
entahlah, aku juga tak tahu.. tadi pagi aku begitu excited chatting dengannya,
tapi sekarang aku jadi tak ingin ketemu,” ku akui aku memang sangat bersemangat
tadi pagi tapi setelah kejadian tadi siang di kantor Levi membuatku jadi..
bingung. Apa aku harus berkencan atau menganggap candaan Levi itu ‘nyata’?
“Tck,
harusnya kau pacaran saja dengan Jean, kurasa dia cukup baik untukmu,” gumam
Annie dia menatapku sejenak lalu memutuskan untuk pergi berdansa. “Sorry,
lupakan saja kata-kataku barusan.. Aku akan berdansa sebentar,” ia pun pergi
meninggalkanku.
Tak lama kemudian seorang pria datang
dan duduk di kursi yang tadi Annie duduki. Ia memesan Scotch pada bartender
lalu berbalik menatap keramaian. “Kenapa kau tidak berdansa?” tegurnya.
Dengan perasaan setengah kaget aku pun
menatap pria itu lalu tersenyum ketika mengetahui bahwa dia adalah orang yang
sangat ku kenal. Jean.
“No, i’m tired.. Jean kau tidak
bergabung dengan Mikasa?”
“Dia terlalu sibuk ngobrol dengan Eren,
tak ada tempat bagiku diantara mereka, tapi kau berbeda aku selalu mendapat
tempat didekatmu,” gumamnya. Mendengarnya membuatku teringat kata-kata ngaco
yang tadi Annie lontarkan.
Aku hanya sanggup membalasnya dengan
tawa yang garing. “Hahahhahaha..”
“Kenapa kau malah tertawa sih? Aku
sedang menderita..”
“Kau terlihat sangat melankolis,
kurasa sebentar lagi kau akan menulis puisi seperti shakespeare,”
“Shit. Jangan samakan aku dengan
laki-laki sok romantis yang suka berbelit-belit itu,”
“Tapi.. situasimu memang sulit Jean,
cinta segitiga dimana kau harus bertepuk sebelah tangan, kau tahu.. aku yakin
kau akan jadi seorang pujangga yang membawa gitar sambil melantunkan lagu-lagu
sedih tahun 60-an”
“Shit. Apa kau sedang melucu? Kata-katamu
tidak membantu masalahku sama sekali, shitty brat,” serunya kesal sambil
mencubit pipiku.
“Hahahahaha.. Tck.. jangan meniru gaya
bicara Levi.. ah bos kita, maksudku bos kita,”
“Apa karena kebencianmu pada Mr. Ackerman
membuatmu memanggil hanya dengan namanya saja?” gumam Jean terkekeh geli.
“Hmm, kurasa begitu.. sebaiknya jangan
membicarakan dia, mh.. tapi tampaknya dia tidak datang kepesta ini ya.. yeah dia
memang tidak suka pesta sih..” gumamku yang kutujukan untuk diriku sendiri.
“Maksudmu bos kita? Bukankah itu dia?”
Jean mengarahkan telunjuknya ke salah satu sudut, dan disana terlihat Levi
sedang mengobrol dengan beberapa senior dan kurasa Hanji benar Levi memang
punya fangirl. Tiga wanita yang duduk didekatnya terlihat sangat cantik dan
tampaknya mereka sedang ngobrol seru.. karena.. Levi tersenyum.
“Whoa.. ternyata bos kita hebat juga,
wanita-wanita cantik itu terlihat sangat menyukainya. Apa mereka tahu kalau sikap
bos kita sangat berbeda ketika sedang bekerja..?”
“Hm.. mungkin saja mereka sudah tahu,
sudah Jean jangan menatap mereka terus..”
“Shit. Dia menoleh kearah kita,” gumam
Jean sambil memalingkan wajahnya dengan panik kearah lain.
Melihat gerak geriknya membuatku
kembali terkekeh geli. “Sudah kubilang kan jangan mengamatinya, dasar bodoh..”
“Oh ya, bagaimana dengan cowok yang
kau ajak chatting itu? Apa dia tak datang kesini untuk menemuimu?”
“Aku tak tahu dia akan datang atau
tidak, tapi sepertinya sih tidak.. aku akan pulang saja kalau sepuluh menit
lagi dia tidak datang menemuiku,”
“Sudah jangan murung begitu, ayo..”
ajak Jean ia menarik tanganku agar aku bangkit dari kursi. Kuletakkan gelasku
diatas bar dan berjalan mengikuti Jean. “Ayo!” ajak Jean ia baru saja akan
mulai menari saat Petra muncul dan menarik lengannya.
“Jean! Apa sih yang kau
pikirkan?” pekik Petra.
“Apanya? Kami sedang menari,” balas
Jean setengah berteriak.
“Apa kau bodoh? Kau tidak boleh menari
bersama (y/n)/Lucy,”
“Memangnya kenapa? Dia saja tidak
keberatan kenapa kau malah marah? Ah aku tahu.. kau suka padaku kan?”
“In your dream!! Dia sedang menunggu
seseorang kau bisa mengacaukan kencannya..”
“Hei.. aku nggak apa, sebentar lagi
aku akan pulang.. aku..”
Seseorang menarik tanganku dan aku pun
menjauh dari Petra dan Jean. Saat berusaha memberontak orang itu melepas
tanganku dan aku pun menatap sosoknya. Pria tinggi itu sedang menatapku dan
tersenyum sangat manis, tanpa kusadari aku pun tersenyum ketika melihatnya.
“Hai,” sapanya dengan suaranya yang
ngebass. Ia bahkan terlihat sangat malu-malu. “Apa kau baik-baik saja? Sorry,
karena tadi aku menarik tanganmu.. aku nggak bisa memikirkan cara lain
bagaimana menjauhkanmu dari pria tadi,”
“Oh, I’m okay.. you are..?”
Ia menyodorkan tangannya padaku untuk
bersalaman. “I’m Farlan,” serunya sambil menarik tanganku saat aku menyambut
tangannya hingga akhirnya ia bisa berbisik ditelingaku, berusaha mengimbangi
suara musik yang keras.
“I”m..”
“(y/n)/Lucy, I know you..” serunya
dengan senyuman super manis. Shit. Ia benar-benar membuatku terkesima. “Ingin
duduk? Kurasa tempat ini terlalu berisik untuk kita” tanyanya.
“Yeah kau benar, okay..” sambutku
senang. Ia terlihat sangat santai dan friendly, sangat berbeda dengan Levi.
Farlan membawaku kembali ke meja bar
dan mempersilakanku duduk disalah satu kursi. Ia memesan campuran gin dan tonik
lalu menatapku sejenak. “Berikan lady ini segelas Bourbon..” gumamnya sambil
tersenyum.
“No! I need some... mm.. hot
chocolate?” gumamku pelan karena bingung dan menatap pelayan bar dengan
ekspresi penuh tanda tanya. Namun ia menggeleng padaku. Tentu saja tak akan ada
hot chocolate dalam pesta penuh orang dewasa seperti ini.
“Kau punya anggur tanpa alkohol?”
tanya Farlan tapi lagi-lagi pelayan itu menggelengkan kepalanya. Farlan
menatapku lagi. “Tampaknya kau harus minum orange jus lagi?”
Aku tersenyum dan mengangguk
mengiyakan. “Okay, I’m fine with orange juice.. I love it,” balasku. “Hei...
bagaimana kau tahu kalau tadi aku minum orange jus?” tanyaku penasaran.
Farlan tersenyum penuh arti. “Hmm..
sebenarnya aku sudah mengamatimu sejak sejam yang lalu..” gumamnya sambil
menggigit bibir.
“No way!! Dan kau tidak menyapaku?”
tanyaku tak percaya.
“Sorry... I just.. too shy, because..
you look so beautiful,” gombalnya.
“Oh shut up!!”
“Seriously!! I’m not lying!” gumamnya
berusaha meyakinkanku. Shit. Farlan terdengar sangat profesional. “Okay sorry..
aku tak bermaksud membuatmu tak nyaman, tapi aku mengatakan yang sejujurnya,”
Aku tersenyum dan bersikap santai. “That’s
okay.. I’m fine.. you look handsome too, more than your profile picture..”
“No way don’t say that! Hahaha.. but..
thank you.. oh man, itu terdengar memalukan untukku,” seru Farlan sambil
tertawa. “So.. how’s your day?” tanyanya. Pelayan menyorongkan gelas pada
Farlan yang berisi campuran tonik dan gin lalu menyodoriku segelas orang juice
dingin. “Bagaimana dengan tugas negara yang kau kerjakan? Tampaknya kau sangat
sibuk, karena setelah itu tiba-tiba saja kau menghilang dari chat room,”
“Benarkah? Tapi aku...” seingatku, aku
tak meninggalkan room chat. “Ah, ya bosku memintaku untuk membantunya
mengerjakan laporan lalu setelah itu aku harus bolak balik pergi kebeberapa
lantai untuk mengantar berkas. Dia benar-benar tahu bagaimana cara memanfaatkan
waktu luangku yang banyak,” gumamku sembari tersenyum.
“Sepertinya bosmu tipe bos killer,”
serunya. Aku mengangguk mengiyakan sambil menyeruput orange jus ku. Pandanganku
kembali teralih ketempat Levi duduk bersama gadis-gadis tadi.. ya.. dia masih
disana berbincang, meminum sesuatu dari gelasnya, tersenyum pada gadis-gadis
itu, lalu melempar tatapan mautnya tepat kepadaku. “..Levi Ackerman..”
“Hah?”
“Namanya Levi Ackerman kan? Pria asal
prancis bertubuh pendek dengan wajah tanpa ekspresi itu,” serunya. “Dia sangat
terkenal dengan kegalakannya,”
“Ya, dia memang galak. Hmmm.. tak
kusangka kau bisa mengetahui sisi baik bosku.. apa semua orang dari divisi satu
mengetahui ini?” ledekku sembari tersenyum.
“Yeah, banyak wanita dari divisi satu
yang terpesona padanya. Entahlah meskipun galak tapi dia mampu menarik
perhatian banyak wanita, contohnya teman-temanku itu,” serunya sambil menunjuk
kearah tiga wanita yang duduk berbincang dengan Levi.
“Oh, benar-benar berita yang cukup
menarik.. karena tak satupun wanita dari divisiku yang menyukainya,”
“Masa? Kupikir kau adalah kandidat pertama
yang akan menarik perhatiannya,” gumam Farlan senyuman manis itu masih
menghiasi wajah tampannya. Dia sungguh menarik.
Sejenak kulemparkan tatapan kearah Levi
lalu menggeleng pelan. “Shut up! Jangan meledekku lagi,” gumamku dan Farlan
hanya menjawabku dengan tawa. “Dia tak mungkin tertarik padaku begitu pula
sebaliknya. Dan dia itu perfeksionis sejati, hobinya mengomel kalau ada
pekerjaan yang hasilnya tidak sesuai dengan keinginannya.. terkadang dia juga
menyebalkan, tapi yeah.. sebenarnya dia tidak sejahat yang kau pikirkan kok..”
“Aku iri padanya..”
“Iri kenapa?”
“Karena kau membelanya, tampaknya kau
sangat mengenal bosmu..”
Ku gelengkan kepalaku sambil menatap
gelas orangeku. “No, ini hanya kebetulan.. aku yakin sekali dia itu sangat
menyebalkan, kurasa kau pun tak akan mau mengenalnya lebih jauh.. dan
sepertinya keberuntunganku terus memudar karena memiliki bos seperti dia. Ah!
Maaf Farlan.. seharusnya kita tidak membahas bosku,”
“Sebenarnya tidak masalah, aku suka saat
kau bercerita, kau lucu..” serunya dengan senyuman manis.
“Thank you.. Hmm, sebaiknya kita bahas hal
lain saja, aku ingin tahu lebih banyak tentangmu,”
“Tak
ada yang spesial, aku bekerja di divisi satu dan sangat suka olahraga.. bla..
bla.. bla.. bla..”
Kami
bertukar cerita selama beberapa puluh menit dan tertawa bergantian saat
masing-masing melontarkan lelucon dan ia masih terkikik geli saat mendengar
leluconku yang garing. Very gentleman. Aku baru saja meletakkan gelas jusku
saat ia mengajakku berdansa.
“Hei,
bagaimana kalau kita berdansa.. apa kau mau? Aku tak ingin kau terus memikirkan
bos mu yang galak itu,” tawarnya sembari menyodorkan telapak tangannya
memintaku untuk ikut bersamanya.
Ia tampak sangat meyakinkan dengan
senyuman manis itu. Kupikir tak ada salahnya berdansa dengan Farlan, karena dia
sudah bersikap sangat baik padaku. Benar-benar melegakan. “Okay..” gumamku
sembari menyambut tangannya.
Kami pun berdansa bersama yang lain
dan menghabiskan waktu selama dua jam berada dalam bar, sudah saatnya aku
pulang dan hujan turun cukup deras di luar gedung. Farlan menawarkan diri untuk
mengantarku dengan mobilnya. Aku pun menyetujuinya karena dia sudah bersikap
sangat bersahabat dan sopan.
Beberapa menit kemudian aku sudah
berada dalam mobil Farlan dan mobil itu bergerak perlahan menembus hujan dan
membawa kami menuju jalan raya.
“Apa kau menikmati pestanya?” tanyanya
saat kami sedang bersantai dalam mobil.
“Tentu saja, tadi itu benar-benar
mengasyikkan.. tak kusangka kau seorang penari yang handal dengan gaya robotic
mu itu,”
Farlan tertawa. “Baiklah.. kuanggap
kau sedang memujiku nona, aku tahu tarianku tadi sangat buruk,”
“Ahhhahaha, no! Aku serius kau memang
penari yang handal.. Roboticman”
“Baiklah aku percaya.. hmm kalau kau
tidak keberatan bagaimana kalau kita bertemu lagi? aku bisa mengajarimu tarian
robotic itu.. aku punya beberapa teknik lainnya kalau kau ingin melihatnya,”
“Hmm.. kedengarannya cukup
menyenangkan.. apa kau juga bisa berdansa waltz?”
Ia terdiam sejenak menatap jalan lalu
menatapku. “Hmmm.. aku akan mempelajarinya jika kau menjadikanku pasanganmu,”
“Okay, baiklah! Maksudmu pasangan
menari kan?”
Farlan menghentikan mobilnya dipinggir
taman kota lalu menatapku dengan ekspresi serius. “Bagaimana kalau lebih dari
pasangan menari?” ulangnya lagi.
“Whoa-whoa, ini pertemuan pertama
kita.. kupikir kau terlalu cepat mengambil keputusan,”
“Tidak.. aku yakin sekali dan ini
bukan kesalahan..”
“Tapi kau belum mengenalku.. kita baru
berbicara hari ini..”
“Tak masalah, kita bisa melakukannya
nanti..” gumamnya pelan. “Entah ada apa denganku malam ini, awalnya aku tak
yakin tapi kurasa aku benar-benar menyukaimu.. kita berdua saling nyambung dan
bisa mengerti satu sama lain, dan aku merasakannya apa kau tidak merasakannya..?”
serunya mencoba meyakinkanku, tangannya bergerak merangkul pundakku. “I like
you..”
Ku jauhkan lengannya dari pundakku.
“Bisakah kau memberiku waktu..?”
“I need your answer.. please,”
gumamnya lagi sembari merangkul pundakku lagi dan ia mendekatkan wajahnya padaku
lalu menyentuh pipiku dan...
“What you think you’re doing!!??” pekikku sembari mendorongnya.
“Why?? I just.. wanna kiss you!!
Sorry!!”
“Please control your self!” gumamku
kesal dan mencoba membuka pintu mobil. Shit! Terkunci! “Open it!”
“Don’t you see that?? Rain outside..
are you serious??” serunya setengah panik karena tahu telah membuatku kesal.
“I don’t care just open the door!!”
“No! Kalau keluar sekarang kau bisa
kehujanan dan sakit, aku akan mengantarmu pulang..”
Ia menyalakan mesin mobilnya tepat
ketika seseorang mengetuk pintu mobil disebelah Farlan. Dengan ekspresi kesal
Farlan membuka kaca mobilnya dan butir hujan itu merembes masuk mengenai
tubuhnya.
“What??” tegur Farlan kesal.
“Ban mobilmu bocor dude,”
“Hah?? Impossible.. tadi baik-baik
saja,” sejenak Farlan menatapku lalu membuka pintunya dan keluar dari mobil.
Sementara itu orang tadi bergerak membuka pintu disebelahku dan berusaha
menarikku keluar dengan cara paksa.
“What are you doing??” pekikku panik.
Apa aku akan diculik?
Pria itu membuka topi jaket yang
menutupi kepalanya.
“Get your ass to my car!” serunya
cepat.
“Levi?? But.. how you fin..”
“Hei dumbass.. what are you trying to
do with her?” Farlan berlari mengitari mobil dan menghampiri Levi. Kini mereka
berhadapan dan perbedaan tinggi badan itu kini terlihat sangat jelas. Tapi Levi
sama sekali tak merasa terintimidasi.
“Move your ass little brat! Sit on my
car, right now!” gumamnya lagi dengan intonasi keras dan tampaknya ia marah?
Dengan cepat aku keluar dari mobil
Farlan dan mencoba berlari menuju mobil Levi yang ada dibelakang mobil Farlan.
Tentu saja Farlan tak akan membiarkanku pergi dengan mudah, ia menarik tanganku
tapi dengan cepat Levi menepisnya. Aku berlari cepat sambil menutupi kepalaku
yang telah basah oleh hujan, masuk kedalam mobil Levi dan mengunci diri
didalamnya, badanku telah basah oleh hujan dan rasanya sangat dingin.
“What’s your problem dude?? She’s my
girl.. are you really wanna know about pain in the ass?”
“Hmm.. shall we go?” tantang Levi.
“Shit!”
Farlan melayangkan tinju ke perut Levi
dan.. meleset, Farlan justru jatuh tersungkur di atas aspal basah. Levi
berhasil mengelak dan sekaligus melayangkan tinju kerasnya di wajah Farlan
hingga pria itu tersungkur dan darah keluar dari hidungnya.
“Dont touch her.. again! Atau kau akan
merasakan ciuman aspal yang lebih menyakitkan lagi,”
“Crazy asshole..” pekik Farlan sembari
memegangi wajahnya. “You broke my nose dumbass..”
“Yeah I know.. you can talk to my ass!
Dude!” balas Levi sambil berjalan pergi meninggalkan Farlan dan ia masuk
kedalam mobil lalu membuka jaket basahnya dan melemparnya kekursi belakang.
Ia menyalakan mesin mobil dan mobil
itu bergerak perlahan menjauh dari TKP. “Are you okay?” tanyanya sambil
menatapku. Aku hanya menjawabnya dengan anggukan. “Senang mendengar kau bicara,”
sindirnya.
“Kebetulan sekali, apa yang kau
lakukan ditempat seperti ini?” tanyaku. Masih merasa kesal padanya karena
sikapnya tadi siang. “Apa kau membuntutiku?”
“Are you still mad at me?”
“No, I’m not..” jawabku bohong,
kenyataannya aku masih merasa kesal padanya.
“Tck.. tell me, kenapa tadi siang kau
pergi dari kantorku begitu saja?”
Tak mungkin kukatakan padanya bahwa
sebenarnya aku merasakan sesuatu tentangnya. “Nothing, I just.. have some
periods dan banyak pekerjaan yang harus kuselesaikan,”
“Liar..” bisiknya tak percaya
mendengarnya membuatku cukup menderita, kenapa dia bisa menebaknya dengan
benar?
“Oh, now you care?”
“Tck.. don’t be so difficult..”
gumamnya lembut sembari melemparkan tatapan padaku sebelum kembali fokus
menatap jalan.
“Sorry.. jadi anda membuntutiku hanya
karena ingin menanyakan pertanyaan tak penting itu?”
“Tck.. I knew it.. you’re still mad at
me..”
“Of course I’m not.. so tell me, how
you found me?”
“I’m spying..”
Memata-mataiku? Hal yang menurutku
mustahil ia lakukan. “For what..”
“Maybe to save you from those little
brat..?”
“Why?”
“I don’t know.. mungkin karena kau
selalu terlibat dengan badboy, jadi aku merasa khawatir..”
“Nonsense.. untuk apa kau peduli,”
balasku tapi dalam hati aku merasa tersentuh dan merasa.. bahagia? Sial kenapa
aku tak bisa bersikap manis seperti tiga wanita cantik tadi.
“Kenapa kau selalu terlibat dengan
pria macam dia, selama mengenalmu sudah dua kali hal ini terjadi, ” gumamnya
pelan sambil terus menyetir ia berbelok dijalan yang menuju apartemenku.
Aku
menatapnya sejenak dengan tangan terlipat didada. “Because I love badboy..”
jawabku pelan. “Kau tak perlu bersikap perduli padaku.. aku hanya akan menjadi
masalah dan membuatmu berada dalam masalah, seharusnya kau tidak memukul Farlan
sampai seperti itu,”
“Jadi
namanya Farlan dan sekarang kau membelanya?” tanyanya dengan intonasi yang sangat
tenang, ia terlihat sangat fokus menatap jalanan. “Apa kau tidak lihat? Aku
mematahkan hidungnya untuk menyelamatkanmu hanya dengan satu pukulan kau
tahu..?”
Aku
terkekeh pelan. “That’s what I say.. you don’t need to do these stuff..”
“Talking
nonsense.. again, you better close your ass and...” dia menyalakan playlist
musiknya. “... listen to this song, just relax.. I’ll drive you home,”
kata-katanya membuatku merasa bersalah harusnya aku berterima kasih bukannya
ngambek.
“Mozart?”
“Ya, mozart sangat bagus untuk
menenangkan diri..” serunya lagi lalu mengecilkan AC mobil dan menjauhkan
arahnya dari tubuhku karena melihatku semakin menggigil kedinginan. Lampu merah
di jalan menyala dan mobilnya pun berhenti. Ia meraih jaket yang tadi
dilemparnya ke kursi belakang dan menyodorkannya padaku. “Tutupi tubuhmu pakai
ini..” gumamnya.
“Ini basah..”
“Pakai saja untuk sementara..”
gumamnya lagi. Ku ambil jaketnya dan menutupi tubuhku yang semakin kedinginan.
Ternyata bagian dalam jaketnya kering dan terasa hangat, aroma mint itu kembali
tercium dihidungku. Rasanya sangat nyaman.
“Thank you Levi..”
“Apa dia melakukan sesuatu yang buruk
padamu..?”
“Sedikit, sebenarnya aku bisa
mengatasinya seandainya saja kau tidak terburu-buru mematahkan hidung Farlan.
Aku yakin dia akan sangat membenciku,”
“Jadi kau tidak akan kencan dengannya
lagi kan?”
“Entahlah.. kalau dia meminta maaf
tentang kejadian sebelumnya mungkin kami akan bertemu lagi, kenapa kau sangat
perduli dengan hubungan kami? Dan.. bukankah tadi kau bersama wanita-wanita
itu?”
“Jadi kau memperhatikan wanita-wanita
itu?”
“Ya, sekilas..”
“Apa kau marah?”
“Tidak, aku baik-baik saja.. mereka
semua cantik dan sangat cocok denganmu..” jawabku cuek. Aku merasa sangat buruk
karena tiba-tiba saja memiliki perasaan cemburu untuk bosku. Aku mencoba
menenangkan diri sambil menatap pemandangan diluar jendela. Kami terdiam untuk
sesaat dan lampu hijau kembali menyala. Levi kembali menjalankan mobilnya
kembali.
“Tck.. aku sedikit berharap kau..”
Aku menunggu ia menyelesaikan
kalimatnya tapi ia justru terdiam dan kembali fokus menatap jalan. “What?”
tanyaku.
“Let’s date..” gumam Levi pada
akhirnya.
Aku menatapnya sejenak dengan tangan
menopang dagu dan kepala menyandar pada jendela kaca mobil. “No way! Stop joking
around..” balasku cuek. Tapi dalam diriku bisa kurasakan kalau jantungku
seketika memompa keras hingga membuatku merasa sesak.
“What do you mean with those ‘shit’?”
balasnya dengan intonasi datar, aku tak tau apa dia sedang merasa kesal atau
apa. Tapi dia selalu memakai kata-kata kotor untuk mengekspresikan maksud
kata-katanya.
“What you think your doing? You’re
always playing with me..”
Ia tampak tak sabar dengan tingkah dan
penolakanku. “Tck, apa aku sekarang terlihat sedang ingin main-main? Apa kau
tidak sadar? Kau terlihat begitu cemburu dan kacau,”
Kutatap wajahnya lekat-lekat sekilas
ia menatapku sejenak. “Aku.. aku tak punya perasaan khusus padamu..”. Ya, sudah
jelas aku tak ingin ia mempermainkanku lebih jauh. Ciuman dulu itu memang hanya
permainan tapi aku tak ingin itu terus berlanjut, aku masih tidak bisa membaca
maksud Levi dan itu membuatku cukup muak.
“Benarkah?” tanyanya lagi berusaha
memastikan, kali ini entah kenapa intonasi suaranya lebih lembut dibanding
sebelumnya.
“Yea-yeah,” gumamku ragu.
Ia terdiam menatap jalan dan terlihat
berpikir. “I don’t care..” bisiknya. “I really need to do this shit, let’s date!”
*
* *
Mobil
Levi memasuki pekarangan apartemen dan hujan masih jatuh dengan deras. Didepan
kami ada sebuah taxi yang menurunkan penumpang.
“No way..”
“What??” tanya Levi dengan dahi
berkerut keheranan.
“That’s my mum.. oh man, she calls
me..” dengan panik ku tatap layar ponselku.
“Just pick her phone.. sebentar lagi
kita sampai,”
“Stop! Stop! Stop!” pekikku. Levi
menghentikan mobilnya.
“So?”
“Aku akan turun disini, terima kasih
sudah mengantarku pulang..” gumamku.
“Bulshit!” Levi mengunci pintu
mobilnya dan kembali menjalankan mobil.
“Kau tak perlu menurunkanku di depan
apartemen! Aku akan jalan dari sini!” pintaku dengan raut wajah cemas.
“Stop act like that..” serunya lembut
berusaha menenangkanku. “I’m a gentleman, I said I drive you, right..? So, dont
panic your not a child anymore, okay..?”
Levi menghentikan mobilnya. “Tunggu
disini.. aku akan mengambil payung..” seru Levi, ia mengambil jaketnya dariku lalu
keluar dari mobil dan menutupi kepalanya dengan jaket. Ia mengitari mobil dan
membuka pintu disebelahku. “Come on move your ass, lazy girl..”
Kulihat ia sedang berbasah-basahan
dibawah jaketnya dan tidak mengambil satupun payung. “Kau bilang akan mengambil
payung? Mana?”
“Akulah payungmu, come on quickly,
feels cold outside here..”
Aku pun keluar dari mobil dan masuk
kebawah jaketnya. He smells good. Apa yang kupikirkan sih? Perlahan ia
memimpinku agar terus berjalan dibawah jaketnya yang sudah semakin basah. Kami
berdua sampai di teras dan Joy keluar dari dalam lobby menyambut kami berdua.
“Joy?” sapaku.
Joy menghampiri kami dengan wajah
gembira dan ia lebih dulu menyapa Levi. “Hai Levi apa kabar?” sapanya ceria. “Kalian
berdua dari mana? Baru pulang ngedate ya? Apa kau akan menginap disini?” bisik Joy
pada Levi sambil cekikikan dan menggandeng lengan Levi.
“Shut up!” bisikku keras pada Joy.
Levi tak berkata apa-apa hanya membiarkan Joy bergelayut dilengannya. “Menjauh
dari bosku!”
“Bosku? So sweet!” godanya.
“Just shut up, okay? Pergilah masuk ke
apartemenku kau tahu passwordnya kan..” dengan malas Joy beranjak masuk kedalam
gedung apartemen dan kami mengikuti langkahnya tepat saat ibuku muncul.
“(y/n)/Lucy!” sapa ibuku yang baru
saja muncul di lobby ia menghampiriku dan memelukku.
“Mum, kenapa tidak mengabariku lebih
dulu? Aku kan bisa menjemputmu..”
“Tak perlu, aku ada sedikit urusan
dengan teman-temanku disekitar sini jadi kami menginap di hotel. Aku mampir hanya
untuk melihat keadaanmu.. siapa pria ini? Apa kau tidak akan mengenalkannya
padaku?”
Aku lupa kalau Levi masih berada
disebelahku mencoba untuk mengeringkankan jaketnya. Ia tersenyum pada ibuku dan
mengulurkan tangannya. “Good evening madam, Levi Ackerman,”
NO WAY!!! LEVI SMILE?????? WHAT IS
THAT???? AM I DREAMING????
“Ackerman, apa hubunganmu dengan
putriku?” tanya ibuku tanpa melepaskan jabatan tangan Levi di tangannya.
“Mum!” tegurku.
“She never told you about me..?” tanya
Levi sambil tersenyum licik menatapku.
“Ah mum.. he’s a..”
“I’m her boyfriend, nice to meet you
madam,” seru Levi tampak meyakinkan.
Ibuku tersenyum tak percaya namun
tampaknya dia menyambut Levi. “Kenapa kau tidak cerita kalau kau sudah punya
kekasih (y/n)/Lucy? Ayo masuk, kita bicara didalam saja.. kau perlu
mengeringkan dirimu.. hmm..”
“You can call me Levi..”
“Levi you can call me ‘mum’ if you
want,”
“Okay.. mum,” gumamnya malu-malu.
Ibuku kembali masuk kedalam lobby
sementara aku menarik bagian belakang baju Levi. “What you think you’re doing!?
You lie to my mum!?”
“I save you, little brat.. coba lihat
jammu sekarang sudah pukul berapa?” Kulihat jamku dan jarumnya sudah menunjuk
pukul 12 malam, yang benar saja.
“Tapi
kau bukan pacarku? Kau kan bos ku?” gumamku tak percaya, tapi ia terlihat
sangat tenang saat menyisir rambut basahnya kebelakang dengan jari-jari
rampingnya.
“Ibumu
tidak akan khawatir kalau kau diantar pulang oleh pacarmu, apa yang akan dia
pikir tentangmu kalau kau bilang aku bosmu dan kita berdua kembali ke
apartemenmu larut malam begini?”
“Something
wrong?” tegur ibuku dari pintu lobby.
Aku
tersenyum lebar menatap ibuku. “Nothing mum, we’re just.. joking around? Right?”
gumamku lalu menatap Levi dengan senyuman lebar. Tapi ia hanya menjawabku
dengan tatapan dinginnya dan berbisik sangat pelan.
“Weirdo,”
bisiknya.
“Ayo
kita ke apartemenmu dan bicara didalam saja, diluar sangat dingin. Levi harus
mengeringkan bajunya,” ajak ibuku.
“Come
on honey,” Levi menyodorkan jaket basahnya ketanganku lalu berjalan mengikuti
ibuku.
“Stop
it!” balasku.
*
* *
“Hatsyiii,”
Levi mencubit-cubit hidungnya, ia baru
saja selesai mandi dan mengganti baju. Lagi-lagi ia memakai baju adik
laki-lakiku yang kini bekerja didistrik lain.
“You catch a cold?” tanyaku sambil
memeriksa dahinya. “Oh sorry..” gumamku sambil menjauhkan tanganku dari
dahinya. Tadi itu benar-benar refleks yang tak sengaja. “Aku akan memasakkan
sesuatu untuk menghangatkan badanmu,”
“Let me help you..” serunya mengambil
pisau dari rak.
“Nggak perlu kau duduk saja dan nonton
televisi,” tolakku dan merebut pisau dari tangannya.
“Aku tidak sedang memohon..” serunya lagi
sambil memakai celemek pink milikku yang tergantung didekat kulkas. Melihatnya
membuatku tertawa.
“Kenapa tertawa? Tidak pernah melihat
pria memakai celemek?”
“You look so cute..” jawabku dan
kembali tertawa tertahan. “Believe me, it’s a new style.. you look very very
fashionable,”
“Okay, aku tahu penampilanku sangat
aneh,” gumamnya lagi.
Kukeluarkan beberapa bahan dari
kulkasku dan Levi memilihnya dengan cermat. Tak lama kemudian ibuku kembali
muncul di dapur.
“(y/n)/Lucy!! Kenapa kau biarkan Levi
memasak? Keterlaluan!” pekik ibuku. “Levi biarkan (y/n)/Lucy saja yang
mengerjakannya,”
“Dia sendiri yang mau.. kenapa justru
aku yang dimarahi?” gumamku.
“It’s okay mum.. I wanna help her,”
serunya, mencoba menenangkan. Aku nggak ngerti kenapa ibuku sekarang bersikap
sangat akrab pada Levi?
Ibuku kembali beranjak menuju ruang
tamu dan Levi kembali memperlihatkan kebolehannya memasak padaku.
“Stop called her ‘mum’,”
“What do you mean? She love’s it,”
“Tck and I’m not really.. Hey.. you
look like a pro,” gumamku saat melihatnya menyeduh teh.
“Are you sure?” tanyanya sambil
menyodorkan secangkir teh hangat yang baru selesai dibuatnya tadi padaku.
“Minumlah,” pintanya.
“Teh ini untukku?” tanyaku tak
percaya.
“Absolutely yes, apa mungkin aku
membuatkannya untukmu?” jawabnya sambil menatap kursi makan yang kosong.
“Are you joking? Feels so weird!”
balasku sambil terkekeh pelan lalu mulai meminum tehku. “Hmmm... aku malu
mengakuinya, tapi teh buatanmu sangat enak..”
“Benarkah?” serunya sambil meminum
cangkir teh bagiannya. “Tapi aku lebih suka teh buatanmu,” gumamnya dengan
wajah serius lalu menatapku lagi.
“Hmmm.. Thank you..”
Tak kusangka masakan yang dibuat Levi
rasanya sangat enak, lebih enak dari makanan yang kubuat. Dengan mudahnya dia
mengambil hati ibuku, hanya menyebutkan daftar pembersih yang bagus untuk
rumah, ia menyebutkan berbagai macam bumbu masakan yang bahkan aku sendiri tak
tahu namanya. Ia bahkan merekomendasikan beberapa barang-barang rumah tangga
dengan kualitas bagus pada ibuku.
What
are they talking about?!!!!!
Aku mencuci piring-piring kotor
sementara keduanya kembali lanjut mengobrol diruang tamu sambil menonton
televisi. Hujan masih turun cukup deras diluar sana. Tadinya aku merasa kesal
dan marah pada Levi tapi seketika saja perasaan itu hilang melihat sikapnya
yang sangat bersahabat dengan ibuku.
Setelah merapikan semua piring aku pun
keruang tamu mendatangi keduanya, namun ibuku sudah tak ada hanya ada Levi
sedang duduk elegan dengan gayanya sambil menonton film seram.
“Kenapa kau sendirian?” tanyaku sambil
bersandar pada pintu dapur menatapnya dengan tangan terlipat di dada.
“Ibumu dan Joy kelelahan, jadi mereka
tidur lebih awal sementara aku menunggumu..”
“What’s your plan?” tanyaku sambil
berjalan kearahnya dan duduk dikursi lain yang jaraknya cukup jauh dari Levi.
“Kau tahu kan, kau tidak perlu melakukannya sampai sejauh ini..” gumamku lagi.
“Kalau kau ingin bermain, kau memilih bermain dengan orang yang salah.. lebih
baik kau mencari orang lain,”
Levi menatapku sejenak dengan ekspresi
dinginnya, membuatku merasa jengah. “I never play with fire..” gumamnya tampak
serius.
Aku menatapnya dan tersenyum paksa.
“Okay.. it’s weird, karena aku merasa sebaliknya,”
“Come here,” pintanya sambil menepuk
sofa yang ada disebelahnya. Sejenak kutatap sofa itu dan Levi kembali bicara.
“Kau tahu? Kau terlalu kaku, banyak berpikir tentang apa yang harus kau lakukan
padahal aku hanya memintamu untuk duduk disini supaya kita bisa bicara santai
sambil menonton televisi,”
Mendengar kata-katanya membuatku
tersenyum dan duduk di sofa yang sama dengannya sambil menonton film seram itu.
Kami berdua terdiam menatap televisi. Suasana ini benar-benar aneh.
“Thank you..”
“For what? Apa yang kau maksud
sarapanmu yang kepagian tadi?”
“Yeah, it feels really good you’re a
good chef and... I wanna say thank you because you save me from Farlan.
Harusnya kukatakan sejak awal..”
“Nevermind..”
gumamnya.
“What
are you doing with my mum? She’s really excited to invite you for dinner,
you’re doing good, Levi. Very good job,”
“So you think this is a bad idea..?”
“About what?”
“Menjadi kekasihmu?”
Aku terkekeh pelan dan menatap
matanya, ia juga sedang menatapku. “Tentu saja ini ide buruk, kita sudah menipu
ibuku.. stupid brat,”
“I need your answer.. okay?” gumam
Levi.
“We’ll see..” gumamku pelan.
Ia bangkit dari kursi dan memberiku
kecupan kilat di dahi. “Besok! Kau harus memberiku jawabanmu, sekarang pergilah
istirahat.. Good night, shitty brat,”
*
* *
0 comments:
Post a Comment