Wednesday 30 December 2015

Modern AoT: Chapter 10 [SECRET LESSON WITH MY BOSS] Birthday & Christmas Gift

BY Unknown IN 2 comments


SECRET LESSON WITH MY BOSS

Cast    : Levi Ackerman x Reader (In my case : Lucy Alsei)
Genre  : Romance, Mature
Song   : Love me like you do - Ebony Cover

Chapter 10

Beberapa hari lagi natal menjelang, ada yang berbeda dengan natal kali ini. Tentu saja berbeda. Ini adalah natal pertama kami bersama bos baru divisi 3, Mr Levi Ackerman. Selain itu, ada hal lain yang membuatku lebih bersemangat dari biasanya.
Tepat tanggal 25 Desember saat natal nanti.. Levi berulang tahun!

“Sepertinya yang ini terlihat lebih baik dari sebelumnya,” gumamku sambil menatap cake yang baru saja selesai kuhias dengan krim berwarna putih. Ya, sudah kuputuskan untuk membuatkan Levi cake buatan tangan. Melihat karakter dan sifat Levi kurasa dia tidak begitu suka dan mengharapkan adanya pesta besar-besaran dan jika memang begitu aku ingin sekali bisa menikmati malam natal dan merayakan ulang tahunnya hanya berdua dengannya.

“Apa kau yakin dengan cake yang ini,” gumam Joy, adikku. Ia melirikkan matanya dari balik majalah fashion yang sedang dibacanya dan menatap cake spesial untuk Levi dengan dahi berkerut. “Sebaiknya kau membeli cake di tokonya langsung, aku khawatir Levi akan sakit perut memakan cake buatanmu ini,”

“Tenang saja, tentu saja aku tidak akan menyerahkan cake ini padanya, karena masih percobaan kau akan dapat kehormatan menjadi orang pertama yang mencicipinya,” gumamku cuek sambil membereskan peralatan masak yang kotor.

Joy terlihat panik dan tampak tak senang. “Argh!! Again?? Ukh!” rutuknya dengan wajah pucat. “Sebaiknya kau cari korban lain saja, aku sudah tak tahan mencicipi cake buatanmu. Sudah lima kali kau gagal membuat cake.. aku tak akan mencicipi cake yang ini,” tolaknya tegas.

Aku tahu Joy berkata benar, cake buatanku memang tidak sempurna dan seenak yang seharusnya. “Terus.. gimana dong? Aku mau memberinya kejutan kecil,”

Joy tampak memicingkan matanya dengan sirat penuh kelicikan. “Aku tahu kejutan yang lebih menarik..”

Aku merasa sedikit khawatir dengan ide yang akan ia lontarkan, tapi sejujurnya rasa penasaranku lebih besar daripada rasa khawatirku. “Kejutan apa yang cocok untuknya..?”

“Kau ingin memberinya hadiah kan?”

“Tentu saja, aku ingin memberinya hadiah yang spesial..”

Joy mengangguk-anggukkan kepalanya tanda mengerti, wajahnya penuh senyuman maklum. “Gampang sekali...”

“Jadi...?”

“Sebaiknya kau menyelinap saja ke apartemen Levi sebelum dia pulang kerja, bukankah kau tahu password apartemennya? Lalu kau bisa menunggu kedatangannya dengan mematikan lampu dan menyalakan banyak lilin disekitar kamar sambil mengenakan pakaian seksi dan...”

“Idiot, dia tidak akan senang disambut dengan cara seperti itu. Lagipula aku tak mau melakukannya,”

“Are you an idiot?? Levi itu pria dewasa... dia pasti tertarik padamu...”

Aku tak menyangka adikku akan memberiku nasihat tentang percintaan orang dewasa yang rumit. Padahal niatku tidak seribet itu, aku hanya ingin membuat cake dan melihat Levi memakan cake itu dengan perasaan senang. Setelah itu aku akan memberinya sebuah hadiah yang harganya bahkan tidaklah mahal.

“No! Jika aku melakukannya, kami akan menghabiskan malam natal romantis berdua untuk membersihkan apartemennya yang dipenuhi lelehan lilin hasil ide cemerlangmu itu!” tolakku.

“Seriously??”

****

“Dinginnyaa!!” aku hanya bisa meringis saat melangkahkan kaki keluar bus dan mendapati udara di distrik Shiganshina yang sudah terasa semakin dingin, aku masih harus berjalan kaki dari halte menuju kantor selama sepuluh menit. Pagi itu terasa berbeda karena Levi tidak menjemputku untuk berangkat kekantor. Biasanya ia bahkan menggedor pintu apartemenku saat aku belum bangun tidur. Sudah dua hari ini dia pergi dinas keluar distrik dan pergi ke distrik Rose bersama Erwin dan Hanji. Meskipun rasanya kesepian karena beberapa hari tidak bertemu dengannya tapi ia bilang akan pulang sebelum natal mendengarnya cukup membuatku senang.

Jalan pagi itu cukup lengang dan aku juga tidak terburu-buru melangkahkan kakiku, aku masih ingin menikmati suasana kota yang berubah saat desember menjelang. Disalah satu cafe terlihat banyak orang yang mengantri kopi panas sambil mengobrol dengan kenalan atau keluarga mereka dan disisi lain trotoar ada pohon-pohon tanpa daun yang telah dihiasi lampu berkelap kelip. Orang-orang yang berlalu lalang pun terlihat mengenakan sepatu khusus musim dingin dan pakaian tebal dengan syal terlilit dileher mereka.

“Pagi yang dingin ya,” sapa suara itu. Dengan perasaan sedikit terkejut kupalingkan wajahku pada sosok yang kini tengah berjalan mengimbangi langkahku.

Perlahan langkahku terhenti. Sosok itu juga menghentikan langkahnya dan berbalik menatapku dengan senyuman manis terekah diwajah tampannya. Tubuhnya sangat tinggi dan proporsional, berkat senyumannya itu ia berhasil mencuri perhatian beberapa wanita yang berlalu lalang disekitar kami.

“Farlan..?!”

“Ada apa? Kalau kita tidak cepat kita bisa terlambat sampai di kantor,” gumamnya sambil melirik jam tangannya.

Ia terlihat menungguku agar menggerakkan kaki-kakiku yang mulai membeku karena kedinginan. “Yah, kau benar..” balasku sambil membalas senyumnya dan kami berjalan diselubungi keheningan.

“Apa setiap pagi kau melakukan hal ini, berjalan kaki dari halte hingga ke kantor?” tanyanya dengan nada suara yang sangat tenang.

“Ah, ya.. aku suka menikmati pagi sambil berjalan kaki. Hmm.. apa kau juga suka melakukannya, karena ini pertama kalinya aku berpapasan denganmu,”

Ia terkekeh pelan. “Sebenarnya ini pertama kalinya aku berjalan kaki, ternyata cukup menyenangkan juga,” jawabnya. Aku merasa sedikit khawatir karena Levi selalu menurunkanku didekat halte bus dan membiarkanku berjalan kaki pagi-pagi, kuharap Farlan tidak menangkap basah saat kami sedang berdua. “(y/n)Lucy...” panggilnya.

“Ya,”

“Apa kau masih tidak memaafkan sikapku yang waktu itu?” gumamnya.

“Hmm? Aku tidak marah, lagipula aku sudah melupakannya. Jangan dipikirkan lagi,” jawabku sembari tersenyum padanya.

“Kau tidak pernah merespon pesanku jadi...” Farlan tidak melanjutkan kata-katanya. “Apa kau suka bunganya?” lanjutnya lagi tapi aku tahu ia mengganti topik pembicaraan.

“Ya, kau punya selera yang bagus. Pasti menyenangkan punya kekasih sepertimu, kau baik sekali.. tidak seperti seseorang,” jawabku.

“Hm? (y/n)/Lucy... apa kau masih mau memberiku kesempatan? Kalau kau tidak keberatan aku ingin mengajakmu makan malam saat natal nanti,”

Akhirnya.. dia mengatakannya juga. Langkahku terhenti sejenak. “Hmm... aku... tidak bisa... maaf,” tolakku.

Farlan menatapku diam cukup lama, wajahnya tampak kecewa. “Kau sudah punya rencana lain?” gumamnya tak percaya. Aku hanya mengangguk mengiyakan, entah kenapa suasana pagi ini jadi terasa awkward. “Apa orang itu Mr.Ackerman?”

Dia tahu?! “What do you mean?”

“Pria yang menarikmu keluar dari mobilku malam itu, bukankah dia Mr.Ackerman?” gumamnya lagi. Aku tidak menjawabnya. “Sepertinya aku sudah terlambat selangkah.. dan tampaknya akan sulit untuk menculikmu dari pria itu tanpa terluka. Ah, ayo cepat! Kita bisa terlambat kalau kau tidak mempercepat langkahmu,” serunya lagi dan kembali berjalan selangkah didepanku.

****

Baru saja kuletakkan tasku dikursi dan melepaskan jaket musim dinginku, sekuntum bunga mawar putih itu langsung mencuri perhatianku. Mawar Putih itu tergeletak di atas meja kerjaku dan ditangkainya ada sebuah kertas memo kecil bertuliskan.

Give me some water, please! I’m Exhauted.

Tampaknya Farlan masih saja terus mengirimiku bunga. Jika saja aku belum memiliki kekasih dan tidak sedang jatuh cinta dengan bosku, tak akan kupungkiri bahwa aku akan memaafkan kesalahan Farlan dan jatuh cinta padanya. Kuputuskan untuk menyimpan bunga itu, meskipun begitu aku cukup khawatir dengan sikap Levi. Apa dia akan memintaku membuang bunga ini juga, karena sebenarnya aku cukup menyukai bunga yang satu ini.

“Woah, another flower bucket? You’re so lucky (y/n)Lucy.. Farlan must be really loves you,” Reiner muncul dimejaku tapi saat melihat bunga yang hanya setangkai saja ia lalu mengerutkan dahinya. “Tumben hari ini cuma setangkai saja, apa dia sudah menyerah mengejarmu?”

“Entahlah, mungkin dia memang sedikit menyerah..” jawabku sekenanya. Kiriman bunga hari ini memang berbeda dari sebelumnya.

“Kalau begitu apa aku bisa mengajukan diri? Kau tahu...”

“Reiner!” Annie muncul dengan setumpuk berkas dipelukannya. “Berhenti mengganggunya, ini (y/n)/Lucy bagianku sudah selesai aku baru saja menyerahkan list foto yang harus dicetak pada Jean, dia sedang pergi mengurusnya..”

“Kau menggangguku Annie, aku sedang berusaha keras disini.. apa kau tidak lihat?” protes Reiner.

“Kau berusaha menembaknya lagi, hah? Kemarin aku melihatmu sedang menggoda Christa,”

“Aku hanya mengobrol saja dengannya,”

“Ah, itu Armin dan Eren,” tunjuk Annie saat melihat kedua lelaki imut itu keluar dari dalam lift.

“Kalian sedang senggang ya?” tegur Eren saat mereka berdua berjalan menghampiri mejaku.

“Wajar saja mereka senggang, untuk beberapa hari ini kita bisa sedikit santai karena Mr. Ackerman tidak sedang berada ditempat..” gumam Armin sambil mengeluarkan sepucuk surat dari dalam tasnya. “(y/n)/Lucy ini ada surat pemberitahuan dari divisi satu,”

“Surat apa?” tanya Reiner. Aku menerima surat itu dan membaca isinya.

“Ah, hanya pemberitahuan kalau perusahaan akan mengadakan pesta akhir tahun. Sepertinya semua divisi diundang,” jawabku sambil mulai mengarsipkan surat itu.

“Ah, bicara mengenai pesta.. bagimana dengan natal kali ini? Apa kalian akan pulang kedaerah masing-masing?” tanya Armin. “Sepertinya aku tidak akan pulang,”

“Ah, aku juga sedang sibuk mengurus beberapa hal jadi tahun ini aku tak akan pulang,” jawab Eren. “Bagaimana denganmu Annie, Reiner?”

“Kurasa aku akan menghabiskan natal di Shiganshina karena keluargaku akan datang menjengukku,” jawab Annie.

“Ah, tampaknya aku ingin makan malam bersama (y/n)/Lucy saja, bagaimana apa kau tidak keberatan?” tanya Reiner sambil tersenyum licik padaku. Aku tahu dia sedang bercanda.

“Ah!! Apa kalian tidak tahu?” pekik Eren tiba-tiba.

“Apa?! Kenapa kau panik bagitu?” tanya Annie dengan gaya malas-malasan.

“Ternyata kalian tidak tahu ya,”

“Memangnya ada apa?” gerutu Reiner.

“Bukankah tanggal 25 desember ini bos kita berulang tahun?” gumam Eren. Semua orang saling tatap. Aku hanya bisa diam pura-pura tidak tahu, oh yeah semoga mereka tidak membuat rencana gila.

“Ah aku tahu!” gumam Annie. “Bagaimana kalau kita merayakan natal bersama bos saja? Kita bisa memberinya kejutan dengan datang ke rumahnya, pasti akan sangat menyenangkan,”

“It’s a bad idea...” gumam Reiner. “Kurasa dia tak akan menyukainya.. kau tahu.. karena kita akan membuat kekacauan jadi dia tak mungkin setuju dengan ide ini, benarkan (y/n)/Lucy?”

Reiner benar Levi tidak akan suka dengan kekacauan, tapi membayangkan kalau selama ini Levi selalu merayakan ulang tahun sendirian rasanya sedikit menyakitkan. “Hmm, ya kurasa Reiner benar. Tapi kita tak akan tahu keinginannya kalau tidak bertanya kan? Meskipun dia akan menolaknya kurasa tak apa jika kita mencoba bertanya dulu,”

“Yeah, you right! Kalau begitu bagaimana kalau kau saja yang bilang padanya?” seru Annie dengan wajah tanpa ekspresi.

Oh shit! Kenapa harus aku? “No, no, no! Aku tidak mau! Kalian yang punya ide ini jadi sebaiknya kalian saja yang meminta ijin padanya!” tolakku panik. Namun mereka tampaknya tak perduli dan membuat keputusan sendiri.

“Baiklah, kurasa kita semua sudah sepakat.. (y/n)/Lucy kau yang akan bilang pada bos tentang rencana natal bersama ini,”

****

Hari-hari terus berlalu hingga bunga mawar putih yang keenam tergeletak lagi diatas mejaku. Masih tertempeli memo yang sama. Kata “Save me” tertulis dikertas itu, membuatku semakin penasaran pada si pengirim bunga tersebut. Vas bunga yang telah terisi dengan enam bunga mawar putih lainnya terlihat masih cukup segar, tak kusangka bunga ini bisa bertahan cukup lama dan masih tampak indah meskipun sudah selama ini.

Hari ini tepat tanggal 25 desember dan aku sedikit penasaran karena dua hari belakangan ini aku sama sekali tak bicara dengan Levi meskipun hanya percakapan kecil lewat ponsel. Aku tak mengerti kenapa tiba-tiba saja dia menghilang dan tidak memberiku kabar sama sekali bahkan saat ditelepon pun ia tidak menerima panggilanku atau pun menelepon balik.

Namun pagi itu kulihat Hanji telah berada di divisi tiga, tampaknya ia sedang membicarakan sesuatu dengan seseorang di dapur. Kuputuskan untuk menyapanya dan bertanya tentang Levi, kalau Hanji sudah muncul di kantor berarti Levi juga sudah kembali.

Kupercepat langkahku menuju arah dapur dan aku bisa mendengar suara Hanji sedang berbicara. “Kau yakin ingin memberitahunya tentang hal ini? Aku yakin dia tidak akan siap menerimanya,” gumamnya pada seseorang.

Apa dia bicara dengan Erwin? “Han..”

“Siap atau tidak aku akan tetap mengatakannya padanya... kami berdua tidak bisa selamanya seperti ini,” balas lawan bicaranya.

Dengan susah payah kutelan liurku, ya.. aku sangat mengenal suara ini.. Levi.. ini suara Levi Ackerman.

“(y/n)Lucy pasti akan menangis jika kau memberitahunya...” gumam Hanji. “Ah, kau sudah selesai membuatkan teh untukku shorty..?”

Kuurungkan niatku untuk menyapa Hanji. Apa yang baru saja kudengar tadi membuatku kembali bertanya-tanya. Sebenarnya apa yang ingin Levi bicarakan denganku? Levi kembali melanjutkan pembicaraan mereka dan tampaknya akan berjalan keluar dari dapur. “Oh ya, mengenai pertemuan itu sebenarnya aku tidak...”

Kuputuskan untuk segera menjauh dari dapur dan kembali ke mejaku. Yeah, aku penasaran dengan kata-kata Hanji tapi disaat yang sama aku merasa tidak ingin mendengar apapun dari Levi. Apa yang mereka maksud tadi adalah hubunganku dan Levi? Sungguh aku tidak ingin tahu.

“Hai (y/n)/Lucy! Selamat pagi!” sapa Hanji dengan wajah ceria saat menyadari kehadiranku. Disebelahnya Levi tampak tenang dan dingin ia tidak mengatakan sepatah katapun padaku, ia bahkan tidak menatapku sama sekali.

“Hai Hans,” sapaku balik berusaha bersikap normal dan melupakan pembicaraan mereka berdua yang tak sengaja kudengar.

“Kacamata, aku akan menunggumu didalam, masih banyak yang harus dibicarakan sebelum Erwin muncul,” gumam Levi lalu beranjak masuk kedalam ruangannya meninggalkan kami berdua.

“Apa dia baik-baik saja?” tanyaku pada Hanji saat Levi menghilang dalam ruangannya. Hanji menatapku dengan wajah tanpa ekspresi. “Apa dia sedang tidak mood?” ulangku.

Hanji tampak bingung ingin bilang apa dia kembali tersenyum ceria dan menepuk bahuku. “Tidak apa-apa, dia hanya sedang tidak mood.. jangan khawatir,” serunya. Bagiku itu bukan jawaban yang bisa menenangkan. “Aku harus masuk masih ada hal penting lain yang akan kami bicarakan sambil menunggu kedatangan Erwin,” gumamnya lagi lalu masuk kedalam ruangan Levi, tirai kantornya tertutup hal itu kembali membuatku merasa penasaran.

Sudah sejam berlalu sejak Erwin muncul untuk membicarakan masalah pekerjaan. Aku tak bisa konsentrasi dalam bekerja, meskipun begitu aku berusaha untuk menyelesaikan deadline kami yang waktunya semakin mepet. Aku tak ingin memikirkan hal terburuk lainnya.

Ketiga petinggi itu masih sibuk berkutat dengan obrolan mereka saat aku dan teman-teman pergi ke cafetaria untuk makan siang. Aku tidak nafsu makan sama sekali dan entah kenapa makanan itu membuatku merasa ingin muntah saja.

“Apa kau baik-baik saja? Kau sakit ya? Wajahmu pucat sekali,” tegur Jean saat menaruh nampannya di meja dan duduk disebelahku. Dengan cepat ia meletakkan jari-jarinya yang hangat di dahiku. “Ah, sedikit panas tapi tampaknya kau baik-baik saja..” gumamnya lagi. “Cepat habiskan makananmu sebelum kau sakit perut..” tegurnya. “Hei, kau mendengarku tidak?”

“Tck, kau ini berisik sekali Jean. Sebentar lagi juga akan kumakan,” jawabku sedikit ketus ada sedikit penyesalan dalam hatiku sudah bersikap buruk padanya padahal ia lebih memperhatikanku daripada Levi.

“Tampangmu jelek sekali tau, kalau kau seperti itu kau akan melewatkan malam natal sendirian di apartemenmu tanpa ada yang menemani,” gerutunya sambil mulai menyantap makanannya.

Jean benar. Mungkin rencana malam natalku untuk merayakan ulang tahun berdua dengan Levi tidak akan pernah terjadi, entah kenapa aku merasa ingin menangis saat kembali memikirkan pembicaraan Levi dan Hanji tadi. Harusnya aku tidak menguping mereka saja. Bisa kurasakan wajahku memanas dan sekuat tenaga kutarik napasku dalam-dalam hingga membuat suara berisik cairan yang mulai memenuhi hidungku.

Jean menghentikan makannya dan menatapku yang kini sedang menggosok hidung dan sudut mataku. “Hei, kau menangis ya?” tanya Jean tangannya menggapai bahuku. Aku menjawabnya dengan gelengan kepala. “A-aku hanya bercanda kok, aku... (y/n)/Lucy jangan menangis!” serunya panik sambil mengguncang tubuhku.

“Idiot. Siapa yang nangis? Aku sedang flu..” jawabku sambil memberinya dead glare. Ia tampak lega namun disaat bersamaan juga tidak percaya padaku.

Saat itu Annie, Petra, Christa, Ymir, Eren, Armin dan Mikasa muncul dan duduk semeja dengan kami. Ketiga sosok itu juga muncul di cafetaria dan aku bisa melihat wajah Levi dengan jelas dari mejaku. Ia tampak sedang fokus mendengar cerita Hanji, entah kenapa aku merasa cemburu pada Hanji. Harusnya aku tak boleh mempermasalahkan persahabatan mereka berdua, tapi... sudah seminggu aku dan Levi tidak bertemu dan sudah dua hari dia tidak menjawab panggilanku. Wajar kalau aku mersa terasing darinya.

“(y/n)/Lucy, bagaimana dengan rencana kita? Kau sudah membuat cake-nya kan?” tegur Eren. Aku menganggukkan kepalaku sambil menyuapkan makanan kedalam mulutku dan mengunyahnya malas. “Kalau begitu tinggal mengatakannya pada bos kan? Kapan kau akan bilang padanya kalau kita akan mampir ke apartemennya?”

“Hmmm, setelah makan siang aku akan bilang padanya..” jawabku lesu.

“Kau kenapa sih? Lesu banget, habis diputusin pacarmu ya?” celetuk Annie. kata-katanya menikam ditempat yang tepat sasaran.

Aku tak menjawab Annie dan keburu merasa nelangsa. Diputusin ya? Mungkin itu yang akan Levi bicarakan padaku nanti. Ironis. Tapi tak ada gunanya kuperlihatkan kekecewaanku ditempat seperti ini.

“Mana mungkin, dia pasti merasa deg-degan karena akan merayakan natal berdua saja dengan kekasihnya. Kau pasti pucat karena hal itu kan?” gumam Ymir.

“Aku tak punya yang seperti itu, lagipula malam ini kita akan merayakannya bersama-sama kan?” balasku cuek. “Aku hanya sedang tak enak badan, jangan khawatir,” gumamku lagi berusaha tersenyum paksa.

Mereka semua tampaknya percaya dan kembali menyusun rencana juga permainan untuk natal dan ulang tahun Levi nanti malam. Aku juga sudah membuatkan cake untuk dimakan bersama-sama. Kulayangkan pandanganku pada Levi dan kudapati ia sedang mengamatiku dengan wajah tanpa ekspresi. Apa sejak tadi ia menatapku terus seperti itu? Shit!

“Kau sudah mau pergi?” tanya Jean dengan sigap ia memegang tanganku saat melihatku bangkit dari kursiku. “Makananmu belum habis kan?” serunya.

“Ah, ya... aku sudah kenyang dan ada yang harus kukerjakan... kalian atur saja rencananya aku akan mengurus bagian bos, oke?” jawabku ceria. Jean melepas pegangan tangannya dan membiarkanku pergi.

****

“Bagaimana hasilnya?” tanya Armin, semua orang menatapku tegang begitu pula aku yang baru saja keluar dari dalam kantor Levi.

“Positif. Dia tidak keberatan,”

“YEAY!!!!” terdengar sorak sorai para pegawai yang merasa senang karena Levi setuju untuk merayakan natal bersama para pegawai diapartemennya nanti. Ini sejarah!

“Kau tidak bilang padanya kalau kita akan merayakan ulang tahunnya juga kan?” tanya Mikasa ditengah hiruk pikuk senang orang-orang.

“Tenang saja, aku tidak bilang soal itu... hanya soal pesta natal saja,” jawabku menenangkan.

Tak kusangka sama sekali Levi akan berkata seperti ini. “Ah, datang saja kebetulan Erwin dan yang lain juga akan mampir..” itulah jawaban Levi. Ternyata dugaanku salah, tak kusangka ia akan merayakan natal beramai-ramai dengan teman satu angkatannya. “Apa kau juga akan datang?” tanyanya sebelum aku keluar dari ruangannya. Aku hanya bisa memberinya anggukan kecil.

Akhirnya, disinilah kami. Aku, Sasha dan Petra datang lebih terlambat karena harus mampir keapartemenku untuk mengambil cake. Saat sampai di apartemen Levi, ia membukakan pintu untuk kami bertiga dan mempersilakan kami masuk kedalam apartemennya yang sudah ramai dipenuhi para staf divisi tiga dan teman-temannya.

Kuletakkan kotak cake itu di meja dapur Levi dan mulai mengeluarkan isinya. “Woah cake yang cantik!” pekik Sasha saat melihat cake dengan krim putih hijau dan merah itu. Sebenarnya aku ingin membuatnya spesial untuk Levi tapi karena acara natal bersama ini akhirnya aku membuat cake untuk bersama. Kuharap cake ini bisa dimakan.

Sasha tak sabar ingin mencoba cake itu jadi dia mengambil sepotong dan tak lama kemudian Jean, Annie, Reiner, Eren, Armin, Mikasa, Connie, Christa dan Ymir mulai mengelilingi meja, ikut penasaran dengan cake buatanku.

“Tampaknya cake ini terlalu creamy,” protes Jean lalu memotong bagiannya dan membaginya menjadi beberapa potong dengan ukuranyang lebih kecil lalu mulai memakan cake itu. “PUAH!!! Seriously??” pekiknya. “What are you doing with the cake?” protesnya lagi.

“I don’t know!! Memangnya kenapa...”

“It’s a horrible cake...” potong Annie yang baru saja mencicipinya.

“R-really??”

“Yeah, tapi Jean terlalu berlebihan mengekspresikan maksudnya cake ini tidak seburuk itu kok hanya saja cake ini tidak selembut yang seharusnya dan rasanya tidak jelas,” jelas Mikasa.

“Kurasa cake ini lebih cocok dijadikan bahan permainan kita,” gumam Jean sambil mengelus dagunya dan berpikir. Jika memikirkan sesuatu yang berbahaya Jean adalah orang yang sangat cerdas. Aku tahu dia akan menemukan satu atau dua permainan yang cukup berbahaya untuk dimainkan malam ini.

****

Hanji datang dengan kejutan tak terduga, ia membuat sebuah cake ulang tahun untuk Levi dan coba tebak. Rasanya luar biasa enak. Tak kusangka Hanji bisa membuat cake seenak ini, mengetahui kenyataan ini membuatku kembali merasa putus asa.

Semua orang duduk di sofa dan lantai, mereka akan memulai permainan buatan Jean. Levi sedang duduk santai dan anggun diatas kursinya menatap Jean yang akan mendemonstrasikan permainannya.

“Jadi, permainan ini cukup gampang, pertama kita akan melakukan suit gunting, batu, kertas, dan yang menang akan lanjut ke ronde berikutnya. Karena jumlah orang yang ikut sangat banyak jadi aku akan membagi kalian menjadi beberapa grup dan orang yang menang dalam grupnya itulah yang akan maju ke ronde selanjutnya. Supaya adil, aku akan berperan sebagai juri.” jelas Jean.

Setelah menjelaskan ronde awal Jean meminta kami untuk membagi grup dan melakukan suit, gunting, batu, kertas. Jean tidak mau menjelaskan peraturan ronde kedua sebelum para pemenang ronde satu terkumpul. Dari beberapa grup itu akhirnya terkumpul tujuh orang termasuk diriku, Levi, Hanji, Sasha, Eren, Mikasa, dan Erwin.

“Baiklah, ada tujuh kandidat yang berhasil maju sampai sejauh ini, selanjutnya adalah permainan.... lingkaran kematian,” seru Jean.

“Apa maksudmu Jean? Kau ingin kami melakukan apa hah?” sembur Reiner.

Eren bergerak cepat mendekati Jean dan menarik bajunya. “Apa maksudmu dengan lingkaran kematian, horse face?”

“Tenang dulu! Sebentar akan kujelaskan, dasar bodoh!” pekiknya sebal. Eren melepaskan pegangannya dikerah baju Jean. “Tck...” decaknya sambil memperbaiki bajunya lalu mengeluarkan sebuah permen. “Kalian lihat permen ini?” serunya sambil menunjukkan permen itu pada sekelilingnya. “Para kandidat akan membentuk sebuah lingkaran dan aku akan memberikan permen pertama ini pada... Mr.Ackerman!” seru Jean ia memberikan permen itu pada Levi yang menerimanya dengan lapang dada. “Tapi sebelum anda memakan permen itu, anda harus memainkan permainannya terlebih dahulu. Semuanya ayo kumpul ditengah dan bentuklah lingkaran,” panggil Jean.

Aku merasa sangat gugup karena ini kedua kalinya aku terjebak dalam permainan Jean. Habis mau bagaimana lagi, semua orang yang hadir wajib berpartisipasi. Aku baru menyadari bahwa Levi berdiri disebelah kiriku setelah Jean menyebutkan namanya. Hal ini semakin membuatku takut saja, tapi aku ingin menikmati saat ini sebaik-baiknya sebelum Levi mengutarakan keinginannya untuk mengakhiri hubungan kami padaku nanti.

“Bos, anda harus menggigit permen ini dan jangan menelannya ya? Anda harus mengigit permen ini dan memindahkannya ke bibir orang yang ada disebelah kiri anda, selama permen ini berpindah mengikuti alur lingkaran aku akan berbalik dan menyalakan musik ini, jadi aku tak akan tahu dimana permen akan berhenti,” Jean menyetel musik dalam ponselnya dan memperdengarkannya pada kami semua. “Dan... saat musik ini berhenti perpindahan permen harus mengalami pergantian berputar kearah sebaliknya dan saat musik kedua berhenti permen pun harus berhenti, orang yang mendapat permen itu harus memakan permennya dan menjawab sebuah pertanyaan dengan benar..”

“Oh! Ternyata mudah sekali ya (y/n)/Lucy dan tampaknya cukup menyenangkan..” gumam Eren yang ternyata berdiri disebelahku. Ia tersenyum ceria, terdengar decak lidah Levi yang ada disebelahku tampaknya ia tak begitu menyukai permainan ini.

“Tapi... dari tujuh kandidat ini, aku hanya akan memilih tiga pemenang saja. Jika ada yang berani menahan permen maka dia akan diberi hukuman yang sangat berat jadi jangan coba-coba berbuat curang, mengerti?” jelas Jean. Padahal aku berencana untuk menahan permen itu tapi tampaknya tak mungkin.

Jean berbalik melihat kearah lain dan mulai menyetel musik, Levi meletakkan permen itu dibibirnya dan ia menolehkan kepalanya pada orang yang ada disebelah kirinya. Jantungku serasa akan berhenti saat melihat adegan itu, aku sama sekali tidak menyadarinya kalau orang yang berdiri disebelah Levi adalah Hanji!

Levi memindahkan permen itu kegigi Hanji dan berusaha untuk tidak menempelkan bibirnya ke bibir Hanji. Hanji menyambut permen itu dan langsung menyerahkannya pada Mikasa, Mikasa pada Sasha, Sasha pada Erwin, Erwin pada Eren, lalu tiba saatnya Eren menyerahkan permen itu padaku. Sekilas bisa kulihat ia tersenyum cerah sambil menggigit permen. Kusambut permen dari Eren dan berbalik menatap orang yang ada disebelah kiriku.

Terdengar riuh suara penonton yang sedang menyoraki kami, perlahan kudekatkan bibir berisi permen itu pada levi dan ia hanya menatapku diam untuk beberapa saat sebelum akhirnya memutuskan untuk menyambut permen itu, ekspresinya tak berubah masih sedingin biasanya. Levi berbalik dan akan menyerahkan permen itu pada Hanji tepat saat Jean menghentikan musiknya.

“Baiklah sir, ketika musiknya kunyalakan lagi.. anda harus menyerahkan permen itu kembali pada (y/n)/Lucy, paham?” seru Jean, Levi hanya menatapnya diam lalu kembali menghadap kearahku. Musik kembali berdentum dan Levi tak bergerak ia terdiam beberapa saat sebelum akhirnya menyerahkan permen itu padaku. Bisa kurasakan bibir Levi menyentuh bibirku, bukankah ini curang! Ia melakukannya tepat didepan semua orang dan tak ada yang menyadarinya. Shit!

Kupindahkan permen itu pada Eren dan tepat saat Eren akan menyerahkannya pada Erwin, Jean mematikan musiknya.

“Selamat bodoh, kau boleh memakan permen itu,” seru Jean ceria. “Lalu jawab pertanyaan ini...”

“Tck, cepat sekali sih tersingkir dari permainan ini,” gumam Eren dengan nada kecewa. “Cepat sebutkan pertanyaanmu, horse face,”

Jean mendelik kesal pada Eren. “Baiklah bodoh, kau pasti tahu tentang film yang akhir-akhir ini menjadi hits diseluruh distrik, karena kita semua pernah menontonnya bareng. Judulnya Attack on Titan.. Eren, apa judul lagu ini...” Jean memutar lagu bertema nasional dengan lirik berbahasa Jerman dan Jepang.

O mein Freund!
Jetzt hier ist an Sieg.
Dies ist der erste Gloria.
O mein Freund!
Feiern wir dieser Sieg Für den Sieges Kampf!
`Muimina shideatta' To… iwa senai
Saigo no hitori ni naru made…
Der feind ist grausam… Wir bringen…
Der feind ist riesig… Wir springe…

“Silakan dijawab!” pinta Jean. Eren hanya terbengong-bengong beberapa saat sebelum akhirnya menjawab.

“Ee.. Guren no yumiya?” sebut Eren yakin.

“Yak! Salah!” pekik Jean girang. “Judul yang benar adalah, Jiyuu No Tsubasa. Ternyata kau ini benar-benar bodoh,” cetusnya lagi, membuat Eren merasa sebal. “Baiklah selanjutnya dimulai lagi dari Eren...”

Permainan itu berlanjut lagi, Erwin keluar sebagai pemenang pertama ia berhasil menjawab pertanyaan Jean tentang pengarang manga Attack on Titan. Mikasa berhasil keluar sebagai pemenang kedua dengan menjawab pertanyaan tentang pemeran utama film live action Attack on Titan. Lalu aku yang berhasil menjawab pertanyaan tentang siapa musuh para manusia dalam film Attack on Titan.

Empat orang yang tidak berhasil mendapatkan permen. Levi, Hanji, Sasha, dan Eren harus mendapat hukuman yang menurut Jean cukup berat. Yaitu.. menghabiskan cake buatanku. Jean akan membaginya menjadi empat potong cake dengan ukuran yang sama. Keempat orang akan melakukan suit gunting, batu, kertas dan yang kalah harus memakan cake. Tapi bukan berarti langsung berhenti begitu saja, mereka harus terus melakukan suit sampai cake habis. Mereka harus berjuang untuk terus memenangkan suit dan terbebas dari memakan cake sampai habis.

****

Satu jam kemudian...

Eren dan Sasha terkapar disofa masing-masing. Hanji sampai sulit berdiri saat akan pergi ketoilet dan Levi membantunya dengan menggendongnya menuju toilet untuk muntah. Semuanya tampak tak sehat tapi Levi tampak baik-baik saja.

“Krim cakenya terlalu creamy, rasanya hambar dan enek, komposisinya tidak pas saat menimbang tepung, makanya cake itu terasa agak keras dan bantat,” gumam Levi padaku saat aku berada dalam toilet untuk mengelus punggung Hanji.

“Sudah kuduga, sepertinya timbangan tepung yang ada dirumahku sudah rusak. Harusnya aku memang tidak membuat cake, untung saja Hanji membuatkan cake yang lebih enak untukmu,” gumamku dengan senyum pasrah. “Ah, kemarilah..” panggilku dan Levi mendekat. “Elus punggung Hanji aku akan mencarikan obat untuknya,”

Levi mengikuti perintahku dan mengelus punggung Hanji. “Periksa laci terbawah yang ada dalam kamarku,” gumam Levi.

“E.. apa didekat dapur tidak ada?”

“Semua obat kuletakkan dalam laci itu,”

Aku tak ingin masuk kedalam kamar Levi didepan banyak staf seperti ini, tapi apa boleh buat aku masuk untuk mengambil obat! Jean melihatku masuk kedalam kamar Levi dan ia mengamati tingkahku dari luar kamar.

“Apa kau dapat obatnya?” tanyanya saat aku sibuk melihat keterangan obat. Kupalingkan wajahku pada Jean dan menggeleng lalu dengan segera keluar dari kamar itu. “Apa tak ada obat lain yang bisa dipakai?” tanya Jean lagi saat kami berjalan menuju toilet.

“Aku akan pergi membelinya, tolong kau perhatikan situasi Hanji.. aku akan segera kembali,” seruku sambil terburu-buru menarik jaket dan dompetku. Aku yang harus bertanggung jawab karena membuat Hanji sampai muntah-muntah seperti itu. “Kalau ada yang mencariku bilang saja aku pergi ke apotik terdekat,”

Jean beranjak menuju toilet dan aku keluar dari apartemen Levi. Sekilas bisa kulihat dari jendela transparan kalau diluar salju sudah mulai turun. Malam natal yang berakhir bencana, kuharap Levi baik-baik saja karena sebenarnya dialah yang paling banyak memakan sisa cake itu, dia melahapnya sampai habis tak bersisa. Padahal ia tak perlu memakan semua cake itu.

Aku masuk kedalam lift dan sebelum lift menutup sempurna seseorang berusaha menahan pintu itu agar terbuka kembali. No way?! Jantungku berdebar cepat saat melihat jari-jari itu berusaha membuka pintu lift. “Lev...”

“Untung masih sempat,”

“Jean?” gumamku tak percaya, sedetik tadi aku berharap kalau Levi lah yang menyusulku. Tapi sepertinya tidak mungkin, saat ini dia bersama Hanji.. “Kenapa menyusulku?” tanyaku. “Aku bisa pergi sendiri,”

“Bodoh,” cetus Jean sambil memukul pelan kepalaku. “Ini sudah jam berapa? Jarak apotik dari apartemen ini juga lumayan, tak mungkin kubiarkan kau pergi sendirian,”

“Oh, terima kasih, Jean” gumamku lagi dan lift terus turun membawa kami ke lobby. Jean tidak bertanya apa-apa lagi dan kami terjebak dalam keheningan hingga lift menjeblak terbuka di lobby.

Lobby itu terasa lebih dingin dari yang seharusnya dan tak ada seorang pun yang berjaga diluar. Aku lupa membawa syalku dan rasa dingin itu mulai menggerogoti tubuhku. Hari ini aku tak banyak bicara dengan Levi dan itu membuatku merasa sebal pada diriku sendiri. Aku merindukannya, apa aku bodoh karena merasa momen berbicara ditoilet tadi adalah suatu yang berharga? Ah ya, aku tahu aku bodoh. Aku penasaran alasan apa yang akan Levi katakan padaku untuk mengakhiri hubungan kami malam ini.

Ah, seharusnya dia tidak mempermainkanku. Karena sekarang... aku benar-benar jatuh cinta padanya.

“Apa kau kedinginan?” tanya Jean saat melihatku terdiam sambil memeluk diriku sendiri.

“Tidak aku baik-baik saja,” jawabku. Tapi sudah jelas sekali cuaca malam itu dingin sekali. Kulihat Jean juga hanya memakai jaketnya.

“Tunggu disini, aku akan mengambil mobil,” pinta Jean. Pintu lift kembali terbuka dan Levi muncul dengan pakaian lengkap yang fashionable. Ia berjalan kearahku dan Jean.

“Sir?”

“Jean, Erwin membutuhkan bantuanmu. Ia ingin kau segera menemuinya,” gumam Levi.

“Baiklah, setelah menemani (y/n)/Lucy ke apotik aku akan...”

“Sekarang..” tambah Levi dengan tatapan mematikannya. “Biar aku yang menemani dia ke apotik, kebetulan aku juga akan pergi keswalayan untuk membeli beberapa bahan makanan,” serunya.

Jean mengangguk kecewa. “Baiklah,” ia menyerahkan kunci mobil pada Levi dan pergi. Kini tinggal aku dan Levi berdua terjebak dalam dinginnya malam dan keheningan yang menyelimuti kami. Kurasa ini saat yang tepat untuk mengucapkan perpisahan.

“Ayo kita pergi ke mobil sebelum leherku membeku ditempat ini...” ajakku dengan tangan terus memeluk tubuhku sendiri.

Syal besar berwarna coklat itu bergerak cepat dan tersampir dileherku, dalam sekejap saja aku bisa merasakan kehangatan tubuh Levi kini menjalari punggungku. Ia menarikku kedalam pelukannya. “Ada apa?” tanyaku lirih.

“Tck, kau curang sekali...”

“What do you mean? Aku tidak melakukan apa-apa padamu..”

“Kau lebih memilih pergi dengan Jean dibanding bersamaku?” gumamnya lagi, kata-katanya membuat hatiku kembali bergemuruh tak percaya. Tiba-tiba saja aku menjadi kesal pada Levi.

“Kami cuma pergi ke apotik untuk membeli obat Hanji, sebaiknya kita segera pergi mencari apotik yang buka...”

“Are you mad?” tanya Levi, ia membalikkan tubuhku agar bisa menatap wajahku dengan leluasa.

“No.. I’m not..”

“Yeah.. I know you mad...” bisiknya lagi. Bibirnya menyentuh bibirku yang mulai membeku, rasanya sangat lembut dan hangat. Aku bahkan bisa mencium aroma shampo yang dipakai Levi. Perlahan kudorong tubuhnya agar menjauh dariku tapi ia tak melepaskan pelukannya.

“Maaf...”

“Hm?”
        
“Sebenarnya.. aku sudah paham situasinya..”

“What do you mean?”

“Aku.. tak sengaja mendengar pembicaraan antara kau dan Hanji saat kalian berada didapur, aku tak bermaksud menguping.. aku hanya ingin menanyainya kabarmu karena beberapa hari ini kau tampak berusaha menjauhiku,” Levi menatapku diam. Perlahan kudorong tubuhnya agar menjauh dariku. “Kau.. sudah tidak ingin melanjutkan permainan ini lagi kan? Aku paham kok, kita memang tidak bisa terus kucing-kucingan dibelakang staf lainnya dan aku juga paham posisiku disini hanyalah seorang sekretaris. Kau boleh meninggalkanku kalau memang kau sudah tidak ingin bermain lagi...”

“Tck, kau ini kebanyakan nonton drama tahu,” gumam Levi. Tanpa sempat kusadari lagi Levi telah menarikku lagi kedalam pelukannya dan mendorong tubuhku hingga terdempet didinding lobby yang dingin. Ia menciumku lembut, meskipun pikiranku berkata aku harus mendorongnya dan menghentikan ciuman itu tapi tubuhku menginginkan hal yang berbeda. Pasti bodoh karena tak bisa mengendalikan emosiku sendiri dan tak ada pengecualian untuk hal itu, dengan logika semua wanita pasti bisa menghentikan perasaan seperti ini tapi yang terjadi padaku justru sebaliknya.

Bibirku justru tertaut semakin erat dengan bibir Levi dan kurasa pelukannya adalah tempat paling aman yang kumiliki di muka bumi ini. Aku tak bisa membayangkan apa ada orang lain yang bisa menggantikan tempat Levi disisiku begitu pula sebaliknya. Aku tak ingin membayangkannya. Tubuh kami kembali menghangat dan Levi menjauhkan tautan bibirnya dari bibirku, ia memberiku tatapan dalam yang lembut. “Rasanya lebih baik daripada permainan bodoh Jean tadi,” gumamnya dengan nada lega.

“W-why?”

“Aku akan memberinya pelajaran karena sudah membuat permainan seperti itu, dan menambah hukuman untuknya karena selama ini dia terus memonopolimu. Aku juga akan melakukan hal yang sama pada Eren dan semua laki-laki yang memiliki keinginan untuk menyentuhmu atau mengirimimu bunga setiap hari. And you too.. I will give you a very hard punishment in the world..”

“Levi...”

Levi mengeluarkan sesuatu dari saku mantelnya, sebuah kotak kecil berwarna putih dengan gambar bunga mawar terukir disekelilingnya. Kotak kecil itu terlihat begitu elegan dan cantik.

“Stay with me..” bisik Levi. “Ini hukuman tersulit yang kupikir harus kuberikan padamu..” Ia membuka kotak kecil itu dan perlahan bisa kulihat sebuah lingkaran paltinum kecil terselip didalamnya. “Kupikir cuma kamu yang bisa mengatasi hukuman ini,”

Lingkaran kecil itu adalah sebuah cincin dengan permata cantik yang menghiasinya. Aku menatap cincin itu dengan perasaan tak percaya. Aku tak menyangka Levi akan memberiku sebuah cincin, apa ini lamaran??? Oh god...

“Seriously?” tanyaku dengan dahi berkerut karena masih tak yakin.

“Tch, kau ini... sini biar kupakaikan,” Ia mengambil cincin itu dariku lalu memasangkannya dijari manisku tanpa bertanya atau meminta persetujuanku lagi.

“Tapi... bukankah, kau ingin mengakhiri hubungan kita karena akhirnya kau menyadari perasaanmu pada Hanji?”

Levi mendesah dalam. “Stop talking bulshit, dia itu sudah seperti adikku aku tak pernah berpikir akan menjalani hubungan seserius ini dengannya, stupid brat!”

“Kau yakin?”

“Apa aku terlihat sedang bercanda? Aku memang ingin mengakhiri hubungan kita tapi tentu saja ini adalah akhir yang berbeda dari khayalan dramamu itu, tak kusangka kau akan cemburu dengan si kacamata,”

“N-no! Aku berpikir seperti itu karena kau.. tidak memperdulikanku...”

“Tch.. Apa aku harus menjelaskannya lagi?” tanyanya dengan dahi berkerut aku hanya memberinya anggukan kecil dan Levi menarik napas dalam-dalam sebelum bicara. “I think I’m going craz..., after five days in Rose ditrict finally I realize that I need Hanji to help me pick these shit for you. Dan dua hari setelahnya aku terus kebingungan bagaimana caranya menyampaikan ini padamu.. tapi sejak kembali keshiganshina kau justru terus menguji kesabaranku,”

“I never..”

“Aku tahu kalau kau berangkat kekantor berdua dengan Farlan, lalu saatdi cafetaria Jean menyentuhmu dan Reiner terus menggodamu, Eren.. aku ingin sekali memberinya pelajaran karena permainan tadi,” jelasnya dengan wajah serius.

Aku hanya bisa tersenyum dan memberi Levi sebuah kecupan kilat dibibirnya bahkan sebelum ia sempat menyadarinya. Ia tampak syok. “Thank you,” gumamku. “Ini hadiah natal terbaik dalam hidupku, tapi... kau benar-benar menyebalkan. Aku benar-benar kesal padamu,”

Levi tersenyum saat mendengar kata-kataku. “I know it... but you know.. you are the very best birthday present in my life, (y/n)/Lucy.. I love you,” gumamnya lagi lalu mengecup bibirku, bisa kurasakan bibirnya mulai membeku karena kedinginan.

“Levi.. I love you too, but you get on my last nerve,” protesku. Namun ia hanya membalasku dengan tatapan kematian tanpa ekspresinya yang biasa.

“I love you too, (y/n)/Lucy,” gumamnya sambil mengecup dahiku.

Shit! Perubahan sikapnya yang drastis ini hampir saja membuatku mencair seperti gunung es dikutub selatan yang mendapat sinar matahari penuh. “Okay, let’s go to the drugs store, we need some medicine for Hanji...” ajakku sambil menarik syal panjang milik Levi yang kupakai dan melingkarkan setengahnya keleher Levi.

“Yeah, you right... hampir saja aku lupa kalau kita harus ke drugs store, apa kau kedinginan little shitty brat?”

“Tentu saja aku kedinginan,” balasku sambil merangkul lengannya, “Karena tadi kau mendorongku ke dinding punggungku terasa seperti akan membeku, aku ingin dibuatkan segelas coklat panas saat sampai diapartemen nanti,”

Levi tersenyum misterius dan merangkul pinggangku. Ia pun berbisik. “No.. Kau tidak membutuhkannya. I have another way to keep you warm. I'm sure you'll like it better than any hot chocolate, Mrs. Ackerman”

****

Levi’s apartment, Room 1506

Erwin terlihat sedang meracik vodka kesukaannya saat Jean datang menghampirinya didekat meja bar. “Sir, apa tadi anda mencariku?” sapa Jean, Erwin mengerutkan dahinya dan menatap Jean bingung.

“Tidak,” geleng Erwin. “Justru aku sedang mencari Levi tiba-tiba saja dia menghilang apa kau melihatnya Jean? Oh ya apa kau sudah dapat obatnya? Sebaiknya Hanji segera meminum obat itu sebelum ia jadi mayat hidup berjalan,”

****


2 comments:

  1. Kapan lanjut ceritanya ka? Udah penasaran banget nih..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Waah thanks sudah baca :) ka2 usahain deh secepatnya,akhir2 ini lagi sibuk dengan plot cerita barunya Levi dan juga Aomine. Moga aja Secret Lesson cp.11 bisa cepet rilis :)

      Delete