SECRET LESSON WITH MY BOSS
Cast : Levi Ackerman x Reader (In my case : Lucy
Alsei)
Genre : Romance, Mature
Song : One Directions (Drag me down cover) by Tyler Ward & Chris CollinsOne Direction - Drag Me Down by Tyler Ward
& Chris Collins Acoustic Cover
CHAPTER 4
So
here i am.. tempat yang sangat kusukai namun hari ini menjadi tempat yang
sangat tidak ingin kudatangi.
“Hhhh...”
aku hanya bisa mendesah dengan tatapan kosong saat menatap pintu besi itu.
“Hei Horse dung.. what are you doing?”
Suara itu.. Jean. Ia berdiri tepat di
sebelahku, menatapku yang masih terbengong-bengong dengan pandangan bingung.
“Ha?” kepalaku penuh dengan berbagai
macam pikiran, membuatku tak bisa mencerna pertanyaan Jean barusan.
“Kau tinggal memencet tombol ini kan?”
Jean memencet tombol lift dan pintu besi itu pun terbuka ia pun segera masuk ke
dalamnya lalu menatapku lagi sambil mendelikkan mata. “Horse dung.. apa kau
akan jadi penjaga pintu lift dan berdiri disitu seharian? Come in!” serunya
sembari menarik tanganku agar segera masuk kedalam lift lalu dengan segera
memencet tombol 15, pintu besi pun kembali menutup. Kami berdua terdiam
menunggu lift sampai di lantai 15 tempat kami bekerja.
“(y/n)/Lucy.. are you okay?” tanya
Jean setelah beberapa detik kami terdiam.
Aku menatapnya dan tersenyum paksa.
“Yeah, I feel good.. oh ya Jean.. can you stop called me ‘horse dung’?” jawabku
sambil mendelik padanya.
“No I can’t.. but you can talk to my
hand horse dung...” jawab Jean sambil tersenyum jahil ia meletakkan tangan
kanannya di wajahku yang langsung kutepis cepat. “Kenapa dengan wajahmu itu,
hah? Sepertinya ada seseorang yang melempar kotoran kuda dan... bukk!! Tepat
mengenai wajahmu,” serunya lagi sambil memperagakan gerakan melempar kotoran
kearah wajahku.
“You can talk to my hand jerk and
please stop doing that thing,” jawabku cuek sambil mengangkat tangan kananku
namun tidak menempelkannya di wajah si horse face.
Jean terkekeh pelan sambil melirikku.
Entah kenapa aku merasa kesal melihatnya.. yah, aku tahu sih dia hanya
bercanda. “I knew it...” serunya tertahan menatapku dengan senyuman jahil
sambil menggigit pelan bibir bawahnya. Aku hanya bisa menghela napas malas dan
tak ingin menanggapinya. Shit! Kenapa lift ini lama sekali sih?
Jean
mendekatkan bibirnya ke telingaku dan berbisik pelan. “Apa kau masih terbayang
ciuman lidah malam itu?”
Hah?!
Jangan-jangan... dia melihatnya?? Aku dan Levi...?? Apa dia sedang membahas
game kemarin?
“Tampaknya
ciuman itu sangat spesial..” sambung
Jean lagi.
Ku
telan ludahku dengan susah payah, dari semua orang yang ada di muka bumi ini
kenapa justru Jean?? Jean si mulut besar!! Ku harap yang dia maksud bukan si
shorty Levi.
“Itu cuma ciuman Jean.. apa kau tidak
pernah melakukannya?”
Ting! Jegrek!!
Pintu lift menjeblak terbuka dan dengan
seketika semua mata menyambut kami. Aku bahkan bisa melihat ‘orang itu’ sedang
menatap kami, sialnya.. Jean berdiri sangat dekat denganku.
Jean keluar dari dalam lift sambil
terkekeh. Rasanya aku ingin bolos kerja saja. “Come on!” serunya sambil menarik
lenganku agar segera keluar dari lift. Kami berdua berjalan beriringan menuju
kearah meja masing-masing. Aku bisa melihat bos kami.. Levi, sedang berbicara
dengan Petra. Saat ku lihat wajah Petra yang tampak bahagia entah kenapa aku
merasa bete, tak lama kemudian Levi masuk lagi ke dalam ruangannya.
“Hai (y/n)/Lucy!” sapa Petra dengan
senyuman lebar. Aku pun membalasnya dengan senyuman lebar, lalu kami berdua
mulai berbincang sebentar sebelum memulai rutinitas kerja yang padat.
“Bagaimana weekendmu?” tanya Petra.
Aku teringat pada Levi yang menginap
di apartemenku kemarin. “Umm.. biasa saja, sama seperti biasa.. mencuci,
menyetrika, bersih-bersih... tak ada yang spesial,” jawabku kaku.
“Apa kau baik-baik saja?” tanya Petra
dengan tampang khawatir.
“Apa maksudmu? Tentu saja.. memangnya
aku kenapa?”
“Ah.. nggak, syukurlah kalau memang
tak apa-apa.. semua orang masih membicarakan game minggu kemarin, sebaiknya kau
jangan dekat-dekat Mikasa dulu, saat ini dia masih sensitif,”
“Yeah.. aku sudah bisa mengiranya..
tapi, terima kasih sudah mengingatkan. Baru saja aku akan menghampiri dia..
menanyakan masalah pekerjaan,”
Pintu lift kembali menjeblak terbuka
dan aku pun kembali ke mejaku. Terdengar suara riuh Jean yang menyebalkan
memenuhi ruangan. Semoga saja Levi meneriakinya.
“Hai (y/n)/Lucy,” sapa sebuah suara
yang ku kenal. Ternyata Eren, aku tersenyum manis dan membalas sapaannya. Aneh
sekali kenapa pagi-pagi begini dia sudah menyapaku, padahal sebelumnya dia
tidak pernah melakukannya. Tak lama kemudian Armin muncul dan mendatangi mejaku
untuk menyapa.
“Ini untukmu..” seru Armin sambil
meletakkan sebuah gelas di atas mejaku. Saat menghirup aromanya aku kembali
tersenyum senang.
“Latte?” tanyaku senang, Armin hanya
mengangguk dengan wajah tersipu lalu beranjak pergi. “Thanks Armin! Kau tahu
saja kesukaanku,”
Armin berbalik memandangku dan
berjalan mundur sambil membalas kata-kataku. “It’s okay, I’m glad you like it
(y/n)/Lucy!” dan ia pun dengan sukses jatuh tersandung tempat sampah yang ada
di dekat meja Mikasa. “I’m okay!” pekiknya sambil berusaha berdiri saat
melihatku berdiri dari kursiku.
Mendapat segelas Latte panas di pagi
hari yang tak kusukai sedikit membuatku merasa tenang. Setidaknya Armin dan Latte
adalah dua hal baik untukku pagi ini.
“So.. aku ingin tahu bagaimana
rasanya?” Reiner muncul dan memberiku beberapa berkas yang ia pegang.
Aku menatapnya bingung dan mengambil
berkas yang ia tujukan padaku. “What do you mean? You wanna try this?” ku
sodorkan gelas Latte-ku kepada Reiner agar dia bisa mencobanya. “Armin bought me a Latte and it taste pretty good..” sambungku lagi sambil
memeriksa berkas.
“I’m not talking about your addicted coffee..”
“So..?”
“Armin dan Eren benar-benar
beruntung..”
Aku menatapnya dengan tatapan tak
percaya dan tersenyum kecil. “ Oh.. jadi kau ingin membahas soal ciuman
kemarin? Sebaiknya lupakan saja Reiner.. aku banyak pekerjaan jadi kau bisa
kembali bersantai di kursimu sekarang,” balasku.
“Too cold..”
“I don’t want
to deal with it again..
so, you better forget about the games.. okay? I’m done,”
“They said that you have a..” tapi
Reiner tidak melanjutkan kata-katanya ia terdiam menatapku.
“What? What are they talking about?”
“Tck.. just forget it.. aku tahu kau
tidak tertarik,” balasnya lalu beranjak dari mejaku. Reiner memang menyebalkan.
Ia sukses membuatku merasa penasaran. Tapi aku tak akan terkecoh dengan
kata-katanya barusan.
Pintu di belakangku terbuka dan Levi
keluar dengan beberapa berkas baru di tangannya. Ia berjalan pelan kearahku
namun matanya masih sibuk membaca berkas.
“Sortir berkas ini dan buat
laporannya, kirim filenya ke e-mailku..” serunya sembari meletakkan tumpukan
berkas itu di mejaku lalu beranjak masuk kedalam ruangannya lagi. Ia bahkan tak
sedikitpun menatapku.
Sebenarnya aku sangat ingin tahu
bagaimana reaksinya setelah kejadian kemarin, tapi tampaknya dia sudah
melupakannya karena sikapnya tampak sangat santai dan biasa saja.
“(y/n)/Lucy do you have a time?” sapa
Eren yang kini telah berdiri di dekat mejaku.
“Time for what? I have too many
bulshit on my desk and they are waiting to be solved, you better make it fast..”
“I just wanna ask you something..”
“Okay..”
“Apa malam ini kau bebas?”
“Ya, aku ada waktu bebas sekitar dua
jam sebelum kembali kerumah. Ada apa?”
Eren menyodorkan dua tiket nonton
bioskop padaku. “Apa ini?”
“Ini tiket bioskop, apa kau tidak
tahu?” jawab Eren. Aku merasa bodoh karena kurang jelas mengungkapkan maksudku
yang sebenarnya.
“Aku tahu ini tiket bioskop, tapi
kenapa kau memberiku ini? Tiketnya Cuma ada dua saja?”
“Ya, aku hanya punya dua tiket saja.
Ayo kita pergi nonton, filmnya sangat bagus..”
“Umm.. kupikir bukan ide bagus kalau
kau mengajakku.. harusnya kau mengajak Mikasa. Maaf tapi aku tak bisa pergi
bersamamu, kau ajak saja Jean kalau Mikasa juga tidak bisa pergi,” tolakku lalu
mulai melanjutkan kegiatanku lagi. Levi memberiku begitu banyak pekerjaan hari
ini, bahkan yang tadi di serahkan Reiner belum sempat kuselesaikan dan kini
Eren datang menggangguku.
“No way! Kau tahu kalau itu mustahil kan?
Ayolaahh.. aku sengaja memilih film dengan genre yang kau sukai.. action
detective,” paksa Eren.
Aku hanya bisa menghela napas menjawab
ajakan Eren.
“(y/n)/Lucy kau tahu kafe kopi yang
baru buka di ujung jalan? Mereka menyajikan jenis kopi yang baru..”
Armin tiba-tiba muncul dan menyodorkan
sebuah brosur padaku. “Brosur apa ini?”
“Kau sangat suka menulis blog kan?
Tempat itu sangat bagus dan ada perpustakaan cukup lengkap didalamnya,
orang-orang bisa berselancar internet dan membaca buku sambil bersantai dan
minum varian kopi baru..” Ku baca brosur itu sementara Armin menjelaskan. “Kalau
mau kita bisa pergi setelah pulang kantor nanti..”
“Whoa, whoa, whoa... what do you
mean?” potong Eren. “Kau mau mengajaknya pergi? Kau tidak lihat aku yang lebih
dulu mengajaknya?”
“Aku hanya menawarkannya tempat baru
ini, kalau dia suka kami akan pergi.. apa kau keberatan?” tanya Armin dengan
wajah serius.
“Tentu saja! Aku yang lebih dulu
berada disini dan mengajaknya..”
Oh man.. sepertinya aku paham situasi
saat ini.. aku bisa melihat Mikasa sedang mendelik menatap kami bertiga dari
mejanya yang jauh diseberang sana.
“Guys... maaf tapi aku tak bisa
menerima ajakan kalian.. aku baru ingat ada hal lain yang harus ku lakukan
malam ini,”
“Bulshit.. kau cuma mau menghindar dan
bilang akan melaundry pakaianmu lagi sama seperti biasanya..” balas Eren.
“Ya benar.. kau tidak boleh terus menghindar..”
“Aku tidak menghindari apapun, aku...
harus bertemu seseorang malam ini.. makanya aku tak bisa menerima ajakan
kalian,” Eren dan Armin terdiam menatapku ada raut kecewa tersirat di wajah
mereka.
“Kau bohong.. kau bahkan tidak punya
pacar..” cecar Eren.
“Kau tidak perlu berbohong kalau
memang ingin menolak kami..”
“Hei, kenapa jadi serius? Kita bisa
pergi lain kali bersama yang lain kan?”
Pintu di belakangku kembali terbuka
dan Levi keluar dari ruangannya berjalan santai lalu menegur kami bertiga. “Apa
kalian sedang bersantai, little shitty brat?” tanyanya.
“No sir, ada beberapa berkas yang sedang
kami tanyakan pada (y/n)/Lucy..” jawab Eren kaku.
“Lalu.. apa kalian sudah mendapat
jawabannya?”
“S-sudah sir!”
Eren dan Armin kembali kemeja mereka
masing-masing dengan perasaan kecewa. Aku pun bisa dengan lega kembali
melanjutkan pekerjaanku.
“Oi brat, aku akan keluar untuk suatu
urusan.. ini berkas baru aku ingin kau menyelesaikannya hari ini juga,” Levi
menaruh beberapa berkas baru lagi di atas mejaku. “Sepertinya aku akan lama,
tapi jangan lupa menyortir berkas-berkas ini. Lakukan serapi mungkin dan cek
ulang, aku tidak ingin menerima hasil yang setengah-setengah..”
“Baik, sir..”
Sepeninggal Levi, aku segera berjalan
menuju dapur menghindari Eren dan Armin tapi tak kusangka kalau Jean akan
mengikutiku.
“Mereka berdua sangat gigih ya,” tegur
Jean saat aku sedang menyeduh teh untuk diriku sendiri.
“Yeah.. dan ini semua salahmu..”
protesku.
Jean terkekeh pelan lalu mengambil
gelas dan membuat kopi. “Sepertinya mereka berdua benar-benar terpikat dengan
pesonamu..”
“Oh, shut up Jean.. aku tak ingin
membahas game konyolmu itu lagi,”
“Apa kau sudah dengar komentar mereka
tentang ciuman kemarin?”
“Aku tidak ingin tahu,”
“Eren bilang ciumanmu seperti racun..”
“Oh man.. dia pikir aku siapa? Poison
ivy? Dia terlalu banyak nonton Batman.. untung saja dia tidak keracunan ciuman”
jawabku setengah bercanda.
“Apa kau tidak lihat aksinya tadi saat
mendekatimu? Tentu saja dia sedang keracunan..”
Aku terkekeh pelan. “Tampaknya kau
mendapat tontonan yang menarik Jean..”
“Armin bilang bibirmu sangat lembut
dan rasanya semanis gula..”
“Armin sangat cute.. aku merasa seperti sepotong Pancake..”
Jean tertawa tertahan. “Sebenarnya..
banyak yang ingin mendapat kesempatan itu.. tapi sayangnya dua anak itu yang
lebih beruntung.. oh ya aku ingin bertanya satu hal tentang permainan minggu
kemarin..”
“Kenapa kalian suka sekali membahas
game konyolmu itu sih?”
“Ah, aku cuma ingin tahu.. saat kau
melakukan Game french kiss kemarin apa kau melakukannya dengan sungguh-sunguh?”
“Hmm, aku memang mencium mereka tapi
tidak se-spesifik yang seharusnya sih, hehehehehe”
“Shit! Mereka membohongiku! Mereka
berdua bilang kau mencium menggunakan lidah, aku tahu kau tak akan melakukannya,”
geram Jean. “Sebaiknya kau segera meminum tehmu dan segera lanjutkan pekerjaan..
aku akan membuat perhitungan dengan mereka berdua,”
Jean berjalan meninggalkanku dan aku
pun kembali teringat tumpukan berkas yang ada di meja. Oh man.. sepertinya hari
ini aku akan lembur sampai malam.
*
* *
Akhirnya Eren dan Armin menyerah
mengajakku keluar. Tak kusangka sebuah permainan dapat merubah seseorang yang
tadinya selalu bersikap biasa sekarang justru bersikap tidak biasa. Berkas yang
banyak ini berhasil membantuku menolak ajakan mereka, tapi tetap saja aku harus
kerja lembur malam ini. Semuanya sudah pergi saat pintu lift terbuka dan Levi
muncul kembali dengan tampang mengkhawatirkan, tampaknya ia sangat bete.
“Tampaknya kau sedang lembur, brat..”
sapanya saat melihatku masih berada di mejaku.
“Ehm ya, tapi sebentar lagi
pekerjaanku selesai sir..”
Tak kusangka melihat wajah tanpa
ekspresinya yang dingin membuatku merasa sedikit tenang.
“Cepat selesaikan pekerjaanmu agar kau
bisa segera pulang atau.. kau bisa menundanya besok saja,” serunya lagi lalu
beranjak menuju ruangannya.
“It’s okay.. sebentar lagi selesai
kok..”
Levi menatapku. “Pulanglah dan
tinggalkan pekerjaan itu..” serunya lagi lalu membuka kenop pintu ruangannya.
“Ah, apa kau baik-baik saja.. Levi?”
Tak kusangka aku akan menyebut
namanya.. tapi.. kurasa tak apa-apa karena dia memang selalu menyuruhku begitu
saat kami sedang berdua.
Ia berhenti dan berbalik menatapku
sejenak. “I got a lot of shit today and yes I’m fine..”
“You want some tea?”
“I’ll be waiting in my room.. jangan
terlalu lama,”
God, kenapa aku malah jadi berdebar
mendengar kata-katanya. Tapi yang terpenting tampaknya ia sedang merasa tidak
baik, teh kesukaannya pasti bisa membangkitkan jiwanya yang sedang merasa
kehausan. Sepertinya urusan yang sedang ia kerjakan berjalan tidak begitu baik.
Ku ketuk pelan pintu ruangannya dengan
tangan memegang nampan berisi cangkir teh hangat.
“Come in,” suara dingin itu
menyambutku dan aku pun masuk kedalam ruangannya.
“Silakan diminum,”
Ku letakkan cangkir teh itu
dihadapannya namun ia hanya menatap cangkir itu dalam diam. Aku ingin tahu apa
yang terjadi dengannya, setidaknya dia bisa menceritakan masalahnya padaku
meskipun aku tahu tak ada gunanya karena belum tentu aku bisa memberinya sebuah
ide yang bagus.
“Aku akan membiarkanmu istirahat,”
gumamku dan beranjak menuju pintu.
“Sit down,”
“Hm?”
Aku tersenyum mendengar kata-katanya
barusan. “Levi.. aku nggak ngerti arti kata-katamu, tapi.. bukankah itu bahasa
Prancis?” tanyaku sambil mengikuti permintaan awalnya yang menyuruhku untuk
duduk.
Aku kembali tersenyum bingung
mendengar kata-kata keduanya. Aku tahu itu bahasa Prancis dan dia sangat mahir
karena lahir dan besar di sana. Tapi tetap saja aku tak mengerti.
“Kita bisa mencoba berbincang dengan
bahasa yang lebih ku pahami, aku tahu kau sangat mahir bahasa Prancis.. tapi..”
Aku merasa bodoh luar biasa, harusnya
aku paham bahwa dia saat ini sedang bete dan ingin melontarkan kata-kata yang
sebaiknya tidak ingin kudengar. Makian seperti biasa, dia sedang kesal dan
ingin meluapkan amarahnya meskipun ekspresinya selalu datar.
“Tck.. apa kau sama sekali tidak
mengerti?” tanyanya dengan suara pelan menekan. Ia bangkit dari kursinya dan
berjalan mengitari meja, ia melonggarkan dasi abu-abu itu dan melepas tiga
kancing baju teratasnya. Lalu melipat rapi dasi yang telah ia lepas dan
menaruhnya di atas meja.
Ia pun duduk di atas meja di depanku, menatapku
dengan tangan terlipat didada. Aku tak bisa membalas tatapannya. Entah kenapa
saat ini lantai terlihat jauh lebih menarik daripada sosok Levi.
“Aku sedang bertanya tentang pekerjaanmu,
brat.. dan kau sama sekali tidak paham?”
“Oh.. kau ingin melihat berkas tadi
siang? Tenang saja aku sudah menyortir dan merapikan isinya, akan ku ambilkan
untukmu kalau kau ingin melihatnya..”
“Apa urusanmu tidak berjalan baik? Kalau
ada yang ingin kau katakan aku akan mendengarkan,” tanyaku berusaha memahami
keadaannya, tapi entah kenapa aku terdengar kepo.
“Urusanku tidak begitu penting.. kau
benar-benar tidak bisa bahasa Prancis tapi bisa-bisanya kau bekerja untukku..”
Aku hanya bisa terbengong ria
mendengar kata-katanya. “K-kalau begitu aku akan belajar.. aku hanya belum ada
waktu luang untuk pergi ketempat kursus,”
Levi menghela napas mendengar
penuturanku. “Sekarang dengarkan kata-kataku lalu cobalah untuk melafalkannya
dengan baik..”
“Tampaknya aku akan mendapat kursus
gratis hari ini..”
Levi terdiam sejenak dan ia terlihat
sedang berpikir.
“Hmmm.. Je Lucy Alsei cette époque, je travaillais
comme secrétaire de la division de trois..”[5]
gumam Levi menatapku.
“Je
Lucy Alsei cette.. e-époque.. je travaillais comme.. secrétaire de la division
de trois,” ulangku. Aku hanya bisa menghela napas dan mencoba mengikuti
pelafalan yang ia ucapkan.
“Je ne
parle pas faite thé français mais très savoureux,”[6]
gumamnya lagi dengan wajah super serius.
“Je ne
parle pas faite.. thé français mais.. très savoureux, errr... apa
pengucapanku sudah benar?”
“Je endors souvent tout en regardant un film avec mes amis mais je suis un travailleur acharné parce que ce mon patron m'a aime,”[7]
gumamnya lagi sambil mengetuk-ngetuk sepatunya kelantai.
“Je endors.. souvent tout.. en
regardant un film.. avec mes amis mais.. je suis un
travailleur.. acharné parce que ce.. mon patron m'a aime,”
“Je avait une belle lèvres minces, de sorte
que mon patron était bouleversé quand
je baisais Eren et
Armin,”[8]
kini Levi kembali menatapku dengan tatapan dinginnya.
“Je avait une belle lèv.. levres minces..
de sorte que mon.. patron était bouleversé.. quand je baisais Eren
et Armin.
Apa kita sedang menggosipkan Eren dan Armin?”
“Hmm.. Je
suis stupide parce..
qu'ils ne savent pas si mon patron.. a été pranking,”
Levi
terkekeh pelan lalu ekspresinya kembali dingin. Sayangnya aku tak bisa melihat
ekspresinya barusan karena saat menatapnya senyuman itu sudah lenyap. “Bien entendu, ce cours est pas
libre et je vais payer mon patron,”[10]
“Kenapa kau tertawa? Apa aku salah
melafalkan?”
“Tck, dengarkan baik-baik.. ayo ulangi..
Bien entendu, ce cours est pas libre et je vais payer mon patron,”
ulangnya lagi.
“Bien
entendu..
ce
cours est pas libre et je vais payer mon
patron,”
Levi kembali terdiam dan memikirkan
sesuatu.
“Apa kita sudah selesai?”
Ia mengangguk pelan. “Apa kau sudah siap
membayarku?”
Aku hanya bisa mengerutkan dahi dan
tersenyum tak percaya. “Are you playing with me, sir..?”
“Barusan kau bilang akan membayarku,”
Harusnya aku bisa lebih cepat
menyadarinya, dia tak mungkin membicarakan soal pekerjaan saat berbahasa
Prancis. “Oh, jadi kalimat yang terakhir tadi.. ku pikir ini gratis..”
“Di dunia ini tak ada yang gratis
stupid brat..” jawabnya diplomatis.
“Okay, I will pay you, but.. I dont
have much money..”
“Kau bisa bayar dengan cara lain..”
Cara lain? Apa maksudnya? Apa dia
sedang berbicara tentang sesuatu yang seharusnya tak diungkapkan? Shit! Kenapa
aku memikirkannya. “Are you serious?”
Levi berdiri dan berjalan mengitari
kursiku lalu berhenti tepat di depanku, ia membungkuk hingga wajah kami
berdekatan. Wangi tubuhnya yang segar meskipun sudah seharian bekerja menguar
didekat hidungku.
“Of course... I’m just messing with
you, aku tahu kau tak akan sanggup membayar guru privat sepertiku,”
Shit! Lagi-lagi dia mengerjaiku, ku
pikir dia akan menciumku dengan tiba-tiba. Levi menjauhkan wajahnya dan
berjalan menuju pintu. Terdengar suara pintu dibuka.
“Sebaiknya kau pulang sekarang, sudah
jam segini aku tak ingin menahanmu lebih lama lagi meskipun aku ingin,”
Aku pun bangkit dari kursi dan
memandangnya. Pintu ruangannya sudah terbuka setengah dan ia berdiri di dekat
pintu itu menungguku pergi dari ruangannya. Oh.. sekarang dia mengusirku agar
segera pergi.
“Baiklah.. aku akan pergi”, balasku
mengingat tujuan pertamaku tadi hanya ingin menjadi teman curhatnya tapi justru
gagal total karena tampaknya dia sedang mengerjaiku. Segera pergi dari
kantornya secepat mungkin adalah pilihan paling baik.
Tapi dengan jarak sedekat ini aku bisa
melihat wajah tampannya yang sebenarnya tampak lelah. “Sebaiknya kau juga
segera pulang dan istirahat.. Terima kasih untuk kursusnya sir..” ujarku berjalan
keluar pintu.
“Oi stupid brat..”
Aku berbalik dan menatapnya, ia
menggerakkan jarinya sebagai isyarat agar aku kembali mendekat.
Masih sibuk bertanya-tanya dalam hati
kenapa Levi memanggilku tangannya justru lebih dulu meraih kepalaku sebelum bibir
dinginnya menerpa bibirku. Bibirnya bergerak perlahan.. it’s really soft..
feels like I can’t resist his lips for the rest of my life. Ini sangat berbeda
dengan deep kiss ketika dia sedang mabuk.
Perlahan ia menjauhkan bibirnya dari
bibirku. Aku hanya bisa menatapnya diam tanpa suara. “Shit, Eren et Armin embrssent vraiment.. aussi
doux que le sucre et horse comme un poison,”[11]
“Apa artinya sir?”
Ia menatapku diam selama beberapa detik
sebelum menjawab pertanyaanku. “Artinya cuci kakimu sebelum tidur. Sekarang
pulanglah, sisanya kita lanjutkan lagi besok,”
*
* *
Thanks for your time! :)) I hope you like it and enjoy it
Note :
[1]
“Duduklah sebentar, aku ingin melihat wajahmu”
[2] “Sial,
kenapa kau punya senyuman yang indah?”
[3] “Tck..
Kau benar-benar cantik,”
[4] “Dibandingkan
omong kosong itu, aku lebih suka melihatmu”
[6]
“Aku tak bisa bahasa prancis tetapi teh buatanku sangat enak,”
[7] “Aku
sering tertidur saat menonton film bersama teman-temanku tapi aku adalah
seorang pekerja keras karena itulah bosku menyukaiku,”
[8] “Aku
punya bibir tipis yang indah, makanya bosku merasa kesal saat aku mencium Eren
dan Armin,”
[9] “Aku
bodoh karena tidak tahu kalau bosku sedang mengerjaiku,”
[10] “Tentu
saja kursus ini tidak gratis dan aku akan membayar bosku,”
0 comments:
Post a Comment