Cast : Aomine Daiki x Reader
Genre : Drama, Mature, Romance
Language : Bahasa Indonesia,
English, Japanese
Kuroko no Basket Fanfic
Chapter
9
Can
I hate you?
“You
better don’t smile in front of other guys...”
“Hah?”
Aku tak mengerti maksud
Aomine. Ekspresinya, reaksinya dan tindakannya yang selalu berubah-ubah. Apa
aku boleh berharap? Biarpun dia memperlakukanku seperti pelayannya tapi tetap
saja aku masih menyukainya.
“I
see... jadi kau nggak suka kalau aku tersenyum ke cowok lain? Apa kau mulai
merasa cemburu?” candaku
asal.
Aomine menjawabku dengan
kebisuannya. “Tch... it’s not like
that... I just... kau kan pelayanku,” gumamnya kemudian.
“Hmmm...
so, it’s not a big deal right? Aku kan cuma pelayanmu jadi nggak masalah kan
kalau aku bersikap baik pada teman-teman majikanku?”
Aomine mengerutkan
dahinya ia tak langsung menjawabku karena sepertinya ia sedang memikirkan
sesuatu. Aku jadi tak sabar mendengar kata-kata selanjutnya yang akan ia
lontarkan, tapi setelah beberapa menit berlalu ia hanya memberiku jawaban sunyi
senyap.
“Sebaiknya
kau tidak menekanku seperti ini, kalau teman-temanmu melihat kita seperti ini
mereka akan salah paham... aku tahu kau tak ingin mereka menyangka kalau kita
pacaran, so.. you better let me go.. now!”
“I
won’t...”
“Tch
Daiki kun?! Stop harrassing me! Aku banyak kerjaan!”
Ia tak bergerak meskipun
aku berusaha keras mendorongnya, tatapannya justru membuatku semakin jengah.
Entah kenapa mataku justru tertuju pada bibir Aomine. Shit! Disaat seperti ini
kenapa aku mengalihkan pandanganku kebibirnya.
“Kise...” gumam Aomine. Kutatap wajahnya yang
tampak sangat serius.
“Hmm..?”
“He
really like you, I know it...”
ia melanjutkan kalimatnya. Kata-katanya membuatku terpaku.
“What
are you talking about?”
gumamku, aku tak percaya dia mengatakan kata-kata ini.
“Apa
kau nggak mau memikirkannya sedikit?” tawarnya.
Apa yang dia maksud soal
Kise yang mengajakku pacaran? “What do
you mean?”
“Aku
tahu Kise serius dengan perasaannya dan kalau kau ingin mengakhiri kesepakatan
kita aku bisa...”
Ternyata benar. “Stop!” gumamku, Aomine terdiam. Ku
tundukkan wajahku dan menggenggam erat kemeja putih Aomine, kemeja itu kusut.
Aku takut dia membuangku.
“...”
Kutengadahkan wajahku
dan menatapnya. “Aku tahu aku terdengar egois,
tapi bisakah kita biarkan saja tetap begini? Kalau kau mengatakannya lagi aku
akan membubuhkan banyak steroid dalam bentomu,” ancamku. Aku tahu kalau
kata-kataku terdengar sangat kekanakan dan tidak serius. Tapi hanya ini yang
bisa kukatakan padanya.
Aomine terkekeh pelan,
tangannya membelai helai rambutku. Sesaat ia menatap helai rambut itu sebelum
kembali menatap mataku. “Kukira kau akan
membenciku? Lagipula kenapa harus steroid?”
“Baka!
Gimana aku bisa membencimu?”
gumamku lirih.
Aomine menatapku sejenak
lalu tersenyum lembut, ia menyentuh daguku dan menekannya agar wajahku
mendongak padanya. Aku tak berani membayangkan kelanjutannya, tapi aku tahu
kalau jarak diantara kami berdua semakin menipis. Kurasa aku memang sangat
egois, aku menginginkan Aomine, meskipun aku harus menjalaninya sebagai
pelayannya aku nggak ingin dia mengakhiri kesepakatan kami.
Kupejamkan mataku dan...
“Take
this...”
Aomine mendorong sebuah
bungkusan ketanganku lalu ia membungkuk dan mengambil keranjang belanjaanku
dilantai. Kupandangi bungkusan itu dengan pandangan nanar. Sedetik tadi..
kupikir ia akan menciumku.
“Geezz..
kau membuatku mengatakan hal yang tidak-tidak, ayo cepat! Kita harus segera
menyelesaikan kegiatan ini, aku sudah mulai lelah,” gumamnya lalu beranjak pergi sambil
membawa keranjang belanjaanku.
“Ka-kau
mengerjaiku lagi ya?”
“Haahh...
aku sedikit bosan, kupikir bermain denganmu cukup mengasikkan,” jawabnya lalu terkekeh pelan.
“Ano...
soal yang tadi...”
“Yang
mana?”
“About...
don’t smile in front of other guys... are you serious about that?”
“Ahh...
soal itu ya, lakukan saja yang kau suka, lagipula hal itu tak ada hubungannya
denganku dan juga kesepakatan kita. Jangan terlalu dipikirkan... aku hanya
mengerjaimu,”
Sedetik yang lalu ia
membuatku berpikir kalau ia mulai menyukaiku tapi kemudian inilah yang terjadi.
Apa dia benar-benar ingin aku menerima Kise? Apa dia lupa kalau aku masih
menyukainya?
****
Hari ini benar-benar melelahkan
dan aku ingin segera pulang dengan semua belanjaan ini, tapi yang benar saja...
kenapa disaat seperti ini justru hujan deras?!
Kagami dan Kuroko
terlihat muncul diujung jalan dan mereka membawa beberapa bungkus plastik
berisi payung dan berjalan cepat menuju kearah kami. Aomine membantuku dengan
membawakan beberapa bungkusan plastik berisi belanjaanku dan ia juga membawakan
belanjaan Momoi.
Kagami menyerahkan
bungkusan berisi payung yang dibelinya kepada Midorima. “Kenapa payungnya cuma segini?” gumam Midorima sambil membetulkan
kacamatanya saat melihat dua payung dalam bungkusan.
“Mereka
kehabisan stock!”
jawab Kagami santai sambil menutup payung yang ia pakai. Kuroko mulai
membagikan payung-payung dalam plastik pada setiap orang. “Payungnya hanya ada empat karena jumlah kita genap setiap payung akan
dipakai untuk dua orang,” jelasnya lagi.
“Dimana
Takao dan Kise?”
gumam Kuroko sembari melihat kesekeliling toko.
“Mereka
sedang ke toilet,”
gumam Momoi. “Kalau begitu aku boleh
sepayung denganmu Tetsu-kun?” lanjutnya lagi sambil bergelayut manja pada
Kuroko.
“Tentu
saja boleh,” gumam
Kuroko tenang.
Kupandangi wajah Aomine
hanya untuk menyelidiki bagaimana reaksinya saat melihat pasangan Tetsu dan
Momoi. Ia terlihat cuek dan menatap keduanya santai. Meskipun begitu aku
percaya kalau Aomine pasti menahan perasaannya pada Momoi.
“Kalau
mau kau bisa sepayung denganku, senpai?” tawar Midorima sambil menatapku.
“Bukannya
kau dan Takao naik bus yang berbeda dengan kami?” gumam Kagami.
“Ah,
benar juga... aku lupa, aku dan Takao pergi kearah yang berlawanan” Midorima kembali memperbaiki letak
kacamatanya.
Kagami menyerahkan satu
payung pada Aomine. “Aomine kau dan
senpai bisa...”
“Aahh~~
leganyaaa~~” Kise
dan Takao akhirnya muncul. “Kagamicchi
kau sudah dapat payungnya?” tegur Kise sambil melihat payung yang hanya ada
sedikit. “Kenapa sedikit sekali?”
“Cuma
empat? Jadi kita harus berpasangan ya?” tebak Takao.
“Berpasangan?” gumam Kise, ia melemparkan
tatapannya padaku. “Senpai! Kau
berpasangan dengan siapa?” tanyanya semangat.
“Ano
Kagami kun... aku sepayung dengannya,”
gumamku. Kagami menatapku kebingungan. “Nggak
apa-apa kan?” tanyaku, berusaha memastikan.
“Umh..
nggak masalah sih, kalau memang kau maunya begitu...” Kagami mengangguk setuju.
“Arigatou...
gomen Kise-kun~” ringisku
sambil tersenyum.
Kise menatapku kecewa.
Aku tahu ia sangat ingin sepayung denganku tapi aku masih teringat kata-kata
Aomine. Aku memang bersikap baik pada Kise dan nggak ingin menyakitinya tapi
disisi lain aku takut Aomine berpikir kalau aku mulai menyukai Kise. Kupikir akan
lebih aman kalau membiarkan Aomine dan Kise sepayung berdua. Lagipula kami naik
bus yang sama jadi tak masalah.
“Kalau
begitu ayo kita pergi sekarang?”
ajak Momoi.
“Busnya
akan datang tujuh menit lagi, sebaiknya kita segera pergi,” gumam Kuroko sembari membuka payung
yang ia pegang dan mengajak Momoi agar mengikutinya.
“Aominecchi,
kita berdua sepayung...”
Aomine melempar payung
yang dipegangnya pada Kise. “Kau yang
pegang payungnya,” gumamnya pada Kise.
“Sini,
biar belanjaannya aku yang bawa..”
tawar Kagami sebelum kami berdua masuk dalam derasnya hujan.
“Nggak
masalah, kau pegang payungnya saja,”
tolakku lagi. Aku nggak ingin memegang payung jika pasanganku adalah pria
tinggi besar seperti mereka semua.
“Ayo...” ajaknya, aku pun masuk kebawah
payung Kagami.
****
Keempat pasangan pun
akhirnya berjalan santai memasuki rintik hujan yang kian deras. Sore itu banyak
orang berlalu lalang dengan payung hitam dan Midorima terus menggerundel
mengenai barang fengshui yang lupa ia bawa. Menurutnya jika ia tak melupakan
barang fengshui itu mereka tak akan kehujanan.
Disalah satu belokan
kami pun berpisah, Midorima dan Takao beralih kearah yang berbeda sementara
Aku, Kagami, Aomine, Kise, Satsuki dan Kuroko kembali berjalan beriringan
menuju halte bus.
“Kau
baik-baik saja?”
tegur Kagami saat kami berjalan agak jauh dari dua pasangan lainnya.
“Daijoubu,
aku sudah biasa mengangkat barang berat...”
“Bukan
itu, maksudku... soal Kise,”
“Hmmm...
Kagami-kun, tak kusangka kau benar-benar perhatian pada Kise,”
“Sebenarnya
ini bukan sifatku menanyakan tentang masalah orang lain, hanya saja... aku jadi
sedikit penasaran, menurutku kasusmu sangat menarik,”
“Penasaran?” gumamku tak yakin. Aku baru hari
ini bertemu dengan Kagami tapi ia telah mengatakan begitu banyak hal yang nggak
seharusnya ia katakan.
“Biar
kutebak saja,”
pintanya lagi. Ia tak memperdulikan reaksiku dan tetap tenang menatap jalan
didepannya.
“Hmmm...
baiklah,” gumamku
ragu.
“Kau
membenci Kise?”
“Mm..
apa itu sebuah tebakan?”
tanyaku, jika saja aku mengetahui karakter Kagami aku akan menganggapnya sedang
bercanda saat ini dan menertawainya dengan keras.
Kagami melirik padaku. “Sebenarnya lebih mirip pertanyaan..”
tukasnya.
“Tidak,
aku tidak membenci Kise... dia orang yang sangat baik, kurasa kau juga paham soal
itu,”
“Ooh..
tapi masalahnya sekarang, kau menyukai orang lain makanya kau ragu menerima
cintanya?”
“Hmmm...
aku tak menyangka kau akan sangat perduli tentang hal seperti ini?” gumamku lagi. “Kurasa..”
“Oh!
Busnya!” pekik
Kagami telunjuknya mengarah pada bus yang sudah datang. Tampaknya Kagami tidak
mendengar kata-kataku ia langsung menarik tanganku hingga kami berdua berlari
beriringan menuju bus yang masih menunggu penumpang masuk kedalamnya.
Dibelakang kami Kuroko, Satsuki, Aomine dan Kise juga berlari beriringan menuju
bus.
Aku dan Kagami berhenti
dibelakang antrian penumpang lainnya. “Semoga
busnya nggak penuh,” gumam Kagami. Susah payah kuatur napasku yang
terengah-engah karena berlari dengan banyak belanjaan. Kagami tersentak kaget
dan langsung melepas pegangannya ditanganku. “Gomen-gomen! Aku jadi refleks menarik tanganmu,” gumamnya panik.
Wajahnya terlihat sangat
lucu ketika ia panik, aku pun refleks menertawainya. “Daijoubu, aku baik-baik saja kok, ah.. ayo cepat masuk,” gumamku
sembari mendorong Kagami agar segera memasuki bus. Aku sampai lupa kata-kata
terakhir yang ingin kukatakan padanya tadi. Baka!
****
Kise dan Aomine memilih
untuk duduk di bangku paling belakang. Aku, Satsuki, Kagami dan Kuroko sedang
berbincang mengenai rencana bunkasai. Kuharap mereka berdua baik-baik saja,
karena tampaknya mood Aomine dan Kise sedang buruk.
“Ngomong-ngomong
aku melihatnya...”
gumam Kise. Aomine yang saat itu sedang memejamkan matanya dan mencoba untuk
tidur kembali membuka matanya dan menoleh pada Kise.
“Kau
lihat apa? Jangan bilang ini soal kau dan Takao...”
“Chigaimasu!!” pekik Kise sebal. “Kau pikir aku doyan main anggar, hah?”
Aomine terkikik geli. “Entahlah, soalnya wajahmu terlihat sangat
serius, kupikir kau sudah berubah haluan,”
“Tch,
pikiranmu memang selalu mesum tapi bukan itu yang ingin kubahas,” tukasnya.
“Hh..
lalu kau mau bilang apa?”
“Aominecchi
sebenarnya suka pada (Y/N) senpai kan?” tebak Kise. Aomine terdiam dan bola matanya membesar,
sejenak ia terlihat sedang berpikir tapi tak lama kemudian ia kembali
memejamkan matanya dan terlihat cuek.
“Sudah
berapa kali kubilang... aku nggak suka padanya,” gumamnya lirih.
“Entah
kenapa aku merasa sebaliknya, kau sangat menikmatinya kan?”
“Apa
maksudmu?”
“Sudah
kubilang kalau aku melihatnya kan? Aku melihat kalian berdua di toko yang tadi
kita masuki... kalau memang nggak suka kau nggak akan mengintimidasinya sampai
seperti itu,”
“Hmm..
tadi kami hanya membahas mengenai kesepakatan, itu saja...”
“Aku
nggak perduli kesepakatan apa yang sudah kau buat dengannya, tapi aku nggak
ingin kau menarik kata-kata bahwa kau tidak berminat padanya... oh, justru sebaliknya...
aku nggak akan mundur meskipun kau bilang yang sejujurnya kalau kau memang
menyukai (Y/N) senpai,”
“Kise...
Kau banyak bicara,”
“Kubilang
aku nggak akan mundur, saat ini dia memang nggak menyukaiku tapi itu cuma
masalah waktu...”
“Lakukan
saja sesukamu... sudah kubilang itu bukan urusanku,” potong Aomine.
“Baiklah,
kita lihat saja aku ingin tahu apa kau masih akan mengatakan hal yang sama
nantinya,” gumam
Kise ia kembali membuka ponselnya dan mengamati foto yang ada digaleri
ponselnya. “Bukankah dia terlihat sangat
manis?” tanya Kise sambil menunjukkan fotonya dan (Y/N) saat ditoko tadi.
Aomine menatap foto itu
dan ia merasa geram. “Sudah kusangka,
dadanya pasti cup B lagipula kenapa kau pakai rambut warna warni sih?
Kimochiwarui!”
“Kau
benar-benar salah fokus.. Aominecchii,”
****
Satu persatu teman-teman
Kiseki no Sedai Aomine turun dari bus, dimulai dari Kagami dan Kuroko yang
rumahnya searah. Disusul Kise yang dipaksa membawa payung bersamanya karena
hujan masih turun cukup lebat, padahal ia bersikeras ingin mengantarku. Lalu
Satsuki, aku dan Aomine yang akan turun diperhentian selanjutnya.
“Payungnya
hanya ada satu, sepertinya Aomine harus mengalah untuk kita berdua, senpai,” gumam Satsuki.
“Ah,
kau dan Aomine kan searah? Kalian berdua saja yang pakai, rumahku dekat saja
kok dari tempat perhentian bus,”
“Hah?” celetuk Aomine. “Jangan sok jadi pahlawan, apanya yang
dekat?”
“Tch!
Kalau kubilang dekat ya dekat,”
geramku.
“Sudah
kubilang jangan sok baik!”
geramnya lagi.
“Aku
ini senpai! Sudah sewajarnya bersikap begitu!” balasku lagi, Aomine terlihat
kesal.
Momoi melerai kami
berdua. “Sudah-sudah! Senpai! Aku bisa
mengantarmu kerumah...”
“Nggak
apa kok beneran, turnamen basket akan mulai sebentar lagi kan, kalian nggak
boleh sakit,”
“Iya
juga sih, tapi... kau dengar dari siapa soal turnamen?” lanjut Momoi.
“Kazuhara-kun
memberitahuku,” Bel
dalam bus itu berbunyi menandakan kalau bus akan berhenti diperhentian
selanjutnya. Wajah Momoi tampak khawatir. Tak lama bus pun menepi dan berhenti
di halte tak beratap. “Dai... Aomine-kun
mana belanjaannya?” pintaku.
Aomine melepas blazernya
dan meletakkan blazer itu dikepalaku. “Satsuki,
aku akan mengantar senpai... kau pergi saja duluan,” gumamnya sembari
menarik tanganku agar segera turun dari bus dan berlari kecil dibawah rintik
hujan. Meninggalkan Momoi yang masih berada dalam bus.
“Aomine-kun!?”
“Tch,
Aomine apa?! Sudah diam nggak usah ceramah kita harus terus lari,” gumamnya. Kulihat ia menahan air
hujan yang menerpa wajahnya dengan tas sekolah yang ia pegang.
Kutarik kuat tangan
Aomine hingga pegangan kami terlepas. Ia berbalik dan menatapku dengan ekspresi
tampak sangat terkejut.
“Nani?”
pekiknya gusar. Kulihat
kemejanya telah basah.
Aku pun berjalan
mendekatinya dan menaikkan blazer yang ada dikepalaku. “Kita pakai berdua ya?”
“Tch!
Ini bukan waktunya untuk romantis-romantisan!” pekiknya gusar. Tapi ia segera
masuk kedalam naungan blazernya.
“Aku
nggak mau kau sakit,”
gumamku lalu memeluk pinggangnya dengan tanganku yang bebas, ia tampak
terkejut. Kudorong tubuhnya dengan tanganku dan kami mulai berjalan cepat
dibawah naungan blazer Aomine. “Kalau
kau sakit, aku juga yang kerepotan,” lanjutku lagi.
“Tch!
Beraninya kau....”
“Ayo
cepat!! Nggak ada waktu untuk ngomel, kita harus cepat sampai dirumahku!”
“Shit,” gumamnya dan kami pun berlari
beriringan menembus hujan..
****
“Tunggu
sebentar aku akan mencarikan baju yang cocok untukmu,” gumamku sembari meletakkan
bungkusan plastik yang kubawa keatas lantai lalu berlari menuju kamarku dan
meninggalkan Aomine diruang keluarga. Bajuku yang basah meneteskan banyak air
kelantai rumah.
Aku tak bisa menemukan
celana yang cocok untuknya tapi untungnya aku punya baju oversize yang sering
kugunakan sebagai baju tidur. Tidak bagus tapi juga tidak terlalu buruk, baju
itu berwarna abu-abu gelap. Dengan cepat aku kembali menuruni tangga dan
menghampiri Aomine yang sedang melihat-lihat foto keluarga.
“Ini,
aku hanya punya ini... sementara kau pakai saja dulu, aku akan mengeringkan
kemeja dan blazermu,”
gumamku seraya menyerahkan baju itu pada Aomine. Ia menatap baju yang
kusodorkan lalu kembali menatapku.
“Apa
kau punya handuk?”
“Ah!
Sebentar! Aku ambilkan!”
dengan cepat aku kembali berlari menuju lemari persediaan dimana ibuku
menyimpan perlengkapan tambahannya disana. Kutarik sebuah handuk bersih
berwarna putih dan kembali berlari menghampiri Aomine. Ia sedang membuka kemeja
dan baju kaosnya yang basah.
Aku nggak tahu ingin
komentar apa, tapi itu pertama kalinya kulihat Aomine yang topless. Sixpacknya
terbentuk dengan sempurna begitu juga dengan otot dada dan lengannya. Aomine
menatapku. “Sepertinya kau menemukan
pemandangan indah, senpai?” gumamnya dengan senyuman iseng lalu
mendekatiku, membuatku mundur satu langkah kebelakang.
“Aku
nggak tertarik dengan pria berotot!”
gumamku lalu memalingkan wajah darinya dan menyodorkan handuk itu padanya.
Tanganku tepat mengenai sixpacknya yang basah. Damn!
Kupikir ia akan
mengambil handuk itu dan berkelit pergi namun ia justru memegang tanganku dan
terus mendekat. “Hmmm... kupikir kau
menembakku lima kali karena kau menyukai hal ini?”
“Chi-chigaimasu!
Aku menembakmu bukan karena hal itu, aku menembakmu karena aku memang su...” Shit! Aku hampir mengatakannya
lagi. Aomine menatapku dengan rasa minat.
“Su..
what?” ulangnya.
“Lupakan
saja! Cepat pakai bajumu!”
protesku sambil mendorong tangannya.
“Oi!
Kau belum melanjutkan kalimatmu... ‘Su’ apa yang kau maksud barusan?” Ia tersenyum penuh kelicikan. Aku
tahu ia sedang menggodaku.
“Nandemo
nai!”
“Kau
bilang nggak suka tapi ekspresimu mengatakan sebaliknya, kau ini pembohong yang
buruk senpai,” Aomine
menatapku dingin ia melepas pegangannya ditanganku. Lalu memakai baju yang tadi
kusodorkan padanya tepat dihadapanku. Shit! Dia memang selalu bersikap
seenaknya.
“Hhh...
terserah kau saja. Duduklah, aku akan membuatkan minuman hangat dan
mengeringkan pakaianmu,”
gumamku lalu meninggalkan Aomine sendirian dalam ruang keluarga.
Segera kucuci pakaiannya
dalam mesin cuci otomatis dan langsung membuatkannya cokelat panas. Hanya itu
yang bisa kupikirkan ingin kuberikan padanya. Setelah segelas cokelat panas
selesai dibuat, aku pun kembali menghampiri Aomine diruang keluarga, ia sedang
duduk santai disofa dan langsung mengalihkan perhatiannya padaku yang saat itu
berjalan mendekatinya lalu meletakkan gelas cokelat itu dimeja yang ada
dihadapannya.
“Minum
ini, sebelum kau kedinginan,”
pintaku.
“Kau
tidak ganti pakaian?”
tegurnya saat melihatku masih mengenakan pakaian sekolahku.
“Ah,
cuma blazerku saja yang basah... ini bukan hal besar,” gumamku sembari memeriksa pakaianku
yang setengah basah.
“Kalau
begitu buka saja blazermu...”
tak kusangka ia akan memberiku perintah.
“Nggak
apa-apa, nanti saja,”
gumamku.
Ia memberiku dead glare
setajam silet. “Kalau kau sakit gimana?”
“Tenang
saja! Aku ini kuat dan tahan banting!”
“Kau
ini bodoh ya? Aku nggak mau pelayanku sakit nanti kau bolos seenaknya saat aku
butuh bantuanmu, cepat buka!”
geramnya sebal.
“Tch,
sudah kubilang aku nggak akan sakit... jangan khawatir begitu!” gumamku.
Aomine mendorongku
kesofa dan mengurungku dengan kedua tangannya. Handuk putih itu tersampir
diatas kepalanya dan terjuntai menutupi pinggiran wajahnya. “Dai..”
“Kau
ingin aku yang melakukannya untukmu atau kau akan membukanya sendiri?” potongnya sambil menyentuh kerah
blazerku. Si-sial! Dia mengerjaiku lagi!
“Oke!
Oke! Sekarang menjauhlah dariku!”
“Shit!”
“A-apa
lagi sih? Sudah kubilang aku akan ganti baju kan?” geramku sebal.
“Damn!
I feel like I wanna kiss you, right now...”
Hah?? “Wa-what?? No! No! No! We shouldn’t do
kiss!”
“This
is your fault! You make me feel these feeling!” protesnya.
“No!
It is your problem not me, just let me go.. I will change my clothes!”
Ia menatapku sejenak dan
terlihat sedang berpikir. “Senpai...”
“Nani..?”
Ia menarik handuk dari
kepalanya dan menyampirkannya dibelakang leherku, wajahnya mendekat lagi padaku,
kuharap ia tidak menciumku sekarang karena aku harus menata hatiku lebih dulu, ia
mengecup ujung telingaku. “Shit! Sebaiknya
kau ganti baju sekarang, sebelum aku berubah jadi serigala kelaparan lalu memakanmu!”
gumamnya pelan lalu beranjak menjauh dariku dan memberiku senyuman manisnya
sebelum terduduk disebelahku, ia menguap lagi.
“I
will!!” Crap!! Dia
benar-benar penjahat!!
****
#NB
: This is weird... aku membuat cerita ini sambil mendengar lagu “Press Your
Number”nya Taemin yang sudah kuputar ulang puluhan kalinya. So far untuk MV
dan album terbarunya ini aku benar-benar suka dengan gerakan dance-nya yang
intens dan kuat. Aku juga sangat suka melodi dan lirik lagunya yang bagus.
Kurasa beberapa part liriknya memberiku ide untuk plot chapter 9 dan plot chapter
10 nanti. Maafkan aku karena membuat reader-chan terlihat seperti bad girl yang rebel :) sepertinya reader teladan juga punya
sisi rebel yang menyenangkan dan aku sangat menikmati saat-saat Aomine
mengintimidasi kalian :)
sekali lagi maafkan aku!!!
0 comments:
Post a Comment