Thursday, 3 March 2016

[My Dilemma] Chapter 9 - Can I hate you? (Aomine Daiki x Reader)

BY Unknown IN No comments



Cast       : Aomine Daiki x Reader
Genre   : Drama, Mature, Romance

Language : Bahasa Indonesia, English, Japanese

Kuroko no Basket Fanfic

Chapter 9
Can I hate you?


“You better don’t smile in front of other guys...”

“Hah?”

Aku tak mengerti maksud Aomine. Ekspresinya, reaksinya dan tindakannya yang selalu berubah-ubah. Apa aku boleh berharap? Biarpun dia memperlakukanku seperti pelayannya tapi tetap saja aku masih menyukainya.

“I see... jadi kau nggak suka kalau aku tersenyum ke cowok lain? Apa kau mulai merasa cemburu?” candaku asal.

Aomine menjawabku dengan kebisuannya. “Tch... it’s not like that... I just... kau kan pelayanku,” gumamnya kemudian.

“Hmmm... so, it’s not a big deal right? Aku kan cuma pelayanmu jadi nggak masalah kan kalau aku bersikap baik pada teman-teman majikanku?”

Aomine mengerutkan dahinya ia tak langsung menjawabku karena sepertinya ia sedang memikirkan sesuatu. Aku jadi tak sabar mendengar kata-kata selanjutnya yang akan ia lontarkan, tapi setelah beberapa menit berlalu ia hanya memberiku jawaban sunyi senyap.

“Sebaiknya kau tidak menekanku seperti ini, kalau teman-temanmu melihat kita seperti ini mereka akan salah paham... aku tahu kau tak ingin mereka menyangka kalau kita pacaran, so.. you better let me go.. now!”

“I won’t...”

“Tch Daiki kun?! Stop harrassing me! Aku banyak kerjaan!”

Ia tak bergerak meskipun aku berusaha keras mendorongnya, tatapannya justru membuatku semakin jengah. Entah kenapa mataku justru tertuju pada bibir Aomine. Shit! Disaat seperti ini kenapa aku mengalihkan pandanganku kebibirnya.

“Kise...” gumam Aomine. Kutatap wajahnya yang tampak sangat serius.

“Hmm..?”

“He really like you, I know it...” ia melanjutkan kalimatnya. Kata-katanya membuatku terpaku.

“What are you talking about?” gumamku, aku tak percaya dia mengatakan kata-kata ini.

“Apa kau nggak mau memikirkannya sedikit?” tawarnya.

Apa yang dia maksud soal Kise yang mengajakku pacaran? “What do you mean?”

“Aku tahu Kise serius dengan perasaannya dan kalau kau ingin mengakhiri kesepakatan kita aku bisa...”

Ternyata benar. “Stop!” gumamku, Aomine terdiam. Ku tundukkan wajahku dan menggenggam erat kemeja putih Aomine, kemeja itu kusut. Aku takut dia membuangku.

“...”

Kutengadahkan wajahku dan menatapnya. “Aku tahu aku terdengar egois, tapi bisakah kita biarkan saja tetap begini? Kalau kau mengatakannya lagi aku akan membubuhkan banyak steroid dalam bentomu,” ancamku. Aku tahu kalau kata-kataku terdengar sangat kekanakan dan tidak serius. Tapi hanya ini yang bisa kukatakan padanya.

Aomine terkekeh pelan, tangannya membelai helai rambutku. Sesaat ia menatap helai rambut itu sebelum kembali menatap mataku. “Kukira kau akan membenciku? Lagipula kenapa harus steroid?”

“Baka! Gimana aku bisa membencimu?” gumamku lirih.

Aomine menatapku sejenak lalu tersenyum lembut, ia menyentuh daguku dan menekannya agar wajahku mendongak padanya. Aku tak berani membayangkan kelanjutannya, tapi aku tahu kalau jarak diantara kami berdua semakin menipis. Kurasa aku memang sangat egois, aku menginginkan Aomine, meskipun aku harus menjalaninya sebagai pelayannya aku nggak ingin dia mengakhiri kesepakatan kami.

Kupejamkan mataku dan...

“Take this...”

Aomine mendorong sebuah bungkusan ketanganku lalu ia membungkuk dan mengambil keranjang belanjaanku dilantai. Kupandangi bungkusan itu dengan pandangan nanar. Sedetik tadi.. kupikir ia akan menciumku.

“Geezz.. kau membuatku mengatakan hal yang tidak-tidak, ayo cepat! Kita harus segera menyelesaikan kegiatan ini, aku sudah mulai lelah,” gumamnya lalu beranjak pergi sambil membawa keranjang belanjaanku.

“Ka-kau mengerjaiku lagi ya?”

“Haahh... aku sedikit bosan, kupikir bermain denganmu cukup mengasikkan,” jawabnya lalu terkekeh pelan.

“Ano... soal yang tadi...”

“Yang mana?”

“About... don’t smile in front of other guys... are you serious about that?”

“Ahh... soal itu ya, lakukan saja yang kau suka, lagipula hal itu tak ada hubungannya denganku dan juga kesepakatan kita. Jangan terlalu dipikirkan... aku hanya mengerjaimu,”

Sedetik yang lalu ia membuatku berpikir kalau ia mulai menyukaiku tapi kemudian inilah yang terjadi. Apa dia benar-benar ingin aku menerima Kise? Apa dia lupa kalau aku masih menyukainya?

****

Hari ini benar-benar melelahkan dan aku ingin segera pulang dengan semua belanjaan ini, tapi yang benar saja... kenapa disaat seperti ini justru hujan deras?!

Kagami dan Kuroko terlihat muncul diujung jalan dan mereka membawa beberapa bungkus plastik berisi payung dan berjalan cepat menuju kearah kami. Aomine membantuku dengan membawakan beberapa bungkusan plastik berisi belanjaanku dan ia juga membawakan belanjaan Momoi.

Kagami menyerahkan bungkusan berisi payung yang dibelinya kepada Midorima. “Kenapa payungnya cuma segini?” gumam Midorima sambil membetulkan kacamatanya saat melihat dua payung dalam bungkusan.

“Mereka kehabisan stock!” jawab Kagami santai sambil menutup payung yang ia pakai. Kuroko mulai membagikan payung-payung dalam plastik pada setiap orang. “Payungnya hanya ada empat karena jumlah kita genap setiap payung akan dipakai untuk dua orang,” jelasnya lagi.

“Dimana Takao dan Kise?” gumam Kuroko sembari melihat kesekeliling toko.

“Mereka sedang ke toilet,” gumam Momoi. “Kalau begitu aku boleh sepayung denganmu Tetsu-kun?” lanjutnya lagi sambil bergelayut manja pada Kuroko.

“Tentu saja boleh,” gumam Kuroko tenang.

Kupandangi wajah Aomine hanya untuk menyelidiki bagaimana reaksinya saat melihat pasangan Tetsu dan Momoi. Ia terlihat cuek dan menatap keduanya santai. Meskipun begitu aku percaya kalau Aomine pasti menahan perasaannya pada Momoi.

“Kalau mau kau bisa sepayung denganku, senpai?” tawar Midorima sambil menatapku.

“Bukannya kau dan Takao naik bus yang berbeda dengan kami?” gumam Kagami.

“Ah, benar juga... aku lupa, aku dan Takao pergi kearah yang berlawanan” Midorima kembali memperbaiki letak kacamatanya.

Kagami menyerahkan satu payung pada Aomine. “Aomine kau dan senpai bisa...”

“Aahh~~ leganyaaa~~” Kise dan Takao akhirnya muncul. “Kagamicchi kau sudah dapat payungnya?” tegur Kise sambil melihat payung yang hanya ada sedikit. “Kenapa sedikit sekali?”

“Cuma empat? Jadi kita harus berpasangan ya?” tebak Takao.

“Berpasangan?” gumam Kise, ia melemparkan tatapannya padaku. “Senpai! Kau berpasangan dengan siapa?” tanyanya semangat.

“Ano Kagami kun... aku sepayung dengannya,” gumamku. Kagami menatapku kebingungan. “Nggak apa-apa kan?” tanyaku, berusaha memastikan.

“Umh.. nggak masalah sih, kalau memang kau maunya begitu...” Kagami mengangguk setuju.

“Arigatou... gomen Kise-kun~” ringisku sambil tersenyum.

Kise menatapku kecewa. Aku tahu ia sangat ingin sepayung denganku tapi aku masih teringat kata-kata Aomine. Aku memang bersikap baik pada Kise dan nggak ingin menyakitinya tapi disisi lain aku takut Aomine berpikir kalau aku mulai menyukai Kise. Kupikir akan lebih aman kalau membiarkan Aomine dan Kise sepayung berdua. Lagipula kami naik bus yang sama jadi tak masalah.

“Kalau begitu ayo kita pergi sekarang?” ajak Momoi.

“Busnya akan datang tujuh menit lagi, sebaiknya kita segera pergi,” gumam Kuroko sembari membuka payung yang ia pegang dan mengajak Momoi agar mengikutinya.

“Aominecchi, kita berdua sepayung...”

Aomine melempar payung yang dipegangnya pada Kise. “Kau yang pegang payungnya,” gumamnya pada Kise.

“Sini, biar belanjaannya aku yang bawa..” tawar Kagami sebelum kami berdua masuk dalam derasnya hujan.

“Nggak masalah, kau pegang payungnya saja,” tolakku lagi. Aku nggak ingin memegang payung jika pasanganku adalah pria tinggi besar seperti mereka semua.

“Ayo...” ajaknya, aku pun masuk kebawah payung Kagami.

****

Keempat pasangan pun akhirnya berjalan santai memasuki rintik hujan yang kian deras. Sore itu banyak orang berlalu lalang dengan payung hitam dan Midorima terus menggerundel mengenai barang fengshui yang lupa ia bawa. Menurutnya jika ia tak melupakan barang fengshui itu mereka tak akan kehujanan.

Disalah satu belokan kami pun berpisah, Midorima dan Takao beralih kearah yang berbeda sementara Aku, Kagami, Aomine, Kise, Satsuki dan Kuroko kembali berjalan beriringan menuju halte bus.

“Kau baik-baik saja?” tegur Kagami saat kami berjalan agak jauh dari dua pasangan lainnya.

“Daijoubu, aku sudah biasa mengangkat barang berat...”

“Bukan itu, maksudku... soal Kise,”

“Hmmm... Kagami-kun, tak kusangka kau benar-benar perhatian pada Kise,”

“Sebenarnya ini bukan sifatku menanyakan tentang masalah orang lain, hanya saja... aku jadi sedikit penasaran, menurutku kasusmu sangat menarik,”

“Penasaran?” gumamku tak yakin. Aku baru hari ini bertemu dengan Kagami tapi ia telah mengatakan begitu banyak hal yang nggak seharusnya ia katakan.

“Biar kutebak saja,” pintanya lagi. Ia tak memperdulikan reaksiku dan tetap tenang menatap jalan didepannya.

“Hmmm... baiklah,” gumamku ragu.

“Kau membenci Kise?”

“Mm.. apa itu sebuah tebakan?” tanyaku, jika saja aku mengetahui karakter Kagami aku akan menganggapnya sedang bercanda saat ini dan menertawainya dengan keras.

Kagami melirik padaku. “Sebenarnya lebih mirip pertanyaan..” tukasnya.

“Tidak, aku tidak membenci Kise... dia orang yang sangat baik, kurasa kau juga paham soal itu,”

“Ooh.. tapi masalahnya sekarang, kau menyukai orang lain makanya kau ragu menerima cintanya?”

“Hmmm... aku tak menyangka kau akan sangat perduli tentang hal seperti ini?” gumamku lagi. “Kurasa..”

“Oh! Busnya!” pekik Kagami telunjuknya mengarah pada bus yang sudah datang. Tampaknya Kagami tidak mendengar kata-kataku ia langsung menarik tanganku hingga kami berdua berlari beriringan menuju bus yang masih menunggu penumpang masuk kedalamnya. Dibelakang kami Kuroko, Satsuki, Aomine dan Kise juga berlari beriringan menuju bus.

Aku dan Kagami berhenti dibelakang antrian penumpang lainnya. “Semoga busnya nggak penuh,” gumam Kagami. Susah payah kuatur napasku yang terengah-engah karena berlari dengan banyak belanjaan. Kagami tersentak kaget dan langsung melepas pegangannya ditanganku. “Gomen-gomen! Aku jadi refleks menarik tanganmu,” gumamnya panik.

Wajahnya terlihat sangat lucu ketika ia panik, aku pun refleks menertawainya. “Daijoubu, aku baik-baik saja kok, ah.. ayo cepat masuk,” gumamku sembari mendorong Kagami agar segera memasuki bus. Aku sampai lupa kata-kata terakhir yang ingin kukatakan padanya tadi. Baka!

****

Kise dan Aomine memilih untuk duduk di bangku paling belakang. Aku, Satsuki, Kagami dan Kuroko sedang berbincang mengenai rencana bunkasai. Kuharap mereka berdua baik-baik saja, karena tampaknya mood Aomine dan Kise sedang buruk.

“Ngomong-ngomong aku melihatnya...” gumam Kise. Aomine yang saat itu sedang memejamkan matanya dan mencoba untuk tidur kembali membuka matanya dan menoleh pada Kise.

“Kau lihat apa? Jangan bilang ini soal kau dan Takao...”

“Chigaimasu!!” pekik Kise sebal. “Kau pikir aku doyan main anggar, hah?”

Aomine terkikik geli. “Entahlah, soalnya wajahmu terlihat sangat serius, kupikir kau sudah berubah haluan,”

“Tch, pikiranmu memang selalu mesum tapi bukan itu yang ingin kubahas,” tukasnya.

“Hh.. lalu kau mau bilang apa?”

“Aominecchi sebenarnya suka pada (Y/N) senpai kan?” tebak Kise. Aomine terdiam dan bola matanya membesar, sejenak ia terlihat sedang berpikir tapi tak lama kemudian ia kembali memejamkan matanya dan terlihat cuek.

“Sudah berapa kali kubilang... aku nggak suka padanya,” gumamnya lirih.

“Entah kenapa aku merasa sebaliknya, kau sangat menikmatinya kan?”

“Apa maksudmu?”

“Sudah kubilang kalau aku melihatnya kan? Aku melihat kalian berdua di toko yang tadi kita masuki... kalau memang nggak suka kau nggak akan mengintimidasinya sampai seperti itu,”

“Hmm.. tadi kami hanya membahas mengenai kesepakatan, itu saja...”

“Aku nggak perduli kesepakatan apa yang sudah kau buat dengannya, tapi aku nggak ingin kau menarik kata-kata bahwa kau tidak berminat padanya... oh, justru sebaliknya... aku nggak akan mundur meskipun kau bilang yang sejujurnya kalau kau memang menyukai (Y/N) senpai,”

“Kise... Kau banyak bicara,”

“Kubilang aku nggak akan mundur, saat ini dia memang nggak menyukaiku tapi itu cuma masalah waktu...”

“Lakukan saja sesukamu... sudah kubilang itu bukan urusanku,” potong Aomine.

“Baiklah, kita lihat saja aku ingin tahu apa kau masih akan mengatakan hal yang sama nantinya,” gumam Kise ia kembali membuka ponselnya dan mengamati foto yang ada digaleri ponselnya. “Bukankah dia terlihat sangat manis?” tanya Kise sambil menunjukkan fotonya dan (Y/N) saat ditoko tadi.

Aomine menatap foto itu dan ia merasa geram. “Sudah kusangka, dadanya pasti cup B lagipula kenapa kau pakai rambut warna warni sih? Kimochiwarui!”

“Kau benar-benar salah fokus.. Aominecchii,”

****

Satu persatu teman-teman Kiseki no Sedai Aomine turun dari bus, dimulai dari Kagami dan Kuroko yang rumahnya searah. Disusul Kise yang dipaksa membawa payung bersamanya karena hujan masih turun cukup lebat, padahal ia bersikeras ingin mengantarku. Lalu Satsuki, aku dan Aomine yang akan turun diperhentian selanjutnya.

“Payungnya hanya ada satu, sepertinya Aomine harus mengalah untuk kita berdua, senpai,” gumam Satsuki.

“Ah, kau dan Aomine kan searah? Kalian berdua saja yang pakai, rumahku dekat saja kok dari tempat perhentian bus,”

“Hah?” celetuk Aomine. “Jangan sok jadi pahlawan, apanya yang dekat?”

“Tch! Kalau kubilang dekat ya dekat,” geramku.

“Sudah kubilang jangan sok baik!” geramnya lagi.

“Aku ini senpai! Sudah sewajarnya bersikap begitu!” balasku lagi, Aomine terlihat kesal.

Momoi melerai kami berdua. “Sudah-sudah! Senpai! Aku bisa mengantarmu kerumah...”

“Nggak apa kok beneran, turnamen basket akan mulai sebentar lagi kan, kalian nggak boleh sakit,”

“Iya juga sih, tapi... kau dengar dari siapa soal turnamen?” lanjut Momoi.

“Kazuhara-kun memberitahuku,” Bel dalam bus itu berbunyi menandakan kalau bus akan berhenti diperhentian selanjutnya. Wajah Momoi tampak khawatir. Tak lama bus pun menepi dan berhenti di halte tak beratap. “Dai... Aomine-kun mana belanjaannya?” pintaku.

Aomine melepas blazernya dan meletakkan blazer itu dikepalaku. “Satsuki, aku akan mengantar senpai... kau pergi saja duluan,” gumamnya sembari menarik tanganku agar segera turun dari bus dan berlari kecil dibawah rintik hujan. Meninggalkan Momoi yang masih berada dalam bus.

“Aomine-kun!?”

“Tch, Aomine apa?! Sudah diam nggak usah ceramah kita harus terus lari,” gumamnya. Kulihat ia menahan air hujan yang menerpa wajahnya dengan tas sekolah yang ia pegang.

Kutarik kuat tangan Aomine hingga pegangan kami terlepas. Ia berbalik dan menatapku dengan ekspresi tampak sangat terkejut.

“Nani?” pekiknya gusar. Kulihat kemejanya telah basah.

Aku pun berjalan mendekatinya dan menaikkan blazer yang ada dikepalaku. “Kita pakai berdua ya?”

“Tch! Ini bukan waktunya untuk romantis-romantisan!” pekiknya gusar. Tapi ia segera masuk kedalam naungan blazernya.

“Aku nggak mau kau sakit,” gumamku lalu memeluk pinggangnya dengan tanganku yang bebas, ia tampak terkejut. Kudorong tubuhnya dengan tanganku dan kami mulai berjalan cepat dibawah naungan blazer Aomine. “Kalau kau sakit, aku juga yang kerepotan,” lanjutku lagi.

“Tch! Beraninya kau....”

“Ayo cepat!! Nggak ada waktu untuk ngomel, kita harus cepat sampai dirumahku!”

“Shit,” gumamnya dan kami pun berlari beriringan menembus hujan..

****

“Tunggu sebentar aku akan mencarikan baju yang cocok untukmu,” gumamku sembari meletakkan bungkusan plastik yang kubawa keatas lantai lalu berlari menuju kamarku dan meninggalkan Aomine diruang keluarga. Bajuku yang basah meneteskan banyak air kelantai rumah.

Aku tak bisa menemukan celana yang cocok untuknya tapi untungnya aku punya baju oversize yang sering kugunakan sebagai baju tidur. Tidak bagus tapi juga tidak terlalu buruk, baju itu berwarna abu-abu gelap. Dengan cepat aku kembali menuruni tangga dan menghampiri Aomine yang sedang melihat-lihat foto keluarga.

“Ini, aku hanya punya ini... sementara kau pakai saja dulu, aku akan mengeringkan kemeja dan blazermu,” gumamku seraya menyerahkan baju itu pada Aomine. Ia menatap baju yang kusodorkan lalu kembali menatapku.

“Apa kau punya handuk?”

“Ah! Sebentar! Aku ambilkan!” dengan cepat aku kembali berlari menuju lemari persediaan dimana ibuku menyimpan perlengkapan tambahannya disana. Kutarik sebuah handuk bersih berwarna putih dan kembali berlari menghampiri Aomine. Ia sedang membuka kemeja dan baju kaosnya yang basah.

Aku nggak tahu ingin komentar apa, tapi itu pertama kalinya kulihat Aomine yang topless. Sixpacknya terbentuk dengan sempurna begitu juga dengan otot dada dan lengannya. Aomine menatapku. “Sepertinya kau menemukan pemandangan indah, senpai?” gumamnya dengan senyuman iseng lalu mendekatiku, membuatku mundur satu langkah kebelakang.

“Aku nggak tertarik dengan pria berotot!” gumamku lalu memalingkan wajah darinya dan menyodorkan handuk itu padanya. Tanganku tepat mengenai sixpacknya yang basah. Damn!

Kupikir ia akan mengambil handuk itu dan berkelit pergi namun ia justru memegang tanganku dan terus mendekat. “Hmmm... kupikir kau menembakku lima kali karena kau menyukai hal ini?”

“Chi-chigaimasu! Aku menembakmu bukan karena hal itu, aku menembakmu karena aku memang su...” Shit! Aku hampir mengatakannya lagi. Aomine menatapku dengan rasa minat.

“Su.. what?” ulangnya.

“Lupakan saja! Cepat pakai bajumu!” protesku sambil mendorong tangannya.

“Oi! Kau belum melanjutkan kalimatmu... ‘Su’ apa yang kau maksud barusan?” Ia tersenyum penuh kelicikan. Aku tahu ia sedang menggodaku.

“Nandemo nai!”

“Kau bilang nggak suka tapi ekspresimu mengatakan sebaliknya, kau ini pembohong yang buruk senpai,” Aomine menatapku dingin ia melepas pegangannya ditanganku. Lalu memakai baju yang tadi kusodorkan padanya tepat dihadapanku. Shit! Dia memang selalu bersikap seenaknya.

“Hhh... terserah kau saja. Duduklah, aku akan membuatkan minuman hangat dan mengeringkan pakaianmu,” gumamku lalu meninggalkan Aomine sendirian dalam ruang keluarga.

Segera kucuci pakaiannya dalam mesin cuci otomatis dan langsung membuatkannya cokelat panas. Hanya itu yang bisa kupikirkan ingin kuberikan padanya. Setelah segelas cokelat panas selesai dibuat, aku pun kembali menghampiri Aomine diruang keluarga, ia sedang duduk santai disofa dan langsung mengalihkan perhatiannya padaku yang saat itu berjalan mendekatinya lalu meletakkan gelas cokelat itu dimeja yang ada dihadapannya.

“Minum ini, sebelum kau kedinginan,” pintaku.

“Kau tidak ganti pakaian?” tegurnya saat melihatku masih mengenakan pakaian sekolahku.

“Ah, cuma blazerku saja yang basah... ini bukan hal besar,” gumamku sembari memeriksa pakaianku yang setengah basah.

“Kalau begitu buka saja blazermu...” tak kusangka ia akan memberiku perintah.

“Nggak apa-apa, nanti saja,” gumamku.

Ia memberiku dead glare setajam silet. “Kalau kau sakit gimana?”

“Tenang saja! Aku ini kuat dan tahan banting!”

“Kau ini bodoh ya? Aku nggak mau pelayanku sakit nanti kau bolos seenaknya saat aku butuh bantuanmu, cepat buka!” geramnya sebal.

“Tch, sudah kubilang aku nggak akan sakit... jangan khawatir begitu!” gumamku.

Aomine mendorongku kesofa dan mengurungku dengan kedua tangannya. Handuk putih itu tersampir diatas kepalanya dan terjuntai menutupi pinggiran wajahnya. “Dai..”

“Kau ingin aku yang melakukannya untukmu atau kau akan membukanya sendiri?” potongnya sambil menyentuh kerah blazerku. Si-sial! Dia mengerjaiku lagi!

“Oke! Oke! Sekarang menjauhlah dariku!”

“Shit!”

“A-apa lagi sih? Sudah kubilang aku akan ganti baju kan?” geramku sebal.

“Damn! I feel like I wanna kiss you, right now...”

Hah?? “Wa-what?? No! No! No! We shouldn’t do kiss!”

“This is your fault! You make me feel these feeling!” protesnya.

“No! It is your problem not me, just let me go.. I will change my clothes!”

Ia menatapku sejenak dan terlihat sedang berpikir. “Senpai...”

“Nani..?”

Ia menarik handuk dari kepalanya dan menyampirkannya dibelakang leherku, wajahnya mendekat lagi padaku, kuharap ia tidak menciumku sekarang karena aku harus menata hatiku lebih dulu, ia mengecup ujung telingaku. “Shit! Sebaiknya kau ganti baju sekarang, sebelum aku berubah jadi serigala kelaparan lalu memakanmu!” gumamnya pelan lalu beranjak menjauh dariku dan memberiku senyuman manisnya sebelum terduduk disebelahku, ia menguap lagi.

“I will!!” Crap!! Dia benar-benar penjahat!!

****

#NB : This is weird... aku membuat cerita ini sambil mendengar lagu “Press Your Number”nya Taemin yang sudah kuputar ulang puluhan kalinya. So far untuk MV dan album terbarunya ini aku benar-benar suka dengan gerakan dance-nya yang intens dan kuat. Aku juga sangat suka melodi dan lirik lagunya yang bagus. Kurasa beberapa part liriknya memberiku ide untuk plot chapter 9 dan plot chapter 10 nanti. Maafkan aku karena membuat reader-chan terlihat seperti bad girl yang rebel :) sepertinya reader teladan juga punya sisi rebel yang menyenangkan dan aku sangat menikmati saat-saat Aomine mengintimidasi kalian :) sekali lagi maafkan aku!!!

Previous Chapter                 Next Chapter


0 comments:

Post a Comment