Thursday, 9 June 2016

Perfect Punishment (Levi Ackerman x Reader) - Chapter 06

BY Unknown IN No comments



 Perfect Punishment
(My Editor is a Devil)

Cast : Levi Ackerman x Reader
Genre : Romance, Mature
Language : Mix (Bahasa Indonesia - English)

Chapter 6

Jam menunjuk pukul enam pagi dan matahari sudah muncul diufuk timur. Semalam aku tak bisa tidur nyenyak. Aku hanya berbaring dan terus berguling diatas kasurku, sepanjang malam menikmati jantungku yang berdebar kencang karena takut hari akan menjelang pagi dengan cepat.
 
Aku masih tak punya jawaban bagus untuk kuberikan pada Levi Ackerman. Aku ingin menolak ajakan kencan itu namun ‘penelitian’ yang dimaksud Levi memancingku untuk menerima ajakannya. Tapi saat aku merasa mantab untuk menerima ajakan kencan itu aku kembali merasa was-was, damn... Levi Ackerman itu editor sekaligus bosku kan?

Berkencan dengan editor ataupun bos bukanlah sesuatu yang patut dicoba. Bagaimana kalau hubungan kami tiba-tiba memburuk karena kencan yang tak berjalan lancar? Hal itu akan mempengaruhi pekerjaan kami dan aku yakin dia akan menyiksaku lebih dari yang sebelumnya.

Terdengar ketukan dipintu kamarku dan pintu itu terbuka, Joy muncul diambang pintu dan menatapku yang masih terbaring malas diatas kasurku. “Kau sudah bangun?” tanyanya.

“Hmmm... yeah, tepatnya aku terjaga semalaman,” gumamku lalu duduk dikasurku dan menguap lebar.

“Geezzz... kau ini, kalau kau butuh istirahat aku bisa menelepon kantormu dan bilang kalau kau sakit...” tawarnya. Tampaknya Joy berubah pikiran dan mulai mengasihaniku.

“Tak perlu, aku akan menelepon sendiri...” tolakku sambil mengamati jam wekerku. “Sebaiknya kau cepat bersiap, bukankah pagi ini kau harus kembali ke asrama?”

“Hmm, yeah... aku masih punya sedikit waktu mau kubuatkan sesuatu?” tawarnya lagi.

“Nope,” tolakku sambil menggeleng pelan lalu beranjak menuju kearahnya. “Terakhir kali kau menyuguhiku dengan pancake, aku harus terbaring selama seminggu di kamar dan tak bisa melanjutkan tulisanku, kali ini biar aku yang buat sarapan,”

Aku pun beranjak dan berjalan keluar dari kamarku sementara Joy memanyunkan bibirnya. “Hei kau masih tak percaya padaku ya, aku sudah belajar memasak selama musim panas ini... kalau hanya pancake aku bisa membuatnya...” rengeknya lagi sambil berjalan mengikuti langkahku menuju dapur.

“Ah~ yah aku percaya,” gumamku sambil mengeluarkan peralatan masak dan bahan dari dalam lemari penyimpanan.

“Really?!” pekik Joy senang. “Kalau begitu aku yang akan membuat...” serunya riang sambil bergelayut manja dipunggungku.

“No...sebaiknya kau segera bersiap, tiga puluh menit lagi bus mu datang,” tolakku lagi lalu berbalik menatapnya dan mendorong punggungnya agar menjauh dariku. “Aku tak ingin kau terlambat kembali ke asrama, sana mandi,”

“Tch...” Joy memanyunkan bibirnya sambil menatapku tajam lalu beranjak menuju meja makan dan meraih apel yang ada dalam keranjang kecil, ia menggigitnya. “Hei... kau tak ingin cerita padaku tentang pria yang mengantarmu pulang saat kau mabuk?” tanyanya.

Aku sedang memecahkan telur sebagai campuran adonan pancake saat Joy mengungkit lagi masalah itu. “No... it’s not your business, it’s our secret,” gumamku.

Joy tampak tak perduli ia duduk dikursi sambil terus memakan apelnya. “Hmmm... he’s handsome and look so nice, kalau kalian tak pacaran bisa kah kau mengenalkannya padaku?”

Kutarik napasku dalam-dalam saat mendengar kata-katanya. “What do you mean?”

“Ummm... kau tahu, aku ingin mendekatinya,”

Kubayangkan saat-saat Levi Ackerman menyiksaku sebagai pelayannya dan kubayangkan lagi jika adikku yang ada dalam posisi itu. “Sebaiknya kau tidak berurusan dengan Levi Ackerman, kau tak akan tahan dengannya,”

“Ow.. jadi dia Mr. Ackerman? Bisa kau ceritakan padaku tentangnya....”

Kuletakkan sendok adonan dimangkuk dan berjalan mendekati Joy. “No... I’m done with him,” Ku ambil apel itu dari tangan Joy dan memaksanya berdiri. “Please stop questioning me and you better go wash your self now, come on lazyass sana pergi mandi!” gumamku lagi lalu mendorongnya keluar dari dapur.

“Aaah~~ (Name) please tell me...” rengeknya lagi namun kuputuskan untuk tidak menghiraukannya. Aku sedang tak ingin memikirkan Levi Ackerman. Shit. Hanya karena ajakan kencan itu, dia berhasil membuatku tak bisa tidur semalaman.

****

Aku baru saja selesai mandi saat Joy berteriak dari ruang tamu apartemen. “(Name)! Aku pergi dulu!” pekik Joy lalu terdengar suara langkah kakinya berlari disepanjang koridor apartemen.

“Take care on the way!!” gumamku saat keluar dari pintu kamarku untuk melepas kepergiannya.

“Oh ya I almost forgot about it, tadi saat kau mandi teman sekantormu telepon, kau diminta meneleponnya balik,” gumam Joy sambil memasang sepatu ketsnya.

“Siapa?”

“Umm... kalau tak salah namanya Petra!”

Petra? Kupikir Levi yang meleponku, geeezz... kenapa aku malah mengharapkan sesuatu yang jauh seperti itu??? Come on (Name) dia itu editormu apa yang kau harapkan darinya?

“Kalau gitu aku pergi sekarang ya... byee!” pekiknya dari pintu apartemen lalu terdengar bunyi pintu menutup.

“Okay, see you next weekend!”

Aku pun segera beranjak menuju sofa dan meraih telepon rumah lalu duduk santai sambil memencet nomor telepon Petra. Terdengar bunyi telepon yang menyambung lalu tak lama kemudian suara Petra terdengar dari seberang telepon.

“Hi Petra what’s going on?” sapaku.

“(Name) I need your help!” gumam Petra panik.

“O-okay. Ada apa?”

“Bisakah kau datang ke kantor pagi ini? Aku kehilangan file penting untuk rapat hari ini, bos akan marah besar padaku, kemarin aku memakai notebookmu untuk mengerjakan beberapa laporan dan menyimpan beberapa file disana, aku ingin memeriksanya siapa tahu kau menyimpan backup-nya,”

“Kapan rapatnya?

“Jam sebelas ini, aku dan bos akan pergi ke divisi dua di lantai sebelas untuk mengikuti rapat bulanan,”

“Oh, I got it, aku akan segera berangkat, jangan khawatir,” Kututup telepon itu dan segera beranjak menuju lemariku. Padahal aku berencana untuk tidak masuk kerja, sekarang aku malah harus berangkat ke kantor sepagi ini.

****

Diperjalanan menuju halte bis aku mampir disebuah cafe langgananku dan memesan kopi. Pagi yang dingin dan tampak tak bersahabat. Hujan tadi pagi telah meninggalkan genangan air diberbagai tempat dan saat sedang berjalan dengan santai disepanjang trotoar sebuah mobil sport berhenti mendadak didekatku.

Genangan air menyiprat kebagian bawah rokku dan membasahi sepatu juga stoking yang kupakai. “Hai (Name)!” pekik Jean dari dalam mobil. Ia tersenyum lebar dengan wajah kudanya itu.

“What you think your doing to me horse face!!” gumamku tertahan setelah Jean menurunkan jendela mobilnya.

“I’m sorry...” gumam Jean cuek. “Hei... sepertinya kau sudah cukup basah dibawah sana,” gumamnya iseng.

“Oh shut up,” geramku sebal lalu mulai membersihkan stokingku dengan tisu.

Jean keluar dari mobilnya dan menghampiriku, ia tampak kikuk. “Hei.. I’m sorry... are you mad?”

“Kau pikir apa?” geramku lagi dengan wajah berkerut sebal.

Jean mencubit pipiku, saat kutepis tangannya dia hanya tersenyum lalu membukakan pintu mobilnya. “Come on...” pintanya. “Sebagai permintaan maaf please...?”

“Tch, kau pikir aku tak bisa membukanya sendiri?” gumamku.

“Ayolah jangan marah terus, aku akan membantumu mengeringkannya jika kau masuk kedalam,” gumamnya lagi lalu memaksaku masuk kedalam mobilnya.

Aku pun mengikuti keinginan Jean dan masuk kedalam mobilnya. “Apa yang kau lakukan disini?” tanyaku setelah Jean masuk kedalam mobil dan mulai menyetir mobilnya.

“Kebetulan aku ada perlu disekitar sini lalu kulihat kau keluar dari cafe itu. Apa kau berencana pergi ke kantor sepagi ini?” tanyanya.

“Hmm, yeah... Petra memintaku untuk datang lebih pagi,” gumamku pelan lalu meminum kopiku. “Wanna have some?” tanyaku sambil menyodorinya gelasku.

Jean yang sedang menatapku langsung menggeleng. “Oh.. No, perutku lagi sensitif...” tolaknya. Lalu kami berdua kembali terdiam. “Hey (Name)... are you okay?” tanyanya lagi.

“I’m fine, why?”

“Umm, nothing I just... ah... just forget about that,”

“You weird... what was that? Beritahu aku atau aku tak akan mau mendengar curhatmu tentang Mikasa lagi,”

“What? Kau kejam sekali,” Jean terkekeh pelan lalu kembali terdiam. “I have some quetion for you? Umm... sebenarnya aku ingin tahu apa yang terjadi selama pesta penghargaan kemarin,”

Kutolehkan wajahku pada Jean, ia tampak fokus menatap jalan. “Why? Bukankah aku sudah cerita pada kalian?”

“Hmmm... yeah you right but... aku masih penasaran, apa benar tidak terjadi sesuatu antara kau dan bos malam itu?”

“W-what do you mean?”

“Hmmm, kemarin kau bilang kalau kau mabuk berat... apa dia yang menyuruhmu meminum semua bir itu? Aku terus memikirkannya dua hari ini, mengingat dia selalu memaksamu mengerjakan berbagai hal, aku hanya ingin memastikan kau baik-baik saja,”

“Oh itu... sebenarnya... aku meminum semua minuman beralkohol itu karena kemauanku sendiri bos tak ada hubungannya dengan hal itu, setidaknya aku minum lima gelas... aku sedikit lupa,”

“Oh shit... seriously?” gumam Jean lalu terkekeh nyaring. “You moron, kau kan tak bisa minum begituan, hahaha aku kasian pada bos...” pekiknya nyaring.

“Hei! Stop laughing it’s not funny!”

“Ahahahaha. I’m sorry... semoga saja kau tidak berbuat sesuatu yang dapat membuatnya shock. Mengantarmu pulang saat mabuk pasti membuatnya kerepotan,”

“Aku tahu sih itu salahku! Sebenarnya dia sudah memperingatkanku, tapi aku malah.... ah, mengingatnya saja membuatku malu. Kuharap malam itu aku tak mengatakan sesuatu yang buruk tentangnya,”

Jean terkekeh lagi lalu membanting stir kekiri saat masuk pertigaan jalan. “Yeah mengatakan sesuatu yang buruk pasti lebih baik dibanding menyerangnya, kalau jadi kau aku tak akan berani menatap langsung wajahnya itu sungguh sangat memalukan,” gumam Jean sambil terkikik geli.

“Shut up horse face, aku bahkan tak memikirkan hal ini sebelumnya kenapa kau malah mengungkitnya sekarang!”

“Sorry I just can handle this... it sounds really fun,”

“Seems like you really wanna taste this hot one,” gumamku sambil menyodorkan gelas kopiku yang masih panas kearahnya.

Jean mulai panik dan mendorong gelasku menjauh darinya. “Okay-okay, calm down please... okay aku akan berhenti tertawa.. hmmpph!!” gumamnya namun wajahnya masih terlihat seperti sedang mengejekku.

Kami berdua terdiam lagi sementara aku mulai memikirkan lagi kejadian setelah pesta dimana Levi justru mengajakku pergi kencan, kata-kata Jean sangat tak sesuai dengan yang telah terjadi padaku. “Sebaiknya kau tidak membahas ini dengan yang lain,” gumamku setelah kami terdiam selama delapan menit.

Jean menatapku lalu tersenyum manis. “Dont worry, I’ll do anything you want... ah, kita sudah sampai, sepertinya tepat waktu...” gumam Jean sambil memeriksa jam tangannya. “Aku tak mau mendapat giliran membersihkan toilet, semoga bos belum datang,”

Setelah memarkir mobil, kami pun keluar dari mobil dan masuk kedalam kantor. Lobby tampak masih lengang namun beberapa orang hilir mudik menuju kantornya masing-masing. Aku dan Jean langsung menuju lift.

Kulihat sosok yang sangat kukenal sedang berdiri didepan lift, ia tampak sedang mengobrol dengan seorang pria yang tak kukenal. Meskipun sedang asyik bicara dia menolehkan tatapan mematikannya kearahku dan Jean. Tatapannya seketika membuatku hampir membatu.

“Hei, kau melupakan bagelmu...” gumam Jean. Ia berjalan mengiringiku dengan sepotong bagel terselip dimulutnya. “Sorry I’m hungry...” gumamnya lalu terkekeh saat kami sedang berjalan menuju ke arah Levi Ackerman.

“Bukankah kau bilang perutmu sedang sensitif?” keluhku lalu mengambil bungkusan yang disodorkan Jean padaku.

“Aku tak sempat sarapan, lagi pula tadi kau menawariku kopi... ah!” Jean segera menarik bagel dari mulutnya lalu menegapkan tubuhnya ia menatap lurus ke arah Levi Ackerman. “Good morning.. boss,” gumamnya gugup.

Levi menatapku sekilas saat aku menyapanya lalu ia bergumam pelan. “Morning,” jawabnya tanpa ekspresi.

Pintu lift terbuka dan kami pun masuk kedalam box kecil itu dan Levi memencet tombol dengan angka sepuluh. Kami terdiam awkward selama beberapa menit lalu pintu lift terbuka dan koridor lantai lain dan beberapa orang yang naik lift bersama kami segera keluar.

Begitu tiba di lantai sepuluh pintu menjeblak terbuka dan Levi Ackerman keluar lebih dulu diikuti aku dan Jean. Entah kenapa aku merasa sedikit aneh saat melihat tatapan Levi sebelum kami naik lift tadi.

“(Name),” panggil Levi suaranya membuat jantungku hampir melompat dari tempatnya. “Aku ingin segelas kopi dimejaku lima menit lagi,” gumam Levi saat kami berjalan masuk kedalam ruangan.

“Ah, okay boss...”

“Kirschtein... sepertinya hari ini Jaeger tidak masuk, gantikan tugasnya untuk membersihkan dan menata ulang kabinet diruang arsip,”

“O-okay boss, syukurlah bukan toilet,”

“Hmmm? Ah.. kau ingin membersihkan toilet juga? Kau boleh melakukannya karena hari ini Arlert juga tidak masuk,”

Jean menatapku dengan wajah bingung. “Shit,” bisiknya tanpa suara. Aku hanya bisa terkekeh pelan tanpa suara.

Kulihat Petra sedang duduk dikursinya dengan wajah panik dan Levi segera menghampirinya. “Petra, segera siapkan bahan untuk rapat hari ini, aku ingin membahasnya denganmu dulu pergilah ke ruanganku,” pintanya. Petra mengangguk mengiyakan.

Setelah Levi masuk kedalam ruangannya, aku segera menghampiri meja Petra. “Syukurlah kau datang tepat waktu!” pekik Petra dengan suara tertahan.

“Ada apa?” tanya Jean.

Kukeluarkan notebook ku dan menyerahkannya pada Petra agar dia bisa membongkarnya. “Petra menghilangkan file penting untuk rapat hari ini,” jawabku.

“Oh shit ... bagaimana bisa? Apa kau tak sengaja menghapusnya?” gumam Jean ia tampak khawatir dan mulai memeriksa komputer Petra.

“Entahlah, aku sudah memeriksa semua file yang ada didalam sini tapi tak bisa menemukannya, aku Cuma punya file kotornya saja... kalau kubuat ulang waktunya tak akan sempat,” Petra tampak panik saat mencari-cari filenya di notebook milikku.

“Calm down, apa kau bisa menemukannya didalam sini..?” tanyaku sambil ikut mengamati kegiatan Petra. Ia membuka beberapa folder file miliknya yang kadang ia simpan di notebook ku.

“Oh my god, there’s nothing here... I can’t find them!”

“Calm down, cari saja pelan-pelan coba kau ingat-ingat lagi...”

“Hei (Name), pergilah membuat kopi sebelum bos mencarimu, aku akan membantu Petra mencarinya,”

“Umm, okay..”

Aku pun pergi keruangan istirahat dan membuatkan secangkir kopi untuk Levi. Butuh waktu sekitar lima menit untuk menyeduh kopinya dan waktu selama itu cukup untuk membuat Levi Ackerman keluar dari sarangnya. Saat akan kembali ke ruangan kerja kulihat Levi sudah ada di meja Petra sementara Jean telah kembali ke mejanya sendiri.

Tak lama kemudian Petra berjalan mengikuti Levi masuk kedalam ruangannya, aku pun menghampiri Jean. “Ada apa? Kenapa bos mengajak Petra ke ruangannya, apa dia sudah tahu situasinya?”

“Yeah... bos sudah tahu kalau filenya hilang, mungkin Petra akan dieksekusi,”

“What? No way! Stop joking horse face, it’s not funny!”

“I’m not joking, just go ahead... tadi dia keluar dari ruangannya untuk mencarimu karena kau lama membuat kopi untuknya,”

Aku pun beranjak menuju ruangan Levi dan mengetuk pintunya, terdengar suara Levi menyambutku. “Ah, akhirnya... apa kau perlu waktu sejuta tahun hanya untuk membuat secangkir kopi saja? kau membuatku menunggu begitu lama,” gerutunya sebal saat melihatku masuk kedalam ruangan kerjanya.

“I’m sorry sir, aku harus memanaskan airnya dulu,” gumamku beralasan.

“Tch, bawa kemari..”  pinta Levi.

Kulihat ia sedang berdiri dibelakang Petra yang sedang duduk disalah satu sofa, ia tampak sedang mengetik sesuatu. Kusodorkan nampan berisi cangkir kopi itu pada Levi dan ia meraihnya lalu langsung meminumnya tanpa babibu.

“What is it, shitty brat? Are you trying to kill me? It tastes like shit, you know..” gumamnya dengan dahi berkerut.

“It will taste good if you put a little bit of sugar on your coffee, Mr. Ackerman...”

“Tch...” decaknya lagi lalu meletakkan cangkir ke atas nampan. “Jangan lupa masukkan tiga blok gula sebelum kau menyodorkannya padaku, oke?”

“Okay... kalau tak ada sesuatu yang kau inginkan lagi, aku akan kembali ke mejaku,” kuletakkan cangkir kopi dan memasukkan tiga blok gula kedalam cangkirnya sebelum beranjak pergi.

“Hmmm, cobalah untuk membuat cerita yang bagus... aku tak ingin memeriksa karyamu yang jelek,” gumamnya sambil menatapku tajam.

“Okay don’t worry!”  gumamku santai lalu membuka kenop pintu.

“Oi,” panggil Levi. Aku berhenti sejenak dan berbalik menatap Levi. “Ada yang ingin kubicarakan denganmu setelah pekerjaan hari ini selesai..”

Aku tertegun saat mendengar kata-katanya. “Is that an important things... sir?”

Levi beranjak menuju kearahku tanpa sedikit pun mengubah ekspresi wajahnya. “Something like that,” gumamnya pelan. Aku pun terdiam dan hanya bisa menatap dasinya karena teringat kata-kata Jean saat kami berada dimobil tadi pagi. “Kembali lah bekerja, ah... aku ingin kau merapikan ruangan ini selama aku pergi, oke?”

“Okay, I’ll organize them later,” gumamku lalu beranjak keluar dari ruangan Levi.

****

Aku baru selesai membereskan ruangan Levi saat Reiner dan Bertholt muncul di kantor siang itu, mereka baru saja kembali dari ekspedisi lapangan. Ia membuat beberapa kegaduhan dan langsung menyapa Christa, gadis pujaannya.

Bertholt sedang mengobrol dengan Mikasa, Jean, Conny, Sasha, Annie dan Ymir, saat itu  sudah hampir waktunya istirahat makan siang. Sudah dua jam berlalu sejak Levi dan Petra pergi untuk rapat bersama divisi dua di lantai sebelas.

Kusapa teman-temanku dan ikut bergabung untuk mengobrol bersama mereka. “Hari ini ada rapat masalah keuangan di lantai sebelas kan?” gumam Bertholt.

“Hmm, yeah Mr. Ackerman dan Petra pergi sebagai perwakilan,” jawab Annie. “Tapi tadi kulihat wajah Petra tampak sedikit pucat, apa dia sakit?”

Jean beranjak untuk menarik kursi yang ada didekat mejanya dan membawanya kedekat mejaku lalu duduk sambil memeluk punggung kursi. “Itu karena Petra sudah menghilangkan file penting untuk rapat, bagaimana nasibnya nanti ya?”

“Ah, file penting keuangan yang sudah dia susun selama dua hari itu hilang?” pekik Conny. “Apa Mr. Ackerman tahu soal ini?”

Jean mengguk mengiyakan. “Dia tahu tapi tak bereaksi apapun, waktu keluar dari dalam ruangannya untuk mencari (Name) dia langsung mendatangi meja Petra. Petra hampir menangis saat melihat bos tapi bos malah menyuruhnya segera masuk ke ruangannya, entah apa yang ia lakukan pada Petra,”

“You know... Aku lebih suka melihat bos memarahi stafnya daripada melihatnya bersikap lebih tenang dari biasanya,” gumam Mikasa. “Sikap diamnya malah kelihatan lebih mengerikan daripada terkena lempar segumpal kotoran tepat diwajah,”

“Ow, what’s that? You’re disgusting Mikasa!” pekik Sasha jijik, ia sedang memakan Pockynya. Bertholt terkekeh pelan di kursinya.

“Maksudku bukan kotoran sungguhan, bos memang sering mengatakan hal-hal yang tak pantas untuk diucapkan, bahkan penulis saja susah payah berusaha untuk menyensor kata-katanya, kau lupa ya?” jelas Mikasa.

Sasha tertawa sambil menepuk-nepuk punggung Mikasa. “I know, I know... I’m just joking around don’t be mad Mikasaa~”

“Kalau bos tidak membantu dalam rapat itu, Petra pasti kena bantai,” gumam Conny.

“Yeah, ini rapat pertamanya dengan Mr. Ackerman dan staff lain kan? Apa dia akan baik-baik saja ya?” gumam Jean.

“Kalian terlalu memikirkannya, dia pasti baik-baik saja,” gumamku pelan. Semua orang terdiam dan menatapku dengan pandangan bingung. “Apa? Aku salah bicara ya?”

Jean, Mikasa dan Sasha menggeleng cepat. “Kau adalah orang yang paling sering kena siksa, tapi kau malah bilang Petra akan baik-baik saja, apa kau ini masokis?” gumam Annie.

“Eh??? Kenapa mikir begitu sih? Pekerjaan Petra tak ada hubungannya denganku, lagi pula Petra selalu bersikap baik mana mungkin Mr. Ackerman menyiksanya, meskipun aku tak begitu yakin sih, tapi masa iya bos akan menjatuhkan stafnya di depan divisi lain,”

“Kau benar juga, masalah utamanya kenapa filenya bisa hilang? Petra tak pernah melalaikan tugasnya apa mungkin ada yang menyabotase pekerjaannya?” gumam Annie.

“Hmmm... kenapa kau berpikir begitu?” gumam Jean.

“Maksudmu... salah satu dari kami kemungkinan menyabotase pekerjaan Petra, begitu?” gumam Ymir yang sejak tadi hanya mendengarkan obrolan.

Annie menatap Ymir dengan tatapan tajam yang mematikan. “Aaah~ ini kan hanya kemungkinan saja, aku tak bermaksud menuduh kalian kok,” ralat Annie. Ymir masih menatap Annie dingin.

“Okay guys, sebaiknya kita berhenti membicarakan hal ini dan nanti tanyakan saja langsung pada Petra... ah! Aku belum membereskan sisa pekerjaanku,” gumam Bertholt, ia beranjak pergi meninggalkan obrolan kami yang masih menggantung.

Semua orang mulai bubar namun Jean masih terduduk santai dikursinya. Aku tahu ia sangat malas mengerjakan pekerjaannya. “Sebaiknya kau segera membereskan pekerjaanmu Jean.. hari ini kau dapat dua tugas tambahan kan,” gumamku padanya.

“Damn. Kenapa Jaeger dan Arlert harus bolos disaat seperti ini...” rutuknya lalu bangkit dari kursinya.

“Mereka ada tugas luar, apa kau lupa? Sudah jangan mengeluh lagi aku akan membantumu,” gumamku lagi lalu beranjak pergi menuju meja Petra untuk mengambil notebook ku.

“Hei Ymir, kau tidak bersama Christa?” tegur Jean saat ia mengembalikan kursi ketempatnya semula.

“Ah dia sedang membuat sesuatu di ruang istirahat, tapi kenapa lama sekali ya?”

 “Sebaiknya kau pergi mengeceknya karena Reiner tadi tampak sangat semangat saat mencarinya!” gumam Annie yang sedang membereskan berkas-berkas yang ada dimejanya.

Ymir pun beranjak pergi meninggalkan ruangan dengan wajah kesal. “Damn! Si mesum sialan itu...”

Aku sedang memeriksa beberapa file Petra dalam notebook saat mendengar suara pintu lift menjeblak terbuka dan seorang gadis cantik berambut semerah darah muncul dari dalamnya. Ia tersenyum manis dan langsung berjalan menuju ke arahku.

“Hai!” sapanya.

“Hai, can I help you?” tanyaku, aku terjebak dalam situasi dimana aku harus meladeni tamu yang tak kukenal. Seharusnya ini tugas Petra.

“Umm, I’m looking for Mr. Levi Ackerman ada hal penting yang harus kubicarakan dengannya,”

“Umm, kebetulan sekali dia sedang keluar untuk mengikuti rapat penting. Apa keperluan anda adalah sesuatu yang pribadi?” tanyaku lagi, kurasa aku tak begitu buruk untuk bekerja sebagai seorang sekretaris.

“Hmm, yeah some..”

Pintu lift kembali menjeblak terbuka membuat gadis itu berhenti bicara dan menoleh ke arah lift. Kulihat Levi dan Petra keluar dari dalam lift, mereka tampak sedang mengobrol santai.

“Ah, itu dia! Levi!” panggil si gadis, ia beranjak cepat menuju ke arah Levi dan langsung bergelayut manja di lengannya.

“Isabel?!” gumam Levi. “What are you doing in here?” Levi terlihat mulai panik.

“I need to talk to you... We got a big trouble,”

Levi kembali tampak tenang dan ia mengajak gadis bernama Isabel itu masuk ke dalam ruangannya. Sebelum pergi ia menatapku. “Already finish your shitty work, little brat?” tegurnya.

“Hmm yeah, almost,” jawabku mencoba tampak santai.

Levi tampak sedang berpikir dan menatapku sejenak. “Kita akan membicarakan masalah kemarin setelah yang satu ini selesai, oke?” gumamnya.

****
Continued to Chapter 7

0 comments:

Post a Comment