Friday 23 October 2015

Modern AoT : Chapter 7 [SECRET LESSON WITH MY BOSS]

BY Unknown IN No comments




SECRET LESSON WITH MY BOSS

Cast    : Levi Ackerman x Reader (In my case : Lucy Alsei)
Genre  : Romance, Mature
Song   : Drake (Hotline Bling Cover) by Daniela Andrade

CHAPTER 7
  
“Hey what happened? You look like shit” tegur Annie saat kami sedang duduk di kursi bartender sambil mengamati hiruk pikuk manusia yang berseliweran dalam ruangan besar itu.

“I’m fine, don’t mind me..” balasku sambil meminum orange juice ditanganku.

“Jadi, apa kau akan menemui pacar barumu disini?”

Aku hanya bisa terkekeh pelan mendengar kata-kata Annie. “Mh, he’s not my boyfriend.. dan yeah, kami janjian akan bertemu disini.. tapi.. semoga saja dia tidak datang,”

“Kalau kau tidak mau bertemu untuk apa meladeni chattingnya?”

“Haahh.. entahlah, aku juga tak tahu.. tadi pagi aku begitu excited chatting dengannya, tapi sekarang aku jadi tak ingin ketemu,” ku akui aku memang sangat bersemangat tadi pagi tapi setelah kejadian tadi siang di kantor Levi membuatku jadi.. bingung. Apa aku harus berkencan atau menganggap candaan Levi itu ‘nyata’?

“Tck, harusnya kau pacaran saja dengan Jean, kurasa dia cukup baik untukmu,” gumam Annie dia menatapku sejenak lalu memutuskan untuk pergi berdansa. “Sorry, lupakan saja kata-kataku barusan.. Aku akan berdansa sebentar,” ia pun pergi meninggalkanku.
        Tak lama kemudian seorang pria datang dan duduk di kursi yang tadi Annie duduki. Ia memesan Scotch pada bartender lalu berbalik menatap keramaian. “Kenapa kau tidak berdansa?” tegurnya.
        Dengan perasaan setengah kaget aku pun menatap pria itu lalu tersenyum ketika mengetahui bahwa dia adalah orang yang sangat ku kenal. Jean.
           “No, i’m tired.. Jean kau tidak bergabung dengan Mikasa?”
          “Dia terlalu sibuk ngobrol dengan Eren, tak ada tempat bagiku diantara mereka, tapi kau berbeda aku selalu mendapat tempat didekatmu,” gumamnya. Mendengarnya membuatku teringat kata-kata ngaco yang tadi Annie lontarkan.
           Aku hanya sanggup membalasnya dengan tawa yang garing. “Hahahhahaha..”
           “Kenapa kau malah tertawa sih? Aku sedang menderita..”
       “Kau terlihat sangat melankolis, kurasa sebentar lagi kau akan menulis puisi seperti shakespeare,”
          “Shit. Jangan samakan aku dengan laki-laki sok romantis yang suka berbelit-belit itu,”
        “Tapi.. situasimu memang sulit Jean, cinta segitiga dimana kau harus bertepuk sebelah tangan, kau tahu.. aku yakin kau akan jadi seorang pujangga yang membawa gitar sambil melantunkan lagu-lagu sedih tahun 60-an”
         “Shit. Apa kau sedang melucu? Kata-katamu tidak membantu masalahku sama sekali, shitty brat,” serunya kesal sambil mencubit pipiku.
         “Hahahahaha.. Tck.. jangan meniru gaya bicara Levi.. ah bos kita, maksudku bos kita,”
       “Apa karena kebencianmu pada Mr. Ackerman membuatmu memanggil hanya dengan namanya saja?” gumam Jean terkekeh geli.
        “Hmm, kurasa begitu.. sebaiknya jangan membicarakan dia, mh.. tapi tampaknya dia tidak datang kepesta ini ya.. yeah dia memang tidak suka pesta sih..” gumamku yang kutujukan untuk diriku sendiri.
         “Maksudmu bos kita? Bukankah itu dia?” Jean mengarahkan telunjuknya ke salah satu sudut, dan disana terlihat Levi sedang mengobrol dengan beberapa senior dan kurasa Hanji benar Levi memang punya fangirl. Tiga wanita yang duduk didekatnya terlihat sangat cantik dan tampaknya mereka sedang ngobrol seru.. karena.. Levi tersenyum.
        “Whoa.. ternyata bos kita hebat juga, wanita-wanita cantik itu terlihat sangat menyukainya. Apa mereka tahu kalau sikap bos kita sangat berbeda ketika sedang bekerja..?”
          “Hm.. mungkin saja mereka sudah tahu, sudah Jean jangan menatap mereka terus..”
         “Shit. Dia menoleh kearah kita,” gumam Jean sambil memalingkan wajahnya dengan panik kearah lain.
        Melihat gerak geriknya membuatku kembali terkekeh geli. “Sudah kubilang kan jangan mengamatinya, dasar bodoh..”
          “Oh ya, bagaimana dengan cowok yang kau ajak chatting itu? Apa dia tak datang kesini untuk menemuimu?”
          “Aku tak tahu dia akan datang atau tidak, tapi sepertinya sih tidak.. aku akan pulang saja kalau sepuluh menit lagi dia tidak datang menemuiku,”
          “Sudah jangan murung begitu, ayo..” ajak Jean ia menarik tanganku agar aku bangkit dari kursi. Kuletakkan gelasku diatas bar dan berjalan mengikuti Jean. “Ayo!” ajak Jean ia baru saja akan mulai menari saat Petra muncul dan menarik lengannya.
          “Jean! Apa sih yang kau pikirkan?”  pekik Petra.
          “Apanya? Kami sedang menari,” balas Jean setengah berteriak.
          “Apa kau bodoh? Kau tidak boleh menari bersama (y/n)/Lucy,”
          “Memangnya kenapa? Dia saja tidak keberatan kenapa kau malah marah? Ah aku tahu.. kau suka padaku kan?”
          “In your dream!! Dia sedang menunggu seseorang kau bisa mengacaukan kencannya..”
          “Hei.. aku nggak apa, sebentar lagi aku akan pulang.. aku..”
          Seseorang menarik tanganku dan aku pun menjauh dari Petra dan Jean. Saat berusaha memberontak orang itu melepas tanganku dan aku pun menatap sosoknya. Pria tinggi itu sedang menatapku dan tersenyum sangat manis, tanpa kusadari aku pun tersenyum ketika melihatnya.
          “Hai,” sapanya dengan suaranya yang ngebass. Ia bahkan terlihat sangat malu-malu. “Apa kau baik-baik saja? Sorry, karena tadi aku menarik tanganmu.. aku nggak bisa memikirkan cara lain bagaimana menjauhkanmu dari pria tadi,”
          “Oh, I’m okay.. you are..?”
          Ia menyodorkan tangannya padaku untuk bersalaman. “I’m Farlan,” serunya sambil menarik tanganku saat aku menyambut tangannya hingga akhirnya ia bisa berbisik ditelingaku, berusaha mengimbangi suara musik yang keras.
          “I”m..”
          “(y/n)/Lucy, I know you..” serunya dengan senyuman super manis. Shit. Ia benar-benar membuatku terkesima. “Ingin duduk? Kurasa tempat ini terlalu berisik untuk kita” tanyanya.
          “Yeah kau benar, okay..” sambutku senang. Ia terlihat sangat santai dan friendly, sangat berbeda dengan Levi.
          Farlan membawaku kembali ke meja bar dan mempersilakanku duduk disalah satu kursi. Ia memesan campuran gin dan tonik lalu menatapku sejenak. “Berikan lady ini segelas Bourbon..” gumamnya sambil tersenyum.
          “No! I need some... mm.. hot chocolate?” gumamku pelan karena bingung dan menatap pelayan bar dengan ekspresi penuh tanda tanya. Namun ia menggeleng padaku. Tentu saja tak akan ada hot chocolate dalam pesta penuh orang dewasa seperti ini.
          “Kau punya anggur tanpa alkohol?” tanya Farlan tapi lagi-lagi pelayan itu menggelengkan kepalanya. Farlan menatapku lagi. “Tampaknya kau harus minum orange jus lagi?”
          Aku tersenyum dan mengangguk mengiyakan. “Okay, I’m fine with orange juice.. I love it,” balasku. “Hei... bagaimana kau tahu kalau tadi aku minum orange jus?” tanyaku penasaran.
          Farlan tersenyum penuh arti. “Hmm.. sebenarnya aku sudah mengamatimu sejak sejam yang lalu..” gumamnya sambil menggigit bibir.
          “No way!! Dan kau tidak menyapaku?” tanyaku tak percaya.
          “Sorry... I just.. too shy, because.. you look so beautiful,” gombalnya.
          “Oh shut up!!”
          “Seriously!! I’m not lying!” gumamnya berusaha meyakinkanku. Shit. Farlan terdengar sangat profesional. “Okay sorry.. aku tak bermaksud membuatmu tak nyaman, tapi aku mengatakan yang sejujurnya,”
          Aku tersenyum dan bersikap santai. “That’s okay.. I’m fine.. you look handsome too, more than your profile picture..”
          “No way don’t say that! Hahaha.. but.. thank you.. oh man, itu terdengar memalukan untukku,” seru Farlan sambil tertawa. “So.. how’s your day?” tanyanya. Pelayan menyorongkan gelas pada Farlan yang berisi campuran tonik dan gin lalu menyodoriku segelas orang juice dingin. “Bagaimana dengan tugas negara yang kau kerjakan? Tampaknya kau sangat sibuk, karena setelah itu tiba-tiba saja kau menghilang dari chat room,”
          “Benarkah? Tapi aku...” seingatku, aku tak meninggalkan room chat. “Ah, ya bosku memintaku untuk membantunya mengerjakan laporan lalu setelah itu aku harus bolak balik pergi kebeberapa lantai untuk mengantar berkas. Dia benar-benar tahu bagaimana cara memanfaatkan waktu luangku yang banyak,” gumamku sembari tersenyum.
        “Sepertinya bosmu tipe bos killer,” serunya. Aku mengangguk mengiyakan sambil menyeruput orange jus ku. Pandanganku kembali teralih ketempat Levi duduk bersama gadis-gadis tadi.. ya.. dia masih disana berbincang, meminum sesuatu dari gelasnya, tersenyum pada gadis-gadis itu, lalu melempar tatapan mautnya tepat kepadaku. “..Levi Ackerman..”
          “Hah?”
          “Namanya Levi Ackerman kan? Pria asal prancis bertubuh pendek dengan wajah tanpa ekspresi itu,” serunya. “Dia sangat terkenal dengan kegalakannya,”
          “Ya, dia memang galak. Hmmm.. tak kusangka kau bisa mengetahui sisi baik bosku.. apa semua orang dari divisi satu mengetahui ini?” ledekku sembari tersenyum.
          “Yeah, banyak wanita dari divisi satu yang terpesona padanya. Entahlah meskipun galak tapi dia mampu menarik perhatian banyak wanita, contohnya teman-temanku itu,” serunya sambil menunjuk kearah tiga wanita yang duduk berbincang dengan Levi.
“Oh, benar-benar berita yang cukup menarik.. karena tak satupun wanita dari divisiku yang menyukainya,”
“Masa? Kupikir kau adalah kandidat pertama yang akan menarik perhatiannya,” gumam Farlan senyuman manis itu masih menghiasi wajah tampannya. Dia sungguh menarik.
Sejenak kulemparkan tatapan kearah Levi lalu menggeleng pelan. “Shut up! Jangan meledekku lagi,” gumamku dan Farlan hanya menjawabku dengan tawa. “Dia tak mungkin tertarik padaku begitu pula sebaliknya. Dan dia itu perfeksionis sejati, hobinya mengomel kalau ada pekerjaan yang hasilnya tidak sesuai dengan keinginannya.. terkadang dia juga menyebalkan, tapi yeah.. sebenarnya dia tidak sejahat yang kau pikirkan kok..”
          “Aku iri padanya..”
          “Iri kenapa?”
          “Karena kau membelanya, tampaknya kau sangat mengenal bosmu..”
          Ku gelengkan kepalaku sambil menatap gelas orangeku. “No, ini hanya kebetulan.. aku yakin sekali dia itu sangat menyebalkan, kurasa kau pun tak akan mau mengenalnya lebih jauh.. dan sepertinya keberuntunganku terus memudar karena memiliki bos seperti dia. Ah! Maaf Farlan.. seharusnya kita tidak membahas bosku,”
“Sebenarnya tidak masalah, aku suka saat kau bercerita, kau lucu..” serunya dengan senyuman manis.
“Thank you.. Hmm, sebaiknya kita bahas hal lain saja, aku ingin tahu lebih banyak tentangmu,”

“Tak ada yang spesial, aku bekerja di divisi satu dan sangat suka olahraga.. bla.. bla.. bla.. bla..”

Kami bertukar cerita selama beberapa puluh menit dan tertawa bergantian saat masing-masing melontarkan lelucon dan ia masih terkikik geli saat mendengar leluconku yang garing. Very gentleman. Aku baru saja meletakkan gelas jusku saat ia mengajakku berdansa.

“Hei, bagaimana kalau kita berdansa.. apa kau mau? Aku tak ingin kau terus memikirkan bos mu yang galak itu,” tawarnya sembari menyodorkan telapak tangannya memintaku untuk ikut bersamanya.

         Ia tampak sangat meyakinkan dengan senyuman manis itu. Kupikir tak ada salahnya berdansa dengan Farlan, karena dia sudah bersikap sangat baik padaku. Benar-benar melegakan. “Okay..” gumamku sembari menyambut tangannya.

          Kami pun berdansa bersama yang lain dan menghabiskan waktu selama dua jam berada dalam bar, sudah saatnya aku pulang dan hujan turun cukup deras di luar gedung. Farlan menawarkan diri untuk mengantarku dengan mobilnya. Aku pun menyetujuinya karena dia sudah bersikap sangat bersahabat dan sopan.

          Beberapa menit kemudian aku sudah berada dalam mobil Farlan dan mobil itu bergerak perlahan menembus hujan dan membawa kami menuju jalan raya.

          “Apa kau menikmati pestanya?” tanyanya saat kami sedang bersantai dalam mobil.

          “Tentu saja, tadi itu benar-benar mengasyikkan.. tak kusangka kau seorang penari yang handal dengan gaya robotic mu itu,”

          Farlan tertawa. “Baiklah.. kuanggap kau sedang memujiku nona, aku tahu tarianku tadi sangat buruk,”

          “Ahhhahaha, no! Aku serius kau memang penari yang handal.. Roboticman”

          “Baiklah aku percaya.. hmm kalau kau tidak keberatan bagaimana kalau kita bertemu lagi? aku bisa mengajarimu tarian robotic itu.. aku punya beberapa teknik lainnya kalau kau ingin melihatnya,”

          “Hmm.. kedengarannya cukup menyenangkan.. apa kau juga bisa berdansa waltz?”

          Ia terdiam sejenak menatap jalan lalu menatapku. “Hmmm.. aku akan mempelajarinya jika kau menjadikanku pasanganmu,”

          “Okay, baiklah! Maksudmu pasangan menari kan?”

          Farlan menghentikan mobilnya dipinggir taman kota lalu menatapku dengan ekspresi serius. “Bagaimana kalau lebih dari pasangan menari?” ulangnya lagi.

          “Whoa-whoa, ini pertemuan pertama kita.. kupikir kau terlalu cepat mengambil keputusan,”

          “Tidak.. aku yakin sekali dan ini bukan kesalahan..”

          “Tapi kau belum mengenalku.. kita baru berbicara hari ini..”

          “Tak masalah, kita bisa melakukannya nanti..” gumamnya pelan. “Entah ada apa denganku malam ini, awalnya aku tak yakin tapi kurasa aku benar-benar menyukaimu.. kita berdua saling nyambung dan bisa mengerti satu sama lain, dan aku merasakannya apa kau tidak merasakannya..?” serunya mencoba meyakinkanku, tangannya bergerak merangkul pundakku. “I like you..”

          Ku jauhkan lengannya dari pundakku. “Bisakah kau memberiku waktu..?”

          “I need your answer.. please,” gumamnya lagi sembari merangkul pundakku lagi dan ia mendekatkan wajahnya padaku lalu menyentuh pipiku dan... 

          “What you think you’re doing!!??”  pekikku sembari mendorongnya. 

          “Why?? I just.. wanna kiss you!! Sorry!!”

          “Please control your self!” gumamku kesal dan mencoba membuka pintu mobil. Shit! Terkunci! “Open it!”

          “Don’t you see that?? Rain outside.. are you serious??” serunya setengah panik karena tahu telah membuatku kesal.

          “I don’t care just open the door!!”

          “No! Kalau keluar sekarang kau bisa kehujanan dan sakit, aku akan mengantarmu pulang..”

          Ia menyalakan mesin mobilnya tepat ketika seseorang mengetuk pintu mobil disebelah Farlan. Dengan ekspresi kesal Farlan membuka kaca mobilnya dan butir hujan itu merembes masuk mengenai tubuhnya.

          “What??” tegur Farlan kesal.

          “Ban mobilmu bocor dude,” 

          “Hah?? Impossible.. tadi baik-baik saja,” sejenak Farlan menatapku lalu membuka pintunya dan keluar dari mobil. Sementara itu orang tadi bergerak membuka pintu disebelahku dan berusaha menarikku keluar dengan cara paksa.

          “What are you doing??” pekikku panik. Apa aku akan diculik?

          Pria itu membuka topi jaket yang menutupi kepalanya.

          “Get your ass to my car!” serunya cepat.

          “Levi?? But.. how you fin..”

          “Hei dumbass.. what are you trying to do with her?” Farlan berlari mengitari mobil dan menghampiri Levi. Kini mereka berhadapan dan perbedaan tinggi badan itu kini terlihat sangat jelas. Tapi Levi sama sekali tak merasa terintimidasi.

          “Move your ass little brat! Sit on my car, right now!” gumamnya lagi dengan intonasi keras dan tampaknya ia marah?

          Dengan cepat aku keluar dari mobil Farlan dan mencoba berlari menuju mobil Levi yang ada dibelakang mobil Farlan. Tentu saja Farlan tak akan membiarkanku pergi dengan mudah, ia menarik tanganku tapi dengan cepat Levi menepisnya. Aku berlari cepat sambil menutupi kepalaku yang telah basah oleh hujan, masuk kedalam mobil Levi dan mengunci diri didalamnya, badanku telah basah oleh hujan dan rasanya sangat dingin.

          “What’s your problem dude?? She’s my girl.. are you really wanna know about pain in the ass?”

          “Hmm.. shall we go?” tantang Levi.

          “Shit!”

          Farlan melayangkan tinju ke perut Levi dan.. meleset, Farlan justru jatuh tersungkur di atas aspal basah. Levi berhasil mengelak dan sekaligus melayangkan tinju kerasnya di wajah Farlan hingga pria itu tersungkur dan darah keluar dari hidungnya.

          “Dont touch her.. again! Atau kau akan merasakan ciuman aspal yang lebih menyakitkan lagi,”

          “Crazy asshole..” pekik Farlan sembari memegangi wajahnya. “You broke my nose dumbass..”

          “Yeah I know.. you can talk to my ass! Dude!” balas Levi sambil berjalan pergi meninggalkan Farlan dan ia masuk kedalam mobil lalu membuka jaket basahnya dan melemparnya kekursi belakang.

          Ia menyalakan mesin mobil dan mobil itu bergerak perlahan menjauh dari TKP. “Are you okay?” tanyanya sambil menatapku. Aku hanya menjawabnya dengan anggukan. “Senang mendengar kau bicara,” sindirnya.

          “Kebetulan sekali, apa yang kau lakukan ditempat seperti ini?” tanyaku. Masih merasa kesal padanya karena sikapnya tadi siang. “Apa kau membuntutiku?”

          “Are you still mad at me?”

          “No, I’m not..” jawabku bohong, kenyataannya aku masih merasa kesal padanya.

          “Tck.. tell me, kenapa tadi siang kau pergi dari kantorku begitu saja?”

          Tak mungkin kukatakan padanya bahwa sebenarnya aku merasakan sesuatu tentangnya. “Nothing, I just.. have some periods dan banyak pekerjaan yang harus kuselesaikan,”

          “Liar..” bisiknya tak percaya mendengarnya membuatku cukup menderita, kenapa dia bisa menebaknya dengan benar?

          “Oh, now you care?”

          “Tck.. don’t be so difficult..” gumamnya lembut sembari melemparkan tatapan padaku sebelum kembali fokus menatap jalan.

          “Sorry.. jadi anda membuntutiku hanya karena ingin menanyakan pertanyaan tak penting itu?”

          “Tck.. I knew it.. you’re still mad at me..”

          “Of course I’m not.. so tell me, how you found me?”

          “I’m spying..”

          Memata-mataiku? Hal yang menurutku mustahil ia lakukan. “For what..”

          “Maybe to save you from those little brat..?”

          “Why?”

          “I don’t know.. mungkin karena kau selalu terlibat dengan badboy, jadi aku merasa khawatir..”

          “Nonsense.. untuk apa kau peduli,” balasku tapi dalam hati aku merasa tersentuh dan merasa.. bahagia? Sial kenapa aku tak bisa bersikap manis seperti tiga wanita cantik tadi.

          “Kenapa kau selalu terlibat dengan pria macam dia, selama mengenalmu sudah dua kali hal ini terjadi, ” gumamnya pelan sambil terus menyetir ia berbelok dijalan yang menuju apartemenku.

Aku menatapnya sejenak dengan tangan terlipat didada. “Because I love badboy..” jawabku pelan. “Kau tak perlu bersikap perduli padaku.. aku hanya akan menjadi masalah dan membuatmu berada dalam masalah, seharusnya kau tidak memukul Farlan sampai seperti itu,”

“Jadi namanya Farlan dan sekarang kau membelanya?” tanyanya dengan intonasi yang sangat tenang, ia terlihat sangat fokus menatap jalanan. “Apa kau tidak lihat? Aku mematahkan hidungnya untuk menyelamatkanmu hanya dengan satu pukulan kau tahu..?”

Aku terkekeh pelan. “That’s what I say.. you don’t need to do these stuff..”

“Talking nonsense.. again, you better close your ass and...” dia menyalakan playlist musiknya. “... listen to this song, just relax.. I’ll drive you home,” kata-katanya membuatku merasa bersalah harusnya aku berterima kasih bukannya ngambek.

          “Mozart?”

          “Ya, mozart sangat bagus untuk menenangkan diri..” serunya lagi lalu mengecilkan AC mobil dan menjauhkan arahnya dari tubuhku karena melihatku semakin menggigil kedinginan. Lampu merah di jalan menyala dan mobilnya pun berhenti. Ia meraih jaket yang tadi dilemparnya ke kursi belakang dan menyodorkannya padaku. “Tutupi tubuhmu pakai ini..” gumamnya.

          “Ini basah..”

          “Pakai saja untuk sementara..” gumamnya lagi. Ku ambil jaketnya dan menutupi tubuhku yang semakin kedinginan. Ternyata bagian dalam jaketnya kering dan terasa hangat, aroma mint itu kembali tercium dihidungku. Rasanya sangat nyaman.

          “Thank you Levi..”

          “Apa dia melakukan sesuatu yang buruk padamu..?”

          “Sedikit, sebenarnya aku bisa mengatasinya seandainya saja kau tidak terburu-buru mematahkan hidung Farlan. Aku yakin dia akan sangat membenciku,”

          “Jadi kau tidak akan kencan dengannya lagi kan?”

          “Entahlah.. kalau dia meminta maaf tentang kejadian sebelumnya mungkin kami akan bertemu lagi, kenapa kau sangat perduli dengan hubungan kami? Dan.. bukankah tadi kau bersama wanita-wanita itu?”

          “Jadi kau memperhatikan wanita-wanita itu?”

          “Ya, sekilas..”

          “Apa kau marah?”

          “Tidak, aku baik-baik saja.. mereka semua cantik dan sangat cocok denganmu..” jawabku cuek. Aku merasa sangat buruk karena tiba-tiba saja memiliki perasaan cemburu untuk bosku. Aku mencoba menenangkan diri sambil menatap pemandangan diluar jendela. Kami terdiam untuk sesaat dan lampu hijau kembali menyala. Levi kembali menjalankan mobilnya kembali.

          “Tck.. aku sedikit berharap kau..”

          Aku menunggu ia menyelesaikan kalimatnya tapi ia justru terdiam dan kembali fokus menatap jalan. “What?” tanyaku.

          “Let’s date..” gumam Levi pada akhirnya.

          Aku menatapnya sejenak dengan tangan menopang dagu dan kepala menyandar pada jendela kaca mobil. “No way! Stop joking around..” balasku cuek. Tapi dalam diriku bisa kurasakan kalau jantungku seketika memompa keras hingga membuatku merasa sesak.

          “What do you mean with those ‘shit’?” balasnya dengan intonasi datar, aku tak tau apa dia sedang merasa kesal atau apa. Tapi dia selalu memakai kata-kata kotor untuk mengekspresikan maksud kata-katanya.

          “What you think your doing? You’re always playing with me..”

          Ia tampak tak sabar dengan tingkah dan penolakanku. “Tck, apa aku sekarang terlihat sedang ingin main-main? Apa kau tidak sadar? Kau terlihat begitu cemburu dan kacau,”

          Kutatap wajahnya lekat-lekat sekilas ia menatapku sejenak. “Aku.. aku tak punya perasaan khusus padamu..”. Ya, sudah jelas aku tak ingin ia mempermainkanku lebih jauh. Ciuman dulu itu memang hanya permainan tapi aku tak ingin itu terus berlanjut, aku masih tidak bisa membaca maksud Levi dan itu membuatku cukup muak.

          “Benarkah?” tanyanya lagi berusaha memastikan, kali ini entah kenapa intonasi suaranya lebih lembut dibanding sebelumnya.

          “Yea-yeah,” gumamku ragu.

          Ia terdiam menatap jalan dan terlihat berpikir. “I don’t care..” bisiknya. “I really need to do this shit, let’s date!”

* * *

Mobil Levi memasuki pekarangan apartemen dan hujan masih jatuh dengan deras. Didepan kami ada sebuah taxi yang menurunkan penumpang.

          “No way..”

          “What??” tanya Levi dengan dahi berkerut keheranan.

          “That’s my mum.. oh man, she calls me..” dengan panik ku tatap layar ponselku.

          “Just pick her phone.. sebentar lagi kita sampai,”

          “Stop! Stop! Stop!” pekikku. Levi menghentikan mobilnya. 

          “So?”

          “Aku akan turun disini, terima kasih sudah mengantarku pulang..” gumamku.

          “Bulshit!” Levi mengunci pintu mobilnya dan kembali menjalankan mobil.

          “Kau tak perlu menurunkanku di depan apartemen! Aku akan jalan dari sini!” pintaku dengan raut wajah cemas.

          “Stop act like that..” serunya lembut berusaha menenangkanku. “I’m a gentleman, I said I drive you, right..? So, dont panic your not a child anymore, okay..?”

          Levi menghentikan mobilnya. “Tunggu disini.. aku akan mengambil payung..” seru Levi, ia mengambil jaketnya dariku lalu keluar dari mobil dan menutupi kepalanya dengan jaket. Ia mengitari mobil dan membuka pintu disebelahku. “Come on move your ass, lazy girl..”

          Kulihat ia sedang berbasah-basahan dibawah jaketnya dan tidak mengambil satupun payung. “Kau bilang akan mengambil payung? Mana?”

          “Akulah payungmu, come on quickly, feels cold outside here..”

         Aku pun keluar dari mobil dan masuk kebawah jaketnya. He smells good. Apa yang kupikirkan sih? Perlahan ia memimpinku agar terus berjalan dibawah jaketnya yang sudah semakin basah. Kami berdua sampai di teras dan Joy keluar dari dalam lobby menyambut kami berdua.
          “Joy?” sapaku.
          Joy menghampiri kami dengan wajah gembira dan ia lebih dulu menyapa Levi. “Hai Levi apa kabar?” sapanya ceria. “Kalian berdua dari mana? Baru pulang ngedate ya? Apa kau akan menginap disini?” bisik Joy pada Levi sambil cekikikan dan menggandeng lengan Levi.
          “Shut up!” bisikku keras pada Joy. Levi tak berkata apa-apa hanya membiarkan Joy bergelayut dilengannya. “Menjauh dari bosku!”
          “Bosku? So sweet!” godanya.
          “Just shut up, okay? Pergilah masuk ke apartemenku kau tahu passwordnya kan..” dengan malas Joy beranjak masuk kedalam gedung apartemen dan kami mengikuti langkahnya tepat saat ibuku muncul.

          “(y/n)/Lucy!” sapa ibuku yang baru saja muncul di lobby ia menghampiriku dan memelukku.

          “Mum, kenapa tidak mengabariku lebih dulu? Aku kan bisa menjemputmu..”

          “Tak perlu, aku ada sedikit urusan dengan teman-temanku disekitar sini jadi kami menginap di hotel. Aku mampir hanya untuk melihat keadaanmu.. siapa pria ini? Apa kau tidak akan mengenalkannya padaku?”

          Aku lupa kalau Levi masih berada disebelahku mencoba untuk mengeringkankan jaketnya. Ia tersenyum pada ibuku dan mengulurkan tangannya. “Good evening madam, Levi Ackerman,”

          NO WAY!!! LEVI SMILE?????? WHAT IS THAT???? AM I DREAMING????

          “Ackerman, apa hubunganmu dengan putriku?” tanya ibuku tanpa melepaskan jabatan tangan Levi di tangannya.

          “Mum!” tegurku.

          “She never told you about me..?” tanya Levi sambil tersenyum licik menatapku.
          “Ah mum.. he’s a..”

          “I’m her boyfriend, nice to meet you madam,” seru Levi tampak meyakinkan.

          Ibuku tersenyum tak percaya namun tampaknya dia menyambut Levi. “Kenapa kau tidak cerita kalau kau sudah punya kekasih (y/n)/Lucy? Ayo masuk, kita bicara didalam saja.. kau perlu mengeringkan dirimu.. hmm..”

          “You can call me Levi..”

          “Levi you can call me ‘mum’ if you want,”

          “Okay.. mum,” gumamnya malu-malu.

          Ibuku kembali masuk kedalam lobby sementara aku menarik bagian belakang baju Levi. “What you think you’re doing!? You lie to my mum!?”

          “I save you, little brat.. coba lihat jammu sekarang sudah pukul berapa?” Kulihat jamku dan jarumnya sudah menunjuk pukul 12 malam, yang benar saja. 

“Tapi kau bukan pacarku? Kau kan bos ku?” gumamku tak percaya, tapi ia terlihat sangat tenang saat menyisir rambut basahnya kebelakang dengan jari-jari rampingnya.

“Ibumu tidak akan khawatir kalau kau diantar pulang oleh pacarmu, apa yang akan dia pikir tentangmu kalau kau bilang aku bosmu dan kita berdua kembali ke apartemenmu larut malam begini?”

“Something wrong?” tegur ibuku dari pintu lobby.

Aku tersenyum lebar menatap ibuku. “Nothing mum, we’re just.. joking around? Right?” gumamku lalu menatap Levi dengan senyuman lebar. Tapi ia hanya menjawabku dengan tatapan dinginnya dan berbisik sangat pelan.

“Weirdo,” bisiknya.

“Ayo kita ke apartemenmu dan bicara didalam saja, diluar sangat dingin. Levi harus mengeringkan bajunya,” ajak ibuku.

“Come on honey,” Levi menyodorkan jaket basahnya ketanganku lalu berjalan mengikuti ibuku.

“Stop it!” balasku.

* * *

“Hatsyiii,”

          Levi mencubit-cubit hidungnya, ia baru saja selesai mandi dan mengganti baju. Lagi-lagi ia memakai baju adik laki-lakiku yang kini bekerja didistrik lain.

          “You catch a cold?” tanyaku sambil memeriksa dahinya. “Oh sorry..” gumamku sambil menjauhkan tanganku dari dahinya. Tadi itu benar-benar refleks yang tak sengaja. “Aku akan memasakkan sesuatu untuk menghangatkan badanmu,”

          “Let me help you..” serunya mengambil pisau dari rak.

          “Nggak perlu kau duduk saja dan nonton televisi,” tolakku dan merebut pisau dari tangannya.

          “Aku tidak sedang memohon..” serunya lagi sambil memakai celemek pink milikku yang tergantung didekat kulkas. Melihatnya membuatku tertawa.

          “Kenapa tertawa? Tidak pernah melihat pria memakai celemek?”

          “You look so cute..” jawabku dan kembali tertawa tertahan. “Believe me, it’s a new style.. you look very very fashionable,”

          “Okay, aku tahu penampilanku sangat aneh,” gumamnya lagi.

          Kukeluarkan beberapa bahan dari kulkasku dan Levi memilihnya dengan cermat. Tak lama kemudian ibuku kembali muncul di dapur.

          “(y/n)/Lucy!! Kenapa kau biarkan Levi memasak? Keterlaluan!” pekik ibuku. “Levi biarkan (y/n)/Lucy saja yang mengerjakannya,”

          “Dia sendiri yang mau.. kenapa justru aku yang dimarahi?” gumamku.

          “It’s okay mum.. I wanna help her,” serunya, mencoba menenangkan. Aku nggak ngerti kenapa ibuku sekarang bersikap sangat akrab pada Levi?

          Ibuku kembali beranjak menuju ruang tamu dan Levi kembali memperlihatkan kebolehannya memasak padaku.

          “Stop called her ‘mum’,”

          “What do you mean? She love’s it,”

          “Tck and I’m not really.. Hey.. you look like a pro,” gumamku saat melihatnya menyeduh teh.
          “Are you sure?” tanyanya sambil menyodorkan secangkir teh hangat yang baru selesai dibuatnya tadi padaku. “Minumlah,” pintanya.

          “Teh ini untukku?” tanyaku tak percaya.

          “Absolutely yes, apa mungkin aku membuatkannya untukmu?” jawabnya sambil menatap kursi makan yang kosong.

          “Are you joking? Feels so weird!” balasku sambil terkekeh pelan lalu mulai meminum tehku. “Hmmm... aku malu mengakuinya, tapi teh buatanmu sangat enak..”

          “Benarkah?” serunya sambil meminum cangkir teh bagiannya. “Tapi aku lebih suka teh buatanmu,” gumamnya dengan wajah serius lalu menatapku lagi.

          “Hmmm.. Thank you..”

          Tak kusangka masakan yang dibuat Levi rasanya sangat enak, lebih enak dari makanan yang kubuat. Dengan mudahnya dia mengambil hati ibuku, hanya menyebutkan daftar pembersih yang bagus untuk rumah, ia menyebutkan berbagai macam bumbu masakan yang bahkan aku sendiri tak tahu namanya. Ia bahkan merekomendasikan beberapa barang-barang rumah tangga dengan kualitas bagus pada ibuku. 

What are they talking about?!!!!!

          Aku mencuci piring-piring kotor sementara keduanya kembali lanjut mengobrol diruang tamu sambil menonton televisi. Hujan masih turun cukup deras diluar sana. Tadinya aku merasa kesal dan marah pada Levi tapi seketika saja perasaan itu hilang melihat sikapnya yang sangat bersahabat dengan ibuku.

          Setelah merapikan semua piring aku pun keruang tamu mendatangi keduanya, namun ibuku sudah tak ada hanya ada Levi sedang duduk elegan dengan gayanya sambil menonton film seram.

          “Kenapa kau sendirian?” tanyaku sambil bersandar pada pintu dapur menatapnya dengan tangan terlipat di dada.

          “Ibumu dan Joy kelelahan, jadi mereka tidur lebih awal sementara aku menunggumu..”

          “What’s your plan?” tanyaku sambil berjalan kearahnya dan duduk dikursi lain yang jaraknya cukup jauh dari Levi. “Kau tahu kan, kau tidak perlu melakukannya sampai sejauh ini..” gumamku lagi. “Kalau kau ingin bermain, kau memilih bermain dengan orang yang salah.. lebih baik kau mencari orang lain,”

          Levi menatapku sejenak dengan ekspresi dinginnya, membuatku merasa jengah. “I never play with fire..” gumamnya tampak serius.

          Aku menatapnya dan tersenyum paksa. “Okay.. it’s weird, karena aku merasa sebaliknya,”

          “Come here,” pintanya sambil menepuk sofa yang ada disebelahnya. Sejenak kutatap sofa itu dan Levi kembali bicara. “Kau tahu? Kau terlalu kaku, banyak berpikir tentang apa yang harus kau lakukan padahal aku hanya memintamu untuk duduk disini supaya kita bisa bicara santai sambil menonton televisi,”

          Mendengar kata-katanya membuatku tersenyum dan duduk di sofa yang sama dengannya sambil menonton film seram itu. Kami berdua terdiam menatap televisi. Suasana ini benar-benar aneh.

          “Thank you..”

          “For what? Apa yang kau maksud sarapanmu yang kepagian tadi?”

          “Yeah, it feels really good you’re a good chef and... I wanna say thank you because you save me from Farlan. Harusnya kukatakan sejak awal..”

“Nevermind..” gumamnya.

“What are you doing with my mum? She’s really excited to invite you for dinner, you’re doing good, Levi. Very good job,”

          “So you think this is a bad idea..?”

          “About what?”

          “Menjadi kekasihmu?”

          Aku terkekeh pelan dan menatap matanya, ia juga sedang menatapku. “Tentu saja ini ide buruk, kita sudah menipu ibuku.. stupid brat,”

          “I need your answer.. okay?” gumam Levi.

          “We’ll see..” gumamku pelan.

          Ia bangkit dari kursi dan memberiku kecupan kilat di dahi. “Besok! Kau harus memberiku jawabanmu, sekarang pergilah istirahat.. Good night, shitty brat,”

* * *

0 comments:

Post a Comment