Friday, 28 October 2016

Mystic Messenger : Precious Devil #Part 03 [Jumin Han x Reader]

BY Unknown IN , 1 comment



Precious Devil
Part 3

Karakter         : Jumin Han (Mystic Messenger) x Reader
Genre             : Smut, Romance
Language     : Bahasa Indonesia Mix
Gambar         : Cheritz

“Bagaimana dengan kamarnya?” suara Jumin Han mengiang dikepalaku.

“Kami sudah menyiapkan kamar didekat kolam renang, biar kami bantu tuan...” jawab si pelayan.

“Tak perlu...” tolaknya.

Aroma cologne yang lembut menyapu hidungku, ia membantuku berjalan, berada dalam pelukan Jumin Han tak kusangka akan senyaman ini.  “Bagaimana dengan dokter Choi? Apa dia belum datang?”

“Sedang dalam perjalanan tuan,”

Karena lambat berjalan Jumin pun menggendongku dengan gaya bridal style dan langsung membawaku masuk kedalam sebuah kamar bercat putih yang sisi luarnya hanya dilapisi kaca besar yang dapat dibuka, kamar itu memiliki akses langsung ke kolam renang yang ada disebelahnya.

Jumin meletakkan tubuhku di atas kasur dengan sangat hati-hati. “Tuan apa yang terjadi?” tanya seorang pelayan.

“Tolong ganti bajunya dengan piyamaku, aku harus menelepon,” gumam Jumin lalu beranjak meninggalkanku bersama pelayan wanitanya.

Seorang pelayan muncul sambil membawakan piyama milik Jumin. Piyama tidur itu terbuat dari kain satin yang lembut dan terasa dingin dengan warna putih yang sangat bersih.

Pelayan itu membantu mengganti bajuku saat melihatku kesulitan menggerakkan anggota tubuhku sendiri. Baju yang kukenakan memiliki ukuran yang dua kali lebih besar dariku, celana panjang Jumin yang kupakai juga kedodoran ditubuhku.

“Apa kepala anda sakit nona?” tegur pelayan itu. Aku hanya menggeleng, yang kurasakan bukanlah rasa sakit seperti sakit kepala yang sering dialami banyak orang. “Apa anda ingin sesuatu? Akan saya ambilkan?” tanyanya lagi. Aku kembali menggeleng dengan kepala berat lalu berbaring asal diatas kasur yang terasa sangat nyaman itu. “Nona anda harus berbaring dengan benar...” tegurnya lagi saat melihatku mengerang kesakitan.

“Bagaimana keadaannya?”

Suara Jumin terdengar dari arah pintu, langkah kakinya yang ringan terdengar menggaung pelan dalam ruangan itu. Membayangkan ia sedang berjalan mendekatiku membuatku sedikit panik namun aku tak bisa berbuat apa-apa selain berbaring dengan posisi aneh yang menurutku sangat nyaman ini.

Si pelayan tidak berani menjawab Jumin, ia hanya mundur dan mempersilakan Jumin agar mendekati kasur. Ia mendekatiku dan memeriksa suhu tubuhku lagi. “Name... kalau berbaring seperti ini besok pagi lehermu bisa sakit...” tegur Jumin. Tangannya yang hangat menyentuh dahiku, membuat jantungku berdebar kencang.

Kutepis tangannya agar menjauh dariku, ia pun tampak terkejut. Meskipun rasanya sangat nyaman tapi aku tak boleh membiarkan hasrat menguasai tubuhku.

“Tuan, dokter Choi sudah datang...” seorang pelayan muncul bersama seorang pria  tua berkacamata. Dokter Choi adalah dokter pribadi keluarga Han yang sudah lama menolong kebutuhan medis keluarga ini.

“Jumin, apa yang terjadi?” tanya dokter Choi, ia berjalan dengan wajah penasaran saat melihatku meringkuk gelisah diatas kasur, merintih kesakitan. “Apa yang kau perbuat padanya?” tuduh dokter Choi.

“Kalian semua boleh pergi,” gumam Jumin pada para pelayannya, setelah semua pelayan pergi ia kembali menatap dokter Choi.

“Aku tak tahu apa yang terjadi padanya, kami baru saja pulang dari pesta tapi tiba-tiba saja dia bertingkah aneh.” Jelas Jumin.

Dokter Choi langsung beralih kesisiku dan memeriksa nadiku.

“Dokter tolong jelaskan padaku, apa ini penyakit masuk angin jenis baru? Tadi dia memakai pakaian yang agak terbuka sih... aku jadi khawatir dia...”

“Jumin, ini tak ada hubungannya dengan pakaian yang ia kenakan...” gumam dokter Choi.

Jumin mengerutkan dahinya saat menatap dokter Choi yang sedang memperbaiki letak kacamatanya. “Lalu... kenapa dia seperti kesakitan?”

“Aku ingin kau jujur, apa kau membubuhkan sesuatu pada makanan atau minumannya?”

Jumin menggeleng bingung. “Tidak, aku tidak memberinya apapun... rasanya kami makan dan minum seperti biasa...”

“Ini aneh, menurut pengalamanku kondisinya saat ini benar-benar berbahaya untuk tubuhnya, napas yang tak beraturan, detak jantung yang cepat, suhu tubuh yang naik dan sikapnya yang gelisah ketika kulitnya disentuh, ahh... ia juga pasti sangat kesakitan dan...”

“Tolong singkat saja..” potong Jumin.

Dokter Choi beranjak dari kasur dan menarik Jumin agar menjauh dari kasur. Ia bahkan berbicara dengan suara yang sangat pelan. “Kupikir kau memberinya sesuatu seperti... obat perangsang? Sepertinya ini tipe baru yang memiliki efek cukup kuat...”

“What?! No!!” Jumin memekik saking kagetnya. Ia bahkan tak bisa menutup mulutnya yang sedang terbuka.

“Oh... melihat reaksimu sepertinya memang bukan kau yang melakukannya, kalau dilihat dari kondisinya kurasa ini obat yang cukup kuat...”

“La-lalu ba-bagaimana...?” Jumin tampak gugup.

Dokter Choi menarik napas dalam-dalam. “Seperti yang kau lihat, jika tidak segera dibereskan dia akan merasa gelisah dan kesakitan selama beberapa jam, dia akan terus seperti ini hingga efek obatnya hilang dengan sendirinya..”

“Kapan tepatnya?”

“Entah lah, bisa semalaman... tergantung jenis obat dan kondisi tubuhnya...”

“Kalau begitu suntik dia atau beri dia obat dan semacamnya...”

Dokter Choi terkekeh geli. “Tak kusangka akan mendengar hal ini darimu, tadinya kupikir kau memang sengaja membawanya kesini supaya kau bisa bersenang-senang denganya hingga matahari muncul..”

“Dokter Choi!! Kata-kata anda... A-aku memang sengaja membawanya kesini karena kupikir tak aman membiarkannya sendirian di apartemen dengan kondisi sakit, tapi aku tak tahu sama sekali soal obat... yang kau maksud barusan,” Jumin menelan liurnya dengan susah payah.

“Ah, tak perlu khawatir... dia akan tenang setelah mendapat apa yang ia butuhkan...”

“Apa maksudmu?” geram Jumin.

Dokter Choi menatap Jumin dengan tatapan bingung. “Setelah semua penjelasan panjang lebar tadi kau masih tak paham dengan maksudku?” selidik dokter Choi, dari nada suaranya ia seolah sedang bercanda.

“Kau akan memberinya obat kan?” selidik Jumin.

Dokter Choi menggeleng sambil tersenyum penuh arti. “Obatnya cuma ada satu Jumin... kau akan melakukan hal itu padanya, atau kau bisa membiarkan dia seperti ini sampai besok pagi, tentu saja efek obat yang dirasakan setiap orang berbeda-beda kita lihat saja kondisinya besok, jika obatnya terlalu keras dia akan terus menderita selama efek obatnya belum hilang,”

“Apa tak ada cara lain?”

“Sudah kubilang, kau bisa membiarkannya saja, ini bukan sesuatu yang berbahaya kok kau tak perlu khawatir... kalau kau tidak mau melakukan s**s dengannya aku tak akan memaksamu...”

“Dokter!! I-ini bukan saat dimana kau pantas mengatakan hal seperti itu didepan pasienmu!” bentak Jumin gusar. Jumin melonggarkan dasi yang ia kenakan, ada semburat merah dipipinya. “Saranmu sungguh tidak masuk akal, apalagi kau seorang dokter...”

“Oh tadinya kupikir dia kekasih yang akan kau nikahi makanya kuberi saran yang lebih mudah... kurasa s**s bukan hal baru bagimu kan...”

Jumin mengerutkan dahinya geram, wajahnya sudah berubah merah. Dokter Choi berdeham sebelum melanjutkan kalimatnya.

“Hmm aku tak akan berkomentar macam-macam lagi, kalau begitu kau sudah memutuskan keinginanmu untuk tidak menyentuhnya, jadi aku tak perlu mengkhawatirkan gadis ini...”

Dokter Choi beranjak menjauhi Jumin lalu menatap kearah kasur.

“Aku harus pergi, beberapa jam lagi aku harus mengoperasi pasien... tolong kau urus dia dengan baik, dia akan mengerang kesakitan dan gelisah sepanjang malam, dia juga akan merasa lemas tak berdaya, kau harus mengawasinya dengan hati-hati...”

“Kau memberiku pilihan yang sulit...” gumam Jumin dengan dahi berkerut.

“Aku hanya memberi masukan, kalau kau tahu kenyataannya kau jadi lebih mudah menimbang saat mengambil keputusan... kalau begitu aku pergi,”

“Terima kasih dokter, aku akan minta driver Kim mengantarmu kembali ke rumah sakit... aku juga harus menelepon seseorang,” gumam Jumin lalu beranjak mengikuti dokter Choi keluar dari dalam kamar, membiarkanku terbaring lemas tak berdaya sambil menahan rasa sakit tak jelas yang menjalar disekujur tubuhku.

****

Malam itu Jumin Han terus berjalan mondar mandir didalam kamar kerjanya. Ditangannya ada segelas penuh wine dan ia sudah mengenakan kimono tidurnya. Tanpa disadarinya jam sudah menunjuk pukul dua pagi tapi ia justru masih terjaga, ia tak bisa tidur, perasaannya gelisah dan ia merasa sangat khawatir dan juga merasa stress.

“Damn! Sampai kapan obat itu akan terus bekerja.. jika terus mengerang seperti itu dia bisa melukai tenggorokannya sendiri,” gumam Jumin pada dirinya sendiri.

Ia telah menghabiskan setengah botol wine namun tidak menunjukkan tanda mabuk sedikit pun. Ia sedang berpikir dan menimbang-nimbang. Setelah mengantar dokter Choi ke depan pintu rumah tadi Jumin langsung menelepon pihak hotel, ia telah meminta orang-orangnya untuk melakukan investigasi khusus dan para penyidik berhasil menemukan sebuah gelas yang tercemar oleh obat perangsang yang dimaksud dokter Choi.

Ini ulah Damian, ia sangat yakin, ia merasa marah dan kesal saat membayangkan rencana apa yang ingin Damian lakukan dengan memberi seorang wanita obat seperti itu. Dia tak tahu motif jelasnya, apakah hal ini ada sangkut pautnya dengan permasalahan diantara mereka atau memang Damian memilih targetnya secara acak. Yang jelas dia tak punya bukti kuat untuk menyalahkan Damian.

Damian memang terkenal sebagai seorang playboy jenius. Banyak wanita yang sudah jatuh kedalam pelukannya lalu ditinggalkan begitu saja setelah dia merasa bosan. Mengingat hal ini membuat Jumin merasa kecolongan dan semakin geram. Jika saja saat itu  ia tidak cepat muncul, dia pasti akan merasa sangat bersalah dan menyesal seumur hidupnya.

Tanpa disadarinya, kakinya justru sudah membawanya ke depan pintu kamar dimana erangan itu berasal, ia merasa gundah, ragu dengan keinginannya untuk masuk kedalam kamar atau tidak padahal ia sangat ingin masuk kedalam, memeriksa dan menjaga. Suara kesakitan itu membuatnya berdebar-debar, karena ia merasa khawatir namun disaat bersamaan juga merasa... excited.

“Jumi~n...”

Suara serak itu memanggilnya dan saat mendengar namanya disebut ia pun membuka pintu itu tanpa pikir panjang. Kakinya melangkah cepat menyebrangi ruangan gelap yang hanya diterangi sedikit cahaya bulan yang menerobos masuk dari balik tirai kamar yang berwarna putih.

“Jumin~” rintihku dengan suara serak yang kelu dan napas yang berat terengah-engah.

“(Name),” suara datar Jumin terdengar didekatku. Meskipun ruangan itu gelap namun cahaya redup bulan membuatku bisa melihat sosok Jumin yang berjalan pelan mendekatiku dan ia duduk disisi kasurku. “Aku disini... ada apa?” gumamnya dengan suara manly yang terdengar lembut dan menentramkan.

“Kau... darimana saja? ... what happened with me... Jumin~” rintihku. Selimut yang tadinya menyelimuti tubuhku kini telah berserakan dilantai. Jumin menatap onggokan selimut itu dengan pandangan mata nanar.

“Kau... kesakitan...” gumam Jumin dengan nada datar, ia tak berani menatap wajahku.

“I know!!!” rengekku hampir terisak. “Aku... tubuhku... panas... can you... can you help me?” detik berikutnya aku pun terisak pelan. Merasa tak kuat dengan kondisiku saat ini, tanganku hanya bisa menarik lengan kimono Jumin yang menjuntai didekatku, memohon pertolongannya.

“I don’t... hhh...” Jumin menelan liurnya dengan perasaan susah. “I-I don’t know (Name)...” gumamnya datar.

“What... do you mean with... ‘I don’t know’?” rengekku lagi sambil menarik lengan kimononya hingga kimono itu tertarik dan bahunya terekspos.

“(Name)...”

“Jumin~ please...” rintihku sambil bergelung gelisah dan kesakitan ditempatku, berusaha menatap wajah Jumin yang kini beralih menatapku juga, ia tampak sedih. “... help me~”

“Stop...” bisiknya sambil memejamkan matanya tangannya yang besar dan manly menyentuh tanganku, menggenggamnya kuat, membuat tubuhku bergetar karena perasaan ini. “Don’t do this to me (Name)...” geramnya. “Stop staring at me with those eyes...”

“I can’t... Jumin... what should I do?” rintihku lagi “Aku tak tahan lagi... rasa sakit ini menyiksaku, aku tak mengerti.... apa yang... terjadi padaku?”

Jumin menarik napas dalam-dalam lalu menatapku lagi, ia telah memindahkan tangannya ke kedua sisi tubuhku, mengurungku.

“Dengar... kau ingat Damian?” gumamnya pelan. Aku hanya menjawabnya dengan anggukan. “Dia... dia sudah mencampur minumanmu... dengan obat perangsang,”

“What...?”

“Ya, menurut dokter choi ini obat tipe baru yang efeknya cukup kuat, kau akan seperti ini terus hingga waktu yang aku tak tahu... bisa saja beberapa jam atau mungkin sampai besok, kau harus menunggu sampai efek obat ini hilang...”

“Kenapa... Damian memberiku... obat?”

“Aku tak tahu motivasinya apa dan aku tak bisa mendapatkan bukti kuat untuk menyalahkannya... maafkan aku,”

Sebutir air mata mengalir dari sudut mataku. “Dia akan.... memperko... ku...”

“Shhh~ dia tak akan melakukannya, aku janji tak akan kubiarkan dia menyentuhmu...” bisik Jumin lirih.

“I can’t...” rintihku lagi. “Beri aku obat atau apapun... apapun Jumin, please... do something!” rengekku disela-sela erangan dan rasa sakit yang semakin jadi dan terus menjalari tubuh ini.

Jumin menundukkan wajahnya dan tampak berpikir keras. Ia tahu konsekuensinya, ia tahu ia pasti akan dibenci tapi ia juga telah memutuskan untuk bertanggung jawab sepenuhnya.. apapun yang terjadi, karena jauh dalam hatinya, Jumin sebenarnya...

“(Name)... aku... aku bisa meredakan rasa sakitmu...” putusnya kemudian. Ia menatapku dengan tatapan datar.

“R-really...? How...?” gumamku disela isakanku.

Jumin mencondongkan tubuhnya padaku dan bibirnya yang hangat mengecup lembut bibirku. Kecupan singkat itu membuatku terkejut dan kurasakan sesuatu dalam diriku bergetar hebat. Perasaan ini sangat liar dan sekelebat perasaan liar ini membuatku sangat ingin mencengkram Jumin.

Memeluknya... tapi tak bisa... dia... bosku. Aku takut dia membenciku yang seperti ini... membenci diriku yang sangat menginginkannya.

“Kau... tidak suka?” bisik Jumin lembut.

“I... dont know...”

Jari-jarinya menyentuh pipiku, membelainya lembut, membuatku kembali mengerang dan menggeliat saat merasakan getaran aneh dalam diriku. “So... how it feels?” bisiknya lagi, setengah menikmati.

Jumin menelan liurnya dengan perasaan gelisah, malam ini ia merasakan hasrat yang besar dan ia juga menginginkan hal yang sama. Namun kali ini dia merasa sangat takut dengan keputusan yang akan diambilnya... Jumin tidak takut dengan akibat fisik yang akan ia terima, ia hanya takut... dibenci. Ia tak ingin dibenci dan ditinggalkan oleh satu-satunya orang yang paling dekat dengannya.

“I-i don’t know... Jumin,” rintihku, jauh didalam hatiku, aku ingin Jumin melakukannya lagi.

Untuk sesaat ia menatapku dalam diam lalu perlahan ia mendekatkan bibirnya lagi ke bibirku dan mengecupnya. Perasaan hangat yang diberikan Jumin padaku membuatku refleks memeluk dan mencengkram rambutnya erat. Membalas ciuman itu dengan penuh hasrat, lidahnya menerobos kedalam bibirku sementara jari-jarinya yang bebas mulai menari-nari diatas tubuhku, perlahan menelusuri perut lalu perlahan beralih kedada... meremasnya lembut, sentuhan jari-jarinya yang hangat membuatku gemetar dan merintih hebat

Jumin menjauhkan bibirnya dari bibirku dan ia kembali menegakkan tubuhnya. Sejenak menyaksikan pemandangan liar yang membuatnya takut sekaligus bergairah. Ia merasa bersalah karena telah mengambil keuntungan dalam kejadian tak disengaja ini.

Tapi... Jumin juga merasa bahwa ia tak sepenuhnya salah... ia telah mendapatkan sebuah permohonan, sebuah ijin tak langsung, ia pun telah memutuskan akan menerima semuanya, apapun yang akan terjadi nantinya. Ia tak ingin apa yang hampir ia miliki saat ini nantinya akan dimiliki oleh Damian atau orang lain.

“Aku akan membantumu (Name)...” gumam Jumin sambil melepas ikatan tali kimono yang ada dipinggangnya. “Aku akan segera menghilangkan rasa sakitmu...”

****

To Be Continue~

Ps : Maaf ya reader chan chapter kali ini singkat sekali hhuehee T v T. Btw Secret Lesson With My Boss chapter 11 dan Mystic Messenger: My Sweet Fiancee #Part 02 [Zen x MC] akan rilis minggu depan, buat reader chan yang sudah menunggu lama lanjutan ceritanya selamat membaca dan semoga aja nanti kamu suka ;) Jannee~




1 comment: