Cast : Aomine Daiki x Reader
Genre : Drama, Mature, Romance
Language : Bahasa Indonesia,
English, Japanese
Kuroko no Basket Fanfic
Chapter
10
Getting
closer with you
Aku memang bodoh karena
selalu terjebak dalam keisengan Aomine. Aku tau aku yang sekarang sangat egois,
kulakukan apa yang kupikir benar agar bisa selalu berada didekat Aomine, bahkan
tak memperdulikan statusku sebagai siswa teladan dan kearifanku sebagai senpai.
Aku tak berharap ia
balas menyukaiku dan aku juga tahu kalau ciuman kami sama sekali tak ada
artinya bagi Aomine. Ini bukan bagaimana aku berusaha tetap menjadi siswa
teladan dan gadis baik-baik untuk mempertahankan kenaif-anku. Aku tahu tak
seharusnya mengikuti alur Aomine dan saat nanti ia mulai merasa bosan dengan
permainan master-maid ini dia akan segera melupakanku dan semua yang sudah
terjadi diantara kami.
Hal itu pasti
menyakitkan. Tapi kurasa tak mengapa... karena ini keegoisanku sendiri, aku
memang selalu menyukai Aomine, bohong kalau kubilang aku tak cemburu saat
melihatnya bersama Satsuki Momoi.
Aku tahu aku boleh terus
menyukaimu tapi aku tak boleh meminta lebih.. Kurasa seperti ini saja sudah
cukup bagiku...
Apa keputusanku ini sudah
tepat Aomine Daiki?
****
Aomine menyodorkan
handuk yang tadi ia gunakan untuk mengeringkan rambutnya yang basah saat
melihatku muncul setelah ganti pakaian.
“Pakai handuk ini,” gumamnya. “Rambutmu
basah,”
Sebelumnya aku tak
pernah menyadari kalau ternyata dia akan memperhatikan hal-hal kecil seperti
ini. Kuambil handuk yang ia sodorkan padaku dan duduk dilantai agak jauh
darinya.
“Sejak
kapan kau memanggilku dengan nama keluarga?” gumamnya setelah sekian menit kami terdiam.
Akupun kembali teringat
saat dibus tadi aku nggak memanggil namanya seperti yang biasa sering
kulakukan. “Teman-temanmu memanggilmu
‘Aomine’ aku jadi refleks...”
“Aku
tak keberatan kalau kau memanggilku dengan nama kecilku,” potongnya lalu menyeruput hot
cokelatnya.
“Ah..
sou ka... yokatta, kupikir kau akan terganggu kalau kupanggil ‘Daiki’,”
Aomine menyandarkan
punggungnya pada sofa dan terkekeh pelan, membuatku berpaling dan menatapnya.
Aku ingin melihat senyuman Aomine. “Bukannya
sudah terlambat untuk berpikir seperti itu? Dari awal kau memang sudah sangat
menggangguku,” tukasnya.
“Ya,
kurasa aku perlu sedikit diingatkan, master..” gumamku setengah bercanda sambil
terus mengeringkan ujung rambutku. Aomine menatapku diam membuatku merasa
jengah. Ia selalu bisa membuat situasi menjadi awkward. “Kenapa menatapku seperti itu?”
“Aku
hanya ingin saja, tidak boleh ya?”
“Sebaiknya
kau jangan menatapku seperti itu,”
gumamku lalu kembali duduk menghadap meja dan menutup kepalaku dengan handuk.
“Memangnya
kenapa? Bukannya mata digunakan untuk menatap seseorang?”
“Memang
benar sih, tapi untuk saat ini sebaiknya jangan,”
Aomine berdecak sebal
dan ia menggeser duduknya kedekatku. Lututnya menyentuh lenganku. “Tch.. kalau bicara denganku kau harus
menatapku jangan membelakangiku seperti ini,” gumamnya sambil menarik
handuk setengah basah itu dari kepalaku.
“Ah!
Kau membuat rambutku jadi berantakan!!” pekikku gusar dan berbalik menatapnya.
Ia terkekeh pelan dan
merapikan helai rambutku yang berantakan. “Gomen-gomen!”
serunya. Aku nggak mengerti kenapa dia bersikap selembut ini padahal tadi dia
bersikap sebaliknya.
“Hatsyiiii!!!!”
“Tuh
kan...?” gumam
Aomine sambil menyodorkan kotak tisu padaku. Segera kuambil beberapa helai tisu
dan membersihkan hidungku. “Kau terkena
flu!!” geramnya lagi.
“Tenang
saja, besok juga sudah sembuh...”
“Tch,” decaknya lalu beranjak berdiri dari
sofa. “Dimana kotak P3Knya?”
“Hmmm...
rasanya dilemari itu,”
gumamku sambil menunjuk salah satu lemari. “Kenapa?”
Aomine beranjak dan membuka
lemari itu mencari sesuatu dan mengeluarkan sebuah kotak P3K dari dalamnya. “Kau harus minum obat, acara bunkasai kan
besok lusa.. besok kau pasti sibuk mondar mandir untuk persiapannya,”
gumamnya lalu duduk disofa lagi betisnya menyentuh lenganku yang saat ini
sedang terduduk dilantai, kami sedang menonton pertandingan basket yang gak
kumengerti sama sekali.
Ia menaruh kotak obat
itu dimeja dan membongkar isinya, aku tak pernah menyadarinya kalau akhir-akhir
ini dia sedikit mulai memperhatikanku. “Eeehh..
kau khawatir ya kalau aku sakit? Ini langka sekali!” godaku. Ia menjitak
pelan kepalaku.
“Aku
nggak mau tertular penyakitmu, nggak ada alasan lain,” gumamnya santai. “Tch... kau tidak punya persediaan obat
untuk flu ya?” lagi-lagi ia tak mengakuinya.
Kuperhatikan isi kotak
itu dan ikut membongkarnya. “Ya..
sepertinya aku kehabisan, hmm.. tenang saja nanti malam aku akan mampir
keswalayan terdekat, jangan khawatir aku juga nggak mau kau sampai ketularan
fluku,” gumamku berusaha menenangkannya.
“Bagaimana
kalau kau tetap menulariku?”
“Itu
tak akan terjadi selama kau tidak menciumku secara tiba-tiba seperti
sebelumnya..”
Ia menatapku dengan
ekspresi bingung. “Memangnya bisa ya?”
“Cara
paling cepat untuk sembuh dari flu adalah menularkannya pada orang lain, masa
hal seperti ini saja kau tidak tahu?”
Ia kembali
memperhatikanku dengan penuh minat dan ia tampak serius. “Apa kau pernah menularkannya pada orang lain?”
“Tentu
saja pernah, kau bodoh ya? Kalau nggak pakai masker flu akan mudah menular pada
orang lain, Minami-chan sering menjadi korbanku,”
“Minami?” selidiknya.
“Sahabatku
diklub lari, gadis tinggi langsing berambut hitam sedada? Kurasa kau pernah
melihatnya,”
“Oh,
ternyata dia perempuan... apa kau pernah menularkan penyakitmu pada pria lain
lewat ciuman? Tampaknya kau sangat mengerti siklus perpindahan penyakit ini,
kalau aku tak mengenalmu aku akan percaya kau ini seorang dokter spesialis
penyebaran flu,”
“Apa
maksudmu sih? Aku nggak akan memberitahumu hal pribadi begitu,”
“Hmmm...
aku mengerti, jadi aku bukan pria pertama yang menciummu ya,”
“Entahlah...”
“Oi,
apa maksudnya kata ‘entahlah’mu itu?”
“Kurasa
kau tidak begitu perduli dengan siapa aku pernah pacaran,”
“Tch...
sebelumnya aku memang nggak pernah memikirkannya sih, tapi...”
“Hmmm...
apa sekarang kau penasaran?”
“Sebenarnya..
aku sedikit penasaran, tapi itu juga bukan masalah besar untukku,” gumamnya pelan lalu memalingkan
wajahnya yang minus ekspresi kearah televisi.
“Kau
benar! Aku akan sangat terkejut kalau kau mulai mempermasalahkan hal ini, tapi
sebaiknya kau tak melakukannya padaku lagi,”
“Maksudmu
soal ciuman?”
“Ya,
kurasa kau harus berhenti menciumku secara tiba-tiba, lagi pula hal itu tak ada
dalam kesepakatan master-maid kita,”
“Bukankah
larangan tentang itu juga tak ada dalam persyaratan kita?”
“Iya
benar sih, tapi seharusnya kita membuat batasan yang jelas dalam
kesepakatan...”
“Apa
kau tak menyukainya saat aku menciummu?”
Shit! Pertanyaannya seketika
membuatku terdiam. Aomine menatapku dengan ekspresi sangat serius. Kenapa dia
bisa mengatakan hal itu dengan ekspresi seperti ini dan aku tak bisa
menjawabnya. Sebenarnya aku tak pernah membencinya ketika ia menciumku. Tapi
aku tak boleh mengatakan hal ini padanya.
“Kalau
kau tidak menyukainya aku tak akan seenaknya menciummu lagi...” lanjutnya lagi lalu menyandarkan
punggungnya pada sofa dan meletakkan kedua tangannya dibelakang kepala, ia
mengamati layar televisi. Suara rintik hujan masih terdengar dari luar rumah.
“Bukannya
benci sih...”
gumamku lirih. Aku sejujurnya... sangat menyukai Aomine, jika dia yang
menciumku.. kurasa aku tak akan keberatan sedikit pun.
“Hmmm...
tadi kau bilang apa?”
“Nggak,
bukan apa-apa... aku hanya sedikit bergumam, lagipula ini bukan hal yang cocok
untuk kau bahas,”
Sekilas Aomine menatapku
dan memberiku senyuman isengnya. “Sebenarnya
aku cukup menyukainya...” gumam Aomine lirih matanya kembali menatap layar
televisi yang menampilkan pertandingan basket. “sepertinya aku jadi sangat suka mencium bibirmu..”
Aku tak tahu ingin
bilang apa, apa aku harus merasa senang atau merasa sedih? Aku tak tahu ia
menciumku karena mulai menyukaiku atau hanya sebagai sebuah kesempatan saja.
Aku memang tak ingin mempermasalahkan ciuman tak bermakna kami tapi aku akan
merasa bingung ketika bersikap didepannya nanti, aku takut suatu saat nanti
akan membuatnya merasa kehadiranku sangat menyebalkan karena tanpa sadar mulai bersikap
seperti kekasihnya padahal ia mencintai orang lain.
“Tenang
saja aku nggak akan melakukannya lagi, kalau kau memang membencinya...” gumam Aomine. Ia tersenyum.
Kamisama.. Aku tak
mungkin bilang padanya, kalau dia adalah pria pertama yang mencuri ciuman
pertamaku.
****
Besoknya disekolah,
Aomine memintaku untuk kekelasnya ia ingin aku mengantar bento bagiannya. Aku
telah memikirkan banyak alasan selama perjalanan menuju kelasnya, apa yang akan
kukatakan jika teman-temannya melihat hal yang sangat tak lazim ini. Mereka tak
pernah melihatku akrab dengan Aomine pasti hal ini akan menimbulkan gosip, yeah
meskipun aku bukan idola sekolah tapi tetap saja hal itu sedikit menggangguku.
Saat itu kulihat Aomine
dikoridor kelasnya, ia terlihat sedang membantu kelasnya memasang hiasan
dibagian atas pintu. Ryo memegangi tangga yang ia naiki. “Sepertinya kau sudah memutuskan untuk ikut serta dalam acara bunkasai
ya?” tegurku saat sudah berada didekat Ryo.
Ryo menyapaku dan Aomine
memberiku dead glarenya, ia tampak sebal. “Oi
apa kau benar-benar meminum obat flumu? Sepertinya penyakit menularmu makin
parah saja,” gerutunya lalu memasang hiasan terakhir yang ada ditangannya
dan beranjak menuruni tangga. “Tadi pagi
kau terlihat baik-baik saja, kenapa sekarang malah pakai masker?”
Sebenarnya semalam aku
langsung tertidur dan lupa pergi membeli obat. Karena aku takut mendengar
omelan dan gerutuannya aku tak memakai maskerku saat ia menjemputku tadi pagi saat
membantuku membawa belanjaan untuk bunkasai. “Jangan dipikirkan, ini cuma karena debu.. ini ambil,” kusodorkan
bento itu padanya dan ia menerimanya.
Ryo naik keatas tangga
dengan beberapa hiasan ditangan sementara Aomine menggantikannya untuk
memegangi tangga. Ryo tak pernah berkomentar banyak soal persahabatanku dan
Aomine hal itu membuatku sedikit lega.
“Kau
yakin baik-baik saja?”
tanyanya lagi kurasa ia tampak cemas.
“Jangan
khawatir, sebentar lagi juga sembuh..”
jawabku bohong. Kuharap penyakitku tidak tambah parah. Kalau terus bergerak dan
berkeringat aku pasti akan sembuh. “Sepertinya
beberapa hari ini aku akan mengabaikanmu dan tugasku sebagai... kau tahu kan?” bisikku
lagi. “Aku akan fokus sampai acaranya
selesai, bolehkah?” tanyaku.
Entah kenapa aku merasa
bodoh karena menanyakan hal ini padanya, dia memang majikanku tapi kenapa
kata-kataku terdengar seperti sedang minta ijin pada kekasihku.
Ia menatapku tak yakin. “Kalau perlu bantuan kau bisa menghubungiku
atau mencariku digelanggang basket, aku akan berada disana untuk membantu
mereka mempersiapkan acara untuk besok,” gumamnya lagi. Tampaknya ia tak
akan mempermasalahkan ketiadaanku untuk beberapa hari kedepan.
“Eh?
Kau mau membantuku?”
gumamku tak percaya, kutatap wajahnya yang tampak serius.
“Hanya
untuk kali ini saja,”
jawabnya sambil membuang muka, mungkin ia merasa malu.
“Arigatou
Daiki-kun. Jja! Kalau begitu tak ada masalah lagi, aku pergi sekarang...” gumamku sebelum beranjak pergi. “Ryo-kun!” panggilku, Ryo menoleh
padaku.
“Ada
apa senpai?”
“Apa
besok Daiki-kun akan memakai pakaian maidnya? Apa kalian akan crossdressing?”
“Oi,
oi, oi, apa maksudmu dengan crossdressing, hah?” protes Aomine.
“Eh,
aku ingin mampir ke kafe maid untuk melihatmu crossdressing! Kau akan
memakainyakan?”
candaku.
“Tch..
Mimpimu nggak akan jadi kenyataan! Bukankah kau tadi bilang harus segera pergi?
Sebaiknya cepat selesaikan pekerjaanmu,” geramnya lagi. Aku dan Ryo terkekeh pelan.
“Sebenarnya
Wakamatsu meminta kami untuk melakukannya sih..” terang Ryo. “Tapi kurasa Aomine nggak akan mau melakukannya...”
“Sayang
sekali, padahal aku ingin lihat...”
“Jangan
banyak menghayal, pikiranmu mulai aneh sejak kau terkena flu...”
“(Y/N)!!” kami bertiga menoleh kearah suara
yang memanggil namaku itu. Ternyata Minami dan Kazuhara. “Ternyata kau disini, ayo! Kami membutuhkanmu dilapangan!” ajak
Minami. Aku memberinya isyarat kalau aku akan menyusul mereka, Kazuhara
beranjak pergi namun Minami masih menungguku.
“Kalau
begitu aku akan pergi sekarang!”
pamitku.
“Jangan
sampai pingsan, kau akan menyusahkan yang lainnya...”
“Geezzz..
tidak sopan! Siapa yang akan pingsan!? Aku ini tahan banting!”
“Sudah
sana pergi,” usir
Aomine.
****
Minami terus menatapku
tanpa banyak bicara. Aku membawa beberapa kotak besar ditanganku yang berisi
berbagai macam peralatan dan kami berjalan sepanjang koridor menuju lapangan
terbuka.
“Kau
nggak ingin cerita padaku?”
gumamnya. Kulihat wajahnya yang tampak serius, aku tak tahu ingin
memberitahunya mulai dari mana.
“Apa
ini tentang Daiki-kun?”
“Tentu
saja! Kau kira siapa lagi? Beberapa minggu ini kau tidak pernah membahas Aomine
lagi dan selalu bersikap aneh, awalnya kupikir karena kau sibuk dengan kegiatan
osis tak kusangka kalau alasannya sangat simpel, kau tak mau aku mengetahuinya
kan...?”
“What
do you mean?”
“Ternyata
kau dan Aomine-kun sudah pacaran...”
“Hah??
Chigaimasu!! Kau salah paham!”
“Eh?
Salah paham apa? Bukannya kau sudah berhasil menembaknya kan? Kalau tidak mana
mungkin dia mengajakmu berbicara seperti tadi,”
Aku tak mungkin bilang
pada Minami kalau semua berawal dari sebuah pertandingan basket face to face
yang diminta Aomine hingga akhirnya menjalar pada sebuah kesepakatan aneh
tentang master dan maid yang terjadi diantara kami berdua.
Aku tahu Minami akan
sangat kesal kalau tahu Aomine bersamaku hanya karena sebuah kesepakatan. Ia
tak ingin Aomine memanfaatkan kebaikan temannya. Aku sangat paham maksud
Minami. Aku sendiri tak tahu perasaan Aomine jadi tak mungkin kukatakan pada
Minami kalau sekarang ini Aomine adalah masterku.
“Aku
sudah pernah bilang padamu kalau aku menyerah untuk memintanya pacaran denganku
kan?” tanyaku lagi.
Ia berusaha mengingatnya lalu kemudian mengangguk. “Aku memang sudah menyerah dan saat ini kami mulai berteman baik, aku
tahu ini nggak baik untukku tapi...”
“Yokatta!” gumam Minami, kulihat ia tersenyum
lega.
“Eh?”
“Meskipun
cuma temenan kau pasti senang sekalikan? Sebaiknya kau segera minta foto
barunya, apa kau tidak merasa kalau memotret foto posternya itu memalukan? Kau
mirip stalker tahu!”
Tak kusangka Minami akan
bereaksi seperti ini. “Hmm.. you not
angry with me?”
“Kenapa
aku harus marah? Kupikir kau sudah selangkah lebih dekat untuk mencuri
hatinya,” gumamnya.
Jawaban Minami benar-benar mengejutkan, kupikir ia akan merasa kesal padaku dan
Aomine. Sebenarnya rasa kesalnya muncul karena Aomine selalu mengabaikanku dan
kepala cowok itu hanya dipenuhi dengan basket dan majalah dewasa. Semakin
dipikirkan Aomine memang cowok berandalan.
Tapi saat ini rasanya
agak percuma, karena setahuku Aomine menyukai Satsuki Momoi. “Menurutku sih sebaliknya..”
Minami mengerutkan
dahinya dan menatapku ingin tahu. “Hmmm...
what are you talking about?”
“Daiki-kun
itu suka pada Satsuki Momoi, manajer klub basket..”
“Ohh,
wajar saja sih... Satsuki-chan memang memenuhi kriteria Aomine kalau
dibandingkan denganmu sih, jauh sekali... bukankah sejak awal kau sudah
mengetahui hal ini?”
Shit! Dia mengatakannya
dengan sangat jelas. “Lagi-lagi kau
mematahkan semangatku Mina-chin...” protesku setengah kecewa.
Minami terkekeh pelan. “Tak apa... bukankah sejak awal kau tahu
kalau usahamu memang mustahil untuk dilakukan, tapi kau tak pernah menyerah dan
menembaknya sampai lima kali. Kau tahu... tak ada wanita yang berani
melakukannya, kalau Aomine tak suka padamu ya nggak masalah, tapi dia nggak
berhak melarangmu untuk menyukainya!”
Lagi-lagi kata-kata
penyemangatnya muncul. Minami benar, setidaknya aku masih punya sedikit
kesempatan. “Mina-chin... kurasa aku
ngefans sama kamu deh,”
“Aku
tahu, tapi sekarang aku nggak punya recehan dan kau harus kerja full time
karena tadi sudah bolos untuk menemui Aomine,”
“Mine-chin
kau kejam!!!”
“Aku
terkejut kau baru menyadarinya sekarang, baka,”
“Bercandamu
gak lucuuu!!!”
****
Kurasa aku beruntung
karena hari ini masih memiliki kekuatan untuk mengerjakan tugasku sebagai
perwakilan ketua osis padahal bisa kurasakan tubuhku semakin berontak dan
terasa semakin hangat, kurasa fluku telah menjadi semakin parah.
Satu hal yang membuatku
merasa senang. Meskipun awalnya aku sama sekali tak menyangkanya, sekarang aku
dan Aomine bisa berbicara satu sama lain didepan teman-teman kami. Awalnya
kupikir rasanya pasti akan sangat aneh, yah buat orang yang tidak mengetahui
hubungan ‘pertemanan’ kami pasti akan merasa aneh saat tiba-tiba melihat kami
saling bertegur sapa.
Bahkan akhir-akhir ini
aku merasa Kazuhara-kun juga mulai merasakan sesuatu yang janggal, ia bahkan
sampai bertanya padaku, kurasa dia merasa kedekatanku dan Aomine tampak
mencurigakan. Meskipun ia tak mau mengakui bahwa ia ‘kepo’ mode on, untungnya ia
tetap percaya kalau kami tidak pacaran. Huh! Apa yang kupikirkan? Aku dan
Aomine memang bukan pasangan kekasih!!
“HATSYIIIII!!!!
Damn! Kurasa aku akan
mati!! Tubuhku mulai terasa semakin lelah dan fluku pun masih belum bisa
dihentikan. Tapi aku masih harus membantu mengangkut kotak-kotak ini kestand
lainnya.
“(Y/N)
cchi!!!”
Kulihat Kise berlari
mendekatiku. “Kise kun? Nani?”
balasku. Baru saja aku akan menaiki tangga selanjutnya saat Kise muncul mendaki
anak tangga dan menghampiriku.
“Kau
mau kemana membawa barang sebanyak ini?” tegurnya lalu merampas semua barang itu dari tanganku.
“Cho-chotto
matte yo!!” kutarik
lagi kotak itu dari tangannya.
“Iiee...
kau sedang sakit kan?”
gumamnya lalu meletakkan telapak tangannya dikeningku. “Tuh, badanmu panas.. pasti karena kemarin kehujanan kan? Lihat kau
pakai masker pasti ingusmu banyak sekali,”
“Nggak!
Aku baik-baik saja!”
gumamku lalu beranjak menjauhinya dan mulai menaiki tangga selanjutnya. “Kalau kau ingin membantu, kau bisa menyiapkan
persiapan memandu siswa-siswa yang akan datang besok untuk melihat-lihat
sekolah kita,” saranku.
“Cih!” decaknya lalu beranjak mengikutiku.
Ia kembali merampas kotak barang-barang itu dari tanganku. “Iie..jangan keras kepala begitu, kalau kau terlalu capek besok kau
nggak akan bisa datang ke festival,” gumamnya sambil tersenyum manis dan
berjalan menaiki tangga meninggalkanku. “Biarkan
aku membantumu ya?”
Shit! Kenapa aku malah
tersipu malu mendengar kata-katanya. “Padahal
kau cuma ingin kabur dari divisimu sajakan?” tebakku.
Kise telah sampai
dipuncak tangga, ia tersenyum dan menungguku hingga langkahku sampai dipuncak
tangga. “Sepertinya kau sudah tahu isi
kepalaku ya?”
“Kalau
begitu yang keras kepala itu kau kan? Kembalilah kedivisimu, mereka
membutuhkanmu..”
“Shiranai!” potongnya, ia mendekatkan wajahnya
padaku. “Apa kau tidak sadar? Aku masih
merasa sedih karena kemarin kau menolak bantuanku dan hari ini kau membuatku
bekerja didivisi yang berbeda denganmu... aku kemari karena aku ingin
menemuimu...”
“Ki-Kise!
Kau terlalu dekat, mundurlah..”
“Aku
akan mengikuti permintaanmu... tapi ada syaratnya...”
Meskipun aku mundur
beberapa langkah hingga punggungku terbentur dinding tapi Kise masih tak
menjauhkan dirinya dariku. Dia benar-benar merepotkan. “Nani?”
“Aku
akan pergi membantu yang lain tapi kau harus memberiku French Kiss...”
Kise menyunggingkan
senyuman isengnya dan menatapku penuh kelicikan, sekejap aku merasa ia mirip
seseorang. “BAKA!” gumamku lalu
mendorong tubuhnya dan kembali menuruni tangga.
“Hah??
Oy senpai!! Chotto matte!! Kau mau kemana?? Jangan kabur!!”
“Aku
masih ada kerjaan lainnya, Kise-kun saja yang antar kotak-kotak itu keruang
3-2,”
“(Y/N)
cchi!! Aku tak tahu tempatnya,”
“Naik
tangga lagi lalu belok kanan dan serahkan itu pada Minami,”
“Hei...
apa kau marah padaku?”
“Kalau
kau tidak mengantarnya keruang 3-2 kurasa aku akan merasa kesal padamu,”
Kise terkekeh geli. “Jangan khawatir, setelah mengantar ini aku
akan segera menemuimu,” gumamnya dengan senyuman lebar. Aku pun
meninggalkannya pergi.
Tapi aku sama sekali tak
mengetahuinya. Aomine Daiki dan Satsuki Momoi sedang berjalan dikoridor itu
dengan membawa banyak barang ditangan mereka ternyata mereka telah melihat
adeganku dan Kise. Kise memberi senyuman manisnya pada dua orang mantan anggota
Kiseki no Sedai itu.
“Kise...” gumam Satsuki tak percaya, ia
berjalan mendahului Aomine dan menghampiri Kise. “Sugoi!! Bisa-bisanya kau menggoda senpai seperti itu, kau tidak merasa
malu? Bagaimana kalau ada yang lihat?” tanyanya takjub.
“Kenapa
harus malu? Dia terlihat sangat manis saat merasa kebingungan ketika
menghadapiku.. aku jadi tak bisa berhenti menggodanya,”
“Bukannya
itu kekerasan seksual?”
“Bukan-bukan!
Tentu saja ini bukan kekerasan seksual, benarkan Aominecchi?”
“Apa
maksudmu?”
“Eh?
Jangan pura-pura tidak paham begitu! Padahal kau juga suka mengintimidasi orang
lain dengan auramu itu...”
“Tch..
kalau begitu kau tidak perlu mengcopy auraku jugakan? Kalahkan dia dengan
auramu sendiri...”
Kise terdiam sejenak,
kata-kata Aomine membuatnya kesal tapi ia berusaha mengontrol emosinya. Satsuki
menatap kedua pria yang sedang berhadapan itu dengan penuh kebingungan. “Kalian lagi ngomongin apaan sih? Kise-kun?
Dai-chan?”
“Hmm...
untuk apa aku mengcopymu, kurasa itu bukan cara yang bagus untuk melawanmu,”
“Tch...
bukankah titel sebagai ‘mesin fotokopi’ terhebat di Kiseki no Sedai itu
milikmu? Kupikir kau akan mencoba mengalahkan dia dengan mengcopy diriku sama
seperti pertandingan dulu,”
“Hmm...
ya, ya, ya, kau benar juga aku baru ingat kalau kau merasa sangat kewalahan
ketika menghadapiku saat Winter Cup tahun kemarin. Apa kau khawatir aku juga
akan melakukannya lagi tahun ini?”
“Tch,
lakukan saja sesukamu... lagi pula keahlianmu itu tidak akan berpengaruh
banyak,”
Kise tertawa tertahan. “Hmmm... jangan khawatir! Kali ini aku akan
serius... aku nggak akan mengcopy siapapun untuk hal seperti ini...”
Aomine menatap Kise
tanpa ekspresi lalu ia menghela napas dalam-dalam. “Urusai.. Satsuki ayo kita harus segera pergi kegelanggang basket..
Kise harus segera menyelesaikan pekerjaannya,”
“Jja.. kalau gitu sampai nanti!”
Kise berlari menaiki tangga lagi meninggalkan Aomine dan Satsuki.
Satsuki menatap Aomine
dengan tatapan curiga. “Kalian berdua
ngapain sih? Berantem ya?” tanyanya ingin tahu.
Aomine berjalan mendahului Momoi, ia tampak tenang. “Iie..
Kami baik-baik saja kok... tapi dia itu emang tukang fotokopi paling menyebalkan,
hampir saja aku menendangnya ...”
Momoi tersenyum penuh
arti. “Hhee... Kau masih suka
menyiksanya seperti di SMP dulu... kalian berdua sebenarnya cocok satu sama
lainkan? Harusnya kau mengakuinya,” godanya.
“Tch!! Maaf
saja, aku sama sekali nggak minat main anggar...”
****
#NB : It was always happened
to me... Kemarin saat menulis chapter 9 aku langsung gak sabar pengen nulis
chapter 10, sekarang chapter 10 udah kelar jadi gak sabar pengen bikin chapter
11! Festival bunkasainya lama bangeet ya reader chan??!! Untuk part dalam
chapter ini aku mendengarkan lagu cover dari penyanyi baru korea, namanya Grace
dia baru debut dan suaranya benar-benar bikin perasaanku fresh saat sedang
memikirkan plot untuk chapter ini, judulnya Sorry by Justin Bieber versinya
korea, jadi buat korean lovers musti dengerin :) bagi yang penasaran bisa langsung cuss ke link ini Justin Bieber - Sorry Korean ver. by Grace.
(Beneran deh ini bukan promosi :))
Previous Chapter Next Chapter
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteLanjutin dong hhee makin curious aja nih :3 cant wait for chapter 11 !!!
ReplyDelete