#Warning! Cerita ini berisi
konten yang sedikit berbahaya untuk reader dibawah usia 18yo :)
Cast : Levi Ackerman x Reader, Genre : Drama & Romance
Professor’s Secret (Night Club!) Ch.2
Lima menit yang lalu kau pergi dari
kantor Levi dengan perasaan kesal dan marah luar biasa, tapi sekarang kau
justru telah berada didepan pintu kantornya lagi. Crap! Kau merasa kesal dengan
dirimu sendiri karena teledor telah melupakan tasmu yang tertinggal dalam
kantornya.
Perlahan kau mengangkat kepalan
jari-jarimu dan setelah dua menit berlalu akhirnya kau pun memutuskan untuk
mengetuk pintu kantor Levi lagi. Ketukan pertama itu menggema dikoridor yang
sepi, tak lama setelahnya terdengar suara benda jatuh dari dalam kantor Levi
dan tak lama pintu itu terbuka. Levi terlihat sedikit kacau.
“Are
you okay, sir?”
tanyamu, sekedar berbasa-basi.
“I’m
fine,” jawab Levi
sambil mengelus kepalanya, ia menatapmu lalu melihat jam tangannya. “Bukankah, seharusnya kau sudah pulang?”
komentarnya lagi.
“Aku
lupa mengambil tasku,”
jawabmu singkat.
Levi mengerutkan dahinya lalu
menatap kedalam ruangan. Kau bisa melihat tasmu tergeletak rapi diatas meja kerja
Levi. “Ah.. itu? Ambil saja..”
gumamnya santai. Ia membuka lebar pintu kantornya dan mempersilakanmu masuk.
Kau masih kesal padanya karena ia
menciummu dan masih merasa takut masuk kedalam ruangan itu, tapi tampaknya Levi
tidak perduli dengan perasaanmu dan ia hanya menatapmu dingin. Tanpa banyak
berpikir lagi kau pun masuk kedalam ruangannya dan berharap bisa segera pergi
dari ruangan itu.
Tasmu tampak baik-baik saja dan kau
memeriksa ulang isinya, ternyata isinya masih lengkap didalamnya ada buku yang
dipinjamkan Levi untukmu dan juga ponsel yang kau cari dari tadi.
“Ada
yang hilang?” gumam
Levi tepat didekatmu. Kau berjengit kaget saat mendengar suaranya yang
terdengar sangat dekat denganmu. Kau pikir dia akan menyerangmu lagi dan kau
pun mundur beberapa langkah menjauh darinya sambil memeluk erat tas yang kau pegang.
Levi menatap wajah ketakutanmu yang
berusaha terlihat tegar lalu menaikkan satu alisnya, meminta jawaban. “T-tidak ada yang hilang.. aku akan pergi
sekarang sir,” gumammu lagi lalu beranjak pergi.
“I’m
sorry!” gumam Levi,
setengah berteriak, tepat saat kau akan keluar dari dalam kantornya dan membuka
pintu. Kau tahu ia sedang meminta maaf mengenai ciuman itu.
Kau tidak berbalik untuk menatapnya
karena mulai merasa kesal lagi. “It’s
okay.. nevermind,” gumammu.
“Semoga...
hal itu tidak mengganggu proses belajarmu..”
What? Tidak mengganggu? Tentu saja
hal itu sangat mengganggu! Kau jadi tak bisa konsentrasi belajar jika merasa
ketakutan saat berdua saja dengan Profesor bahasa Jermanmu yang ternyata seorang
psiko.
“I
hope so..” gumammu
pelan lalu membuka pintu.
Pintu itu terdorong kuat dan
meninggalkan bunyi keras saat menimpa tubuhmu. Kau merasa sakit luar biasa
dibagian wajahmu saat akhirnya mendengar suara keras profesor Hanji memenuhi
ruangan Levi.
“Ah!!
(y/n)!! Are you okay?? Did I hurt you??” pekiknya nyaring mendorong tubuhmu dan ia langsung
mengamati wajahmu yang tampak kesakitan.
“I-I’m
okay, miss..”
gumammu dengan tubuh sempoyongan. Kau sedang memegangi wajahmu saat merasa
seseorang menarik tanganmu dan membawamu menuju sofa.
“Duduklah,” gumam Levi, ia melepaskan
pegangannya ditanganmu lalu duduk diatas meja sofa dan menarik tanganmu yang sedang
menutupi wajah. Ia sedang mengamati wajahmu dan kau bisa melihat ia tampak
khawatir. “Tch...” decak Levi sambil
melempar tatapan kematiannya pada Hanji.
“Is
she okay, shorty?”
“You
broke her nose, stupid idiot glasses ,” gumam Levi dingin.
“Oh
my frankenstain!!”
Hanji tampak panik lalu ia
mendekatimu namun Levi bangkit dan menarik Hanji agar menjauh. “Kau! Duduk disini saja,” titah Levi.
“What’s
the problem?? Aku ingin mengobatinya, shorty! Dia berdarah!!” pekik Hanji saat Levi menyuruhnya
untuk duduk dibelakang meja kerjanya. Membuatmu berada jauh dari Hanji.
“Biar
aku saja,” gumam
Levi sambil berjalan menuju lemari tempat ia menyimpan kotak P3K. “What are you doing in here?” tanyanya
kemudian.
“Aku
mencarimu dari tadi, ada sesuatu yang ingin kuberitahu...”
Levi berjalan mendekatimu dengan
kotak P3K ditangannya. Ia mengeluarkan beberapa peralatan lalu mulai
mengobatimu. “Bukankah kau bisa
meneleponku saja?” gumam Levi kesal. Kau meringis kesakitan saat Levi
membersihkan lukamu. “It’s okay..
rasanya memang sedikit sakit, jadi kau harus menahannya sebentar,” gumamnya
padamu sambil menotol lukamu dengan kapas yang telah dilumuri alkohol.
Kau sedikit terkesima saat mendengar
kata-katanya yang menurutmu terdengar sangat aneh. Levi tak mungkin bersikap
lembut padamu.
“Aku
sudah meneleponmu berkali-kali tapi kau tidak mengangkatnya! Makanya aku
kesini, tak kusangka aku justru mendapatimu berdua dengan (y/n), apa kalian sedang
melakukan sesuatu saat aku datang dan menginterupsi kalian berdua?” tanya Hanji tersenyum lebar ingin
tahu.
“What
do you mean? It’s not your bussiness,”
gumam Levi, ia telah selesai membersihkan lukamu dan sedang mencari plester
dalam kotak P3K.
“Kau
tidak ingin memberitahuku, kalau kalian berdua akhirnya pacaran?” tebak Hanji lagi. Kau langsung
menggeleng kuat saat mendengarnya, Levi yang akan menempelkan plaster
kehidungmu langsung mengerutkan kening.
“Tch,
glasses berhentilah mengerjainya... aku harus menempelkan plester ini,” gumam Levi sambil memegangi kepalamu
agar berhenti bergerak.
“Hmmm...
ternyata kau ini memang lamban sekali, shorty!” gumam Hanji, ia beranjak dari kursi
Levi dan duduk disebelahmu, mulai menanyaimu pertanyaan seputar luka dan rasa
sakit. Levi telah selesai mengobatimu dan tampak sangat prihatin saat
mengamatimu sebelum akhirnya beranjak pergi lalu menyimpan kotak P3K kedalam
lemari.
“Kau
sudah boleh pergi dan jangan lupa memeriksa lukanya di klinik,” gumam Levi padamu sambil
menyilangkan tangannya didada. Kau merasa lega luar biasa karena akhirnya bisa
segera pergi dari neraka ini.
“Ah!!!
(y/n) apa kau sibuk?”
tanya Hanji.
Sebenarnya kau ingin pergi menemui
teman-temanmu di Avenue, tetapi setelah semua kejadian ini kau hanya ingin
segera pulang keapartemenmu, mandi air hangat lalu tidur. “Ti-tidak juga sih, tapi...”
“Ah!!!
Baguslah!! Kalau begini, total anggotanya jadi pas!” pekik Hanji. “Ayo!!” Hanji menarik tanganmu agar mengikutinya pergi.
“Glasses!
Biarkan dia pergi!”
gumam Levi lagi.
Namun Hanji hanya menghiraukan Levi
dan kau sendiri tak bisa menolak profesormu yang kini sedang menarikmu pergi
keluar dari ruangan Levi. “Shorty!! Kita berangkat pakai mobilmu!” pekik Hanji
sambil melambaikan kunci mobil Levi yang ada ditangannya.
“Shit,
you better watch your ass, glasses.. give me the key!”
****
Kau akhirnya berada dalam mobil Levi
dan duduk dikursi belakang dengan perasaan bingung. Hanji sama sekali tidak
memberitahumu kemana kalian akan pergi. Ia sedang berbicara panjang lebar
menjelaskan penelitian anehnya pada Levi yang hanya diam mendengarkan
ocehannya.
Kau mengamati puncak kepala Levi dan
takjub padanya karena mampu bertahan mendengar semua ocehan Hanji. Mereka
berdua tampak sangat cocok walaupun akan sedikit terlihat aneh jika melihat
mereka berdua punya hubungan khusus.
Apakah mereka sudah lama berteman? Kenapa
Levi tak pacaran saja dengan Hanji? Shit! Kenapa sekarang kau justru jadi
memikirkan hubungan mereka berdua? Bukankah itu bukan urusanmu? Kau kembali
merasa sebal dan memutuskan untuk mengalihkan pandanganmu keluar kaca mobil.
Cuaca malam itu tampak sangat
dingin, karena kau bisa melihat orang-orang berjalan lalu lalang ditrotoar
sambil mengenakan jaket tebal mereka. Kau baru sadar bahwa jaketmu tidak cukup
tebal untuk bertahan diluar sana. Dalam hatimu kau merasa sedikit beruntung
karena bisa berada dalam mobil Levi.
“Dimana
tempatnya?”
“Diperempatan
itu kau belok kanan,”
Levi mengarahkan mobilnya mengikuti instruksi Hanji. Ia membelokkan jalur mobil
kekanan. “Yak, masuk kegedung ini dan
parkir dibasementnya,” seru Hanji. Levi mengikuti instruksinya lagi.
“Tempat
apa ini?” tanya
Levi. Ia memarkir mobilnya dibasement dengan sangat hati-hati.
“Ah..
parkir saja dan ikuti aku..”
“Kau
tahu... aku merasa sedikit curiga padamu..” gumam Levi. Ia mematikan mesin mobil lalu melepas seat
beltnya. “(y/n) apa kau baik-baik saja?”
tanya Levi padamu. Seketika kau menatapnya dan mengangguk tegang.
“Come
on (y/n)!! Hurry up!!”
ajak Hanji. Ia telah keluar dari mobil dan menarik tanganmu agar mengikutinya. Dengan
setengah hati kau pun berjalan mengikuti Hanji, ia menggandeng tanganmu erat.
“Tch,
bisakah kau tidak memegangi tangannya seperti anak kecil?” gumam Levi, ia berjalan
dibelakangmu dan Hanji.
Hanji berbalik dan menatap Levi
dengan sigap ia mengalungkan tangannya kepinggangmu. Membuatmu sedikit
berjengit. “Why? Bukankah kami berdua terlihat
cocok?” gumam Hanji lagi. Kelakuan aneh Hanji membuatmu ingin mendorongnya
jauh-jauh darimu. Tapi kau tak bisa, dia dosenmu lagipula dia perempuan jadi
kau tak terlalu mempermasalahkannya. Setidaknya yang sedang merangkulmu saat
ini bukan Levi.
Shit! Kenapa kau masih memikirkan
tentang Levi, kau harusnya tidak membayangkan ia sedang merangkul pinggangmu
seperti yang dilakukan Hanji saat ini.
“Tch...
kau akan membuatnya ketakutan..”
“Hmm...
wanita dan wanita memang tidak mungkin sih ya?” gumam Hanji sambil menatapmu. Kau hanya
tertawa garing menanggapi kata-katanya. Kalian telah berada didepan pintu lift
dan Hanji menekan tombol lift keatas. “Shorty!
Apa kau mau menggantikan posisiku?” lanjutnya lagi. Pintu lift terbuka dan
Levi beranjak masuk lebih dulu melewati kalian berdua.
“Jangan
merencanakan sesuatu yang aneh-aneh..”
gumam Levi lalu menekan tombol pintu menutup saat kalian bertiga telah berada
dalam lift.
****
Pintu lift itu terbuka dan hingar
bingar musik langsung menyambut kalian bertiga. Kau merasa kaget luar biasa dan
tak menyangka bahwa Hanji akan mengajakmu pergi ke pub. Kau melihat kearah Levi
dan ia tampak baik-baik saja, seolah sudah terbiasa.
“Ayo!
Sebelah sini!” ajak
Hanji, ia menarik tanganmu lagi dan kalian bertiga berjalan menembus kerumunan
orang-orang yang sedang menari. Entah apa yang terjadi nanti, kau sama sekali
tak bisa membayangkannya. Kau tak ingin tahu rencana Hanji selanjutnya. “Oke, lewat tangga ini!” pekik Hanji
berusaha mengimbangi suara musik yang keras. Kau dan Levi terus berjalan
mengikuti langkah Hanji.
Tangga itu menuju keatas dan kalian
akhirnya tiba dipuncak. Hanji menunjukkan sebuah kartu pada para penjaga yang
kemudian mempersilakan kalian bertiga masuk kedalam sebuah koridor dalam.
Koridor itu hanya diterangi cahaya
remang-remang dari lampu yang ada didinding-dinding yang terhias mewah. Kau
langsung tahu bahwa kartu yang ditunjukkan hanji pada para penjaga tadi adalah
kartu anggota VIP. Kau benar-benar tak menyangka hal ini sama sekali.
Dosen-dosenmu suka pergi ketempat yang menurutmu sangat berbahaya. Kau kembali
memikirkan kemungkinan psiko lainnya, apa mungkin Hanji akan melelangmu pada
orang-orang yang tidak kau kenal?
“Apa
kau pernah ketempat ini?”
tanya Hanji padamu. Koridor itu tampak sepi hanya beberapa orang yang terlihat
berlalu lalang bersama pasangannya.
“Umm..
aku pernah mendatangi klub bersama teman-temanku tapi untuk tempat semewah
ini...”
“Shorty
ini juga pertama kalinya kau pergi ketempat ini kan?” pekik Hanji.
“Yeah..
Aku tidak tertarik dengan tempat seperti ini, lagi pula ada hal lain yang lebih
penting yang harus kulakukan,” gumam
Levi cuek.
“Oh..
lalu kenapa sekarang kau ada disini? Kenapa kau berubah pikiran?”
“Tch...
bukankah kau menyita kunci mobilku? Jangan pura-pura lupa..”
“Ah!
Karena kau sudah mengantar kami berdua kalau kau ingin pergi sekarang, tidak
apa-apa kok,”
“Tch..
Kenapa sekarang kau mengusirku?”
“Bukankah
kau ingin pergi karena ada urusan yang lebih penting? Bukankah harus
membersihkan toilet apartemenmu lagi? Atau... kau khawatir pada (y/n)?”
“Hoo,
seems like you need to clean up your dirty ass (mulut) hole, huh?”
Hanji hanya menghiraukan Levi dan ia
membuka sebuah pintu tepat disebelah kirinya. Pintu itu terbuka dan didalamnya ada
profesor Erwin, profesor Mike, profesor Auro dan profesor Nanaba, lalu ada dua orang
pria yang tidak kau kenal. Mereka menyambut kedatangan kalian bertiga dengan
sorak sorai, kau bisa mencium bau alkohol dalam ruangan itu.
“Oi
Hanji! Kau benar-benar membawa barang bagus ya!” pekik salah satu pria yang tidak kau kenal, ia sedang mengamatimu dari
puncak kepala hingga ujung kaki.
Shit!!
What the hell was going on???
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteChp 3
DeletePlease profesor chapter 3 nya dong lanjutin 😀
ReplyDelete